"Aunty ... tadi Ezra lihat Ayah di balik pintu, kenapa Ayah sembunyi? AYAAAH!" teriaknya lagi kembali berlari sampai ke taman samping."Benarkah? Di mana, Sayang?" tanya Zora mengikuti arah Ezra yang sedikit memelan."Ayaaah!" pekik Ezra kegirangan sambil memeluk Javaz yang membelakanginya."Kenapa Ayah lari dari Ezra? Apa kita sedang main petak umpet? Jadi Ezra menang? Yeeaaay ...! Giliran Ayah cari Ezra, tutup mata dulu!" celotehnya random sambil menggoyang lengan pria yang masih bergeming tak merespon perlakuan Ezra."Ayo Ayah! Ayo!" rengeknya lagi berjalan ke sisi depan Javaz dan mendongak."Ayah nangis? Apanya yang sakit, Yah? Coba kasih tahu Ezra, biar nanti diobati sama, Bunda," Bocah laki-laki yang hanya setinggi pinggang orang dewasa itu memindai tubuh di depannya."Ezra ... sini dulu sama Aunty!" bujuk Zora membungkuk menyejajarkan tubuh dengan keponakannya agar lebih didengar."Nggak mau! Ezra mau obatin Ayah dulu! Ayah pasti kesakitan? Makanya sampai keluar air matanya, iy
"Mas ... Shifra membutuhkanmu! Ezra lebih butuh kamu, Mas ...."Mendengar suara lembut dengan sedikit isakan itu, Javaz menghentikan langkahnya. Tanpa membalikkan badan, dia memejamkan mata dan mengembuskan napas berat. Shifra memanggilnya dengan Mas sejak lama, dan sekarang di belakang sana ada Elzien yang memang dipanggil dengan Mas oleh Shifra. Dia melangkah kembali setelah tak ada respon apapun beberapa detik dia berhenti."Mas!?" teriak Shifra berdiri dan berlari mengejar Javaz yang sudah berjarak beberapa meter dari posisi awalnya.Dengan linangan air mata dan sedikit mengangkat gamisnya, Shifra mengikis jarak hingga sampai di belakang punggung suami keduanya."Shifra mencintai Javaz sejak dulu ... Shifra gila karena Javaz juga menggilainya. Jika Javaz pergi maka Shifra harus bersamanya ...." ucapnya melingkarkan lengan di perut Javaz dan bersandar di punggung lebar ternyaman baginya.Elzien yang melihat itu seketika menitikkan air mata. Menunduk tajam dan mencoba menata kembal
"Ezra?! Apa yang terjadi, Nak? Ezra!?" pekik pria di kursi kerjanya sontak berdiri dengan panik.Sambungan terputus sepihak dan Javaz mulai menghubungi ulang, tapi tak bisa tersambung lagi. Hatinya mulai gelisah tak tenang, sungguh dia sangat khawatir apa yang terjadi.Segala hal mungkin terjadi di jalanan, apalagi sedang berkendara sambil melakukan panggilan sangat dilarang. Javaz merasa bersalahbdan terus mencoba mencari tahu dengan melacak sinyal terakhir melalui GPS ponsel Ezra yang memang sudahblama terhubung dengannya.Setelah berhasil menemukan titik lokasinya, gegas ia melajukan motor sport-nya."El ... sesuatu terjadi pada Ezra! Aku sedang menuju ke sana! Tolong bantu siapkan IGD dan dokter terbaik!" Javaz mengirim pesan suara di tengah mengendarai kuda besinya dengan kecepatan penuh.Semenjak Ezra memahami keadaan orang tua dan pernikahan Bundanya. Remaja 15 tahun itu mencari keberadaan dua ayahnya. Keduanya sangat senang dan memberi segala fasilitas untuk kesayangan mereka
"Astaghfirullah! Kamu di mana, Ezra Sayang!?" isaknya menyentuh dada dan mulai mengalirkan air mata."Bunda ... Ezra di sini. Kok nangis?" Tiba-tiba sang Anak yang dinantikan Shifra memeluknya."Alhamdulillah! Ke mana saja kamu, Naaak!? Kamu mau Bunda kena serangan jantung? Kenapa nggak ada kabar seharian? HP juga mati, heuh?!" omel Shifra sambil terisak-isak memukuli dada bidang Ezra yang justru terkekeh memeluknya."Iya ... maaf Bunda! Ezra 'kan tadi bilang mau ada pertemuan bahas acara perpisahannya Kelas 3 yang tinggal dua minggu lagi? HP juga tadi jatuh trus mati total, pas mau kabarin Bunda ...," terang Ezra masih memeluk ibunya dengan erat dan mengelus punggung yang menonjolkan ruas tulang belakangnya."Ezra ...," panggil Shifra mengendus pakaian putranya."Ya, Bun?" balasnya memberi jarak pada tubuh sang Bunda yang mengernyitkan kening."Ka-kamu ... ganti parfum?" tanya perempuan yang terus mengingat dan mulai mengenali aroma khas dari baju Ezra."Ganti gimana? Dari dulu selal
