Queenza yang sudah selesai ganti baju dan hendak kembali ke dapan terkejut saat tangannya tiba-tiba ditarik keluar oleh seseorang.
"Mas Dimas," ucap Queenza yang terkejut bukan main.Dimas membawa Queenza keluar dari butik itu lewat pintu belakang."Mas lepas, kamu mau bawa aku ke mana?" seru Queenza sambil mencoba melepaskan genggaman tangan Dimas.Dimas menghentikan langkahnya saat sudah berada di luar. Ia membalikkan tubuhnya dan langsung meneluk Queenza."Aku kangen banget sama kamu Queen, kenapa? Kenapa kamu sangat suka dan tega menyiksaku begini?" ucap Dimas dengan lirih, ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Queenza."Mas lepas, kalau ada yang lihat bagainana?" ucap Queenza dengan panik. Ia takut jika seseorang datang dan memergoki mereka."Biarin. Biar semua orang tau kalau aku sangat, sangat mencintai kamu Queen," teriak Dimas.Spontan Queenza membekap mulut Dimas."Kamu itu apa-apaan sih Mas," ucap Queenza. Tangannya masih bertengge"Lho, kok ke hotel? Kamu mau apa ke hotel?" tanya Queenza.Dimas tersenyum lalu membawa tangan Queenza dan menggenggam ya."Biasanya kalau ke hotel kita mau ngapain?" goda Dimas, ia menatap Queenza dengan alisnya yang dinaik turun dan tersenyum jahil. "Kamu jangan macam-macam ya Mas, kamu kan sudah janji kalau yang tadi itu adalah yang terakhir," ucap Queenza dengan panik. Ia melepaskan genggaman tangan Dimas."Kok macam-macam? Emangnya kamu mikirin apa? Ah, atau jangan-jangan. Kamu kali ya yang mau lagi? Orang kita mau ke hotel itu buat ambil bajuku yang masih ada di sana," jawab Dimas yang sukses membuat Queenza malu.Wajah Queenza memerah. Ia sangat malu karena sudah berpikiran yang macam-macam pada Dimas.Dimas tersenyum dan mendekat pada Queenza, ia membawa Queenza dalam dekapannya dan memeluk Queenza dengan erat. Dimas beberapa kali mengecup puncak kepala Queenza dan menghirup dalam-dalam aroma shampo Queenza dengan mata yang terpejam. Queenza mem
"Akhirnya beres juga," seru Queenza saat ia sudah selesai membereskan barang Dimas yang berserakan dan mengemas pakaian Dimas ke dalam koper. Ia lalu menoleh ke arah ranjang yang di mana Dimas tengah berbaring.Queenza berjalan mendekat pada Dimas yang terlihat memejamkan matanya."Aku tau kok kalau aku itu ganteng," ucap Dimas masih dengan memejankan matanya. Queenza terjengkit kaget dan segera mamalingkan wajahnya ke arah lain. Dimas membuka matanya dan segera bangun dari baringnya. Ia menatap Queenza dengan tatapan mata penuh cinta. "Sini." Dimas melambaikan tangannya.Queenza menggelengkan kepala dan berjalan ke arah kamar mandi. "Kamu mau ke mana?" tanya Dimas yang heran melihat Queenza melangkah pergi."Ke pasar," sahut Queenza dengan acuh."Tapi itu kamar mandi, bukan pintu keluar," ucap Dimas."Udah tau kamar mandi, pake nanya lagi." Setelah sampai di depan pintu kamar mandi Queenza segera membuka pintu itu dan menutupnya dengan cukup k
"Niki," ucap Dimas yang terkejut saat tangannya digenggam Niki.Niki menatap tajam Dimas dan hendak berbicara. Tapi urung, saat bu Halimah memanggilnya. Niki pun melepaskan tangannya yang menggengam tangan Dimas dan mendekat pada bu Halimah.Queenza menoleh sekilas pada Niki dan Dimas lalu mengalihkan kembali pandangannya pada masakannya yang hampir matang."Queen, mau aku bantu gak?" tanya Niki saat ia sudah dekat dengan Queenza dan bu Halimah."Gak usah, udah beres kok," sahut Queenza sambil menuangkan masakannya pada wadah. Ia lalu menyajikan makanan yang sudah ia masak ke atas meja. Saat ia melewati Dimas, ia tak menoleh ataupun melirik pada Dimas. Ia melewati Dimas begitu saja.Niki yang melihat itu mengerutkan keningnya. Ia terus memperhatikan Dimas dan Queenza.Dimas menatap Queenza dengan sendu. Ia pun sekarang tak bisa berbuat apa-apa dan harus menepati janjinya untuk menjauh dari Queenza sampai ia berhasil menjalankan rencananya.Setelah Queenza menata makanannya di meja ia t
"Ja-jadi kamu sudah tau?" ucap Queenza dengan terbata. Ia syok bukan main saat mendengar ucapan Niki.Niki menganggukan kepalanya dan membawa tangan Queenza ke taman depan.Queenza yang masih terkejut hanya pasrah dengan apa yang akan dilakukan Niki padanya. Ia terima jika Niki marah padanya dan membencinya.Setelah mereka sudah tiba di taman, Niki membawa Queenza duduk di kursi yang ada di taman. Mereka tak saling bicara dan hanya terdiam untuk beberapa saat sampai Queenza yang merasa tak nyaman dengan keadaan ini pun memulai percakapan mereka."Sejak kapan?" tanya Queenza.Niki menoleh ke arah Queenza dengan wajah yang bingung."Sejak kapan kamu tau?" Lanjut Queenza tanpa melihat ke arah Niki."Dari awal kita ketemu," jawab Niki.Sekarang Queenza menoleh ke arah Niki. Ia menatap Niki tak percaya."Kamu tau dari awal? Tapi kamu diam saja? Malah kamu bersikap biasa saja sama aku? Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Nik? Kenapa kamu diam aja? Kenapa kamu gak marah sama aku, dan malah me
Tangan Queenza bergetar hebat saat melihat semua foto yang ada di tangannya. Ia menatap pada Ervan yang kini tengah menatapnya sangat tajam."Ma-Mas, a-aku bisa jelasin," ucap Queenza dengan terbata. Ia bingung harus menjelaskan apa pada suaminya itu, sedangkan semua foto yang ada di tangannya itu adalah fakta yang sesungguhnya jika ia sudah bermain gila bersama Dimas.PLAKK!Ervan menampar keras pipi Queenza sampai Queenza terhuyung dan jatuh ke lantai. Ervan dengan cepat mendekat dan berjongkok di depan Queenza, ia mencengkram kuat wajah Queenza."Aku sangat tidak menyangka, jika wanita yang aku pikir baik dan setia ternyata pengkhianat juga. Apa jangan-jangan, bayi yang ada di dalam perutmu itu hasil dari hubungan gelapmu sama si brengsek Dimas." Ervan menatap sinis pada perut buncit Queenza.Queenza yang menyadari tatapan Ervan segera memundurkan tubuh ya agar menjauh dari Ervan.Namun, Ervan semakin mencengkram kuat wajah Queenza dengan seringai tersungging di bibirnya. Queenza m
Queenza panik saat melihat darah yang mengalir di pangkal pahanya. Ia memengangi perutnya yang masih terasa sakit. "Ya Tuhan. Jangan sampai terjadi sesuatu pada anakku," gumam Queenza, ia lalu mengusap perutnya dengan lembut. "Sayang. Kamu harus kuat ya, tunggu sebentar. Mama akan cari cara agar kita bisa keluar dari rumah ini," ucapnya pada sang anak yang ada di dalam kandungannya.Queenza bangkit dari duduknya dan mencoba berjalan dengan perlahan untuk mencari kunci cadangan. Ia mengobrak-abrik seisi kamar itu untuk mencari kunci cadangan. Tapi, setelah lama ia mencari tak kunjung juga ia menemukan kunci itu. "Aahh!" rintih Queenza saat merasakan sakit lagi di perutnya. "Bertahan ya sayang. Mama yakin, kita pasti bisa keluar dari sini." Queenza berjalan dengan langkah yang terseok-seok. Seketika ia teringat akan kunci cadangan yang pernah ia sembunyikan di kolong nakas. Ia bergegas ke arah nakas dan merogoh kolong nakas itu dan akhirnya ia pun menemukan kunci itu."Terima kasih Tuh
"Kyaa," jerit Queenza saat ia melihat mobil yang melaju kencang ke arahnya.Beruntung sang pengendara mobil dengan sigap mengerem mobilnya tepat waktu hingga tak sampai menimbulkan kecelakaan.Queenza yang terkejut meluruhkan tubuhnya ke aspal karena seluruh tenaganya sudah terkuras dan ia pun sudah tak bisa lagi menahan rasa sakit yang sejak tadi ia tahan.Pengendara mobil yang juga terkejut segera keluar dari dalam mobilnya dan bergegas menghampiri Queenza."Mbak, kamu gak apa-apa kan?" tanya orang itu saat sudah dekat dengan Queenza. Ia lalu melihat sekeliling yang terlihat sepi. Dia pun mencoba menggoyangkan tubuh Queenza yang terkapar di jalan itu, dan saat ia membalikan tibuh Queenza. Betapa terkejutnya orang itu. "Queen, ini beneran kamu kan?" ucapnya sambil membawa Queenza ke dalam pangkuannya, ia mencoba menyadarkan Queenza yang sudah tak sadarkan diri. "Queen bangun. Apa yang sudah terjadi sama kamu, kenapa kamu sampai seperti ini." Tanpa sengaja tatap
Semua orang menatap Niki. Bu Halimah yang mendengarnya terlihat sangat syok. Ada apa ini sebenarnya. Kenapa anak dan calon mantunya ingin membatalkan pernikahan ini. Apa mereka berdua sudah besekongkol untuk membuatnya jantungan karena syok. Pikirnya."Maafkan aku Om, Tante. Aku sebenarnya ingin memberitahuhan ini dari beberapa waktu yang lalu, hanya saja waktunya selalu tidak tepat. Dan hari ini waktu yang tepat untuk aku berbicara," ucap Niki dengan suara yang bergetar. Tangannya meremas gaun yang ia kenakan."Kenapa?" tanya bu Halimah sambil menatap kecewa pada Niki."Aku ... aku mencintai pria lain," dusta Niki. Hatinya teramat sakit saat ia mengatakan itu. Tapi, ia tak ingin lebih dipermalukan dengan mendengar pembatalan dari pihak Dimas. Jadi ia berpikir lebih baik dia yang membatalkan pernikahan ini dibanding dia yang ditolak. Bu Halimah menangis lalu pingsan karena tak siap dengan apa yang tengah ia hadapi saat ini. Semua orang terkejut dan mendekat pada bu Halimah. Pak Pra