'Maaf Bunda ... Ezra minta maaf untuk tak menepati janji Ezra kali ini ... maaf!' balasnya tak diucapkan."Ini kenapa, Nak?" Shifra kembaliengusap perban yang panjang menutup dahi hingga pelipis Ezra."Tadi mau nyelametin HP, nggak nyampe. Ya ... jadinya kena tralis besi pembatas lantai dua, Bun. Makanya Ayah sama Papa langsung tahu. Karena-""Karena kalian masih menjalin hubungan di belakang Bunda selama ini? Iya?" potong Shifra menarik tangannya dan membuang wajah."Iya Bunda ... maaf!" balas Ezra lemah."Bunda maafkan kali ini saja. Jika terulang, jangan pernah lagi temui, Bunda! Hiduplah dengan mereka berdua! Anggap Bunda sudah tiada!" ucap Shifra penuh penekanan."Iya ... Ezra, janji!" Kalimatnya terjeda karena dia berkata "nggak bisa" dalam hati sebelum kata janji terucap.Kedua anak dan ibu itu saling berpelukan dengan Shifra yang terus mengomel pada putranya.*******"Tumben Bos, kemarin bolos?""Ezra! Kok kemarin nggak jadi pimpin rapat OSIS-nya?""Jidat Lo kenapa, Bro?"Ezra
"Gue nggak mau nyakitin dan mengikat hati perempuan sebelum benar-benar siap jadiin istri, Cha! Maaf ...." gumamnya setelah gadis yang biasa dipanggil Ocha itu sudah berbelok di lorong dan tak terlihat.Ezra banyak dipesan oleh sang Ayah untuk menjauhi yang namanya jatuh cinta. Lebih baik mencintai setelah menikah dan jangan dekat dengan perempuan mana pun tanpa alasan. Kisah Javaz menjadikan remaja lima belas tahun itu lebih dewasa sebelum waktunya. Menundukkan pandangan dari lawan jenisnya di mana pun berada kecuali hanya mengenal anggota OSIS-nya saja dan para guru."Ingatlah kisah Bundamu, Ayah, dan juga Papa. Semua terjadi karena Ayah tak sebaik sekarang. Papa El yang sudah menjaga dirinya dan berhasil sukses memberikan cinta pada istrinya saja waktu itu harus menerima kehancuran karena Ayah yang jatuh cinta lebih dulu pada Bundamu. Jadi jangan ulangi kisah Ayah, hem?" Kalimat Javaz yang sering kali diulang untuk Ezra masih diingatnya.Ponsel baru yang dibelikan Elzien sebagai ga
"Ezra? Ezra ... kenapa panas sekali? Ezra! Rumah kita terbakar! Ezra!? EZRAAAA!" teriakan Shifra di tengah kobaran api di seluruh kamar dan rumahnya tak membuat sosok yang baru saja tertidur di sampingnya bergerak sedikit pun.Tangan Shifra terus mengguncang tubuh pulas itu sambil memanggil namanya. Karena kebutaannya dia tak tahu bahwa di telinga Ezra tersumpal head phone. Sekuat apa pun memanggil namanya tetap tak terdengar. Apalagi sebelum tidur remaja itu baru saja meminum obat pereda rasa sakit untuk lukanya sekaligus obat tidur yang diresepkan bersamaan.Saking geramnya ibu tiga puluh tujuh tahun itu menggigit lengan Ezra."Aaarrrgh!?" teriaknya terjingkat kaget kemudian diikuti istighfar berkali-kali melihat dirinya sudah dikelilingi api.Dia memeluk ibunya yang sudah berlinangan air mata dan hampir sesak napasnya."Bunda naik punggung Ezra dan pegangan yang erat, ya? Bismillah!" titahnya menarik bed cover sekaligus sang Bunda ke punggung.Berlari mencari celah menuju kamar man
"Sial! Cari tahu tentang dia juga, Brengsek!? Siapa yang berani melawanku?!" geram seseorang melemparkan botol minuman keras di atas meja ke dinding."Nggak ada yang boleh lebih unggul dari putraku!" lanjutnya mengepalkan tangan sambil memukul meja di depannya.Pihak berwajib melakukan penyelidikan terhadap kebakaran yang terjadi di rumah Shifra. Banyak hal janggal ditemukan dan semua mengarah pada satu nama ART paruh waktu yang datang pagi pulang sore hari.Dia diduga mematikan saluran air dari PDAM yang mengalir ke tandon besar rumah. Kemudian tabung gas dibiarkan dalam keadaan menancap setengah regulatornya, jadi seolah terjadi kebocoran. Ada beberapa botol kecap dan saos yang diisi minyak tersebar di sekitar pekarangan. Siapa lagi yang sengaja bisa leluasa melakukannya kecuali orang yang bebas keluar masuk dari rumah itu.ART bernama Linda itu tengah dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Dia hanya menangis dan terus menggeleng pasrah mengikuti arahan petugas membawanya