Share

Dosen Mudaku
Dosen Mudaku
Author: Hermynee

Bab 1

Karina Rosaline—seorang primadona yang menjadi incaran para siswa di SMA Bronxy. Semua pemuda itu tak ada artinya di mata gadis yang kerap dipanggil Karina. Yang Karina inginkan hanyalah Big Boy!

Sebuah mobil warna merah mengkilap datang memasuki wilayah sekolah. Karina menyetir mobilnya sendiri bersama dengan empat temannya ; Chika, Devia, Wendy, dan Andin. Keempat temannya itu satu frekuensi dengan Karina, kecuali Andin yang selalu menjadi penengah mereka.

"Karina! Rok kamu kependekan lagi!" kesal Andin yang melihat rok sekolah Karina lebih pendek dari kemarin.

"Aduh, Andin sayang. Gak papa, kok. Kata Pak Jamal ini masih batas wajar. Kalau ada yang berani grepe-grepe gue, kan gue bisa tonjok anunya mereka."

Andin yang semula polos menjadi teracuni dengan pikiran keempat temannya. Andin termasuk siswi yang menjaga sopan santunnya. Namun ada suatu hal yang membuat Andin bisa bertahan berteman dengan mereka.

"Jangan keseringan nonjok anunya cowok lo, Rin. Ditonjok dada lo baru tahu rasa," ucap Wendy yang malah mendoakan Karina.

"Eh eh, ada Kak Rama tuh!" teriak Chika histeris melihat kakak kelas bernama Rama sedang bermain basket di lapangan khusus yang telah disediakan oleh sekolah swasta elit itu.

"Wah, kayaknya kalau lo terima cintanya Kak Rama nggak bakalan rugi sih, Rin. Secara dia tipe lo banget, 'kan?" sahut Devia mengikuti arah pandang Chika.

Mereka semua masih berada di parkiran karena merasa bel pun belum berbunyi. Karina sendiri menatap Rama dari kejauhan. Tidak, bukan Rama. Melainkan sosok pemuda yang baru saja bermain basket dengan Rama.

Manik mata Karina menyipit saat pemuda itu meminum sebotol air mineral, lalu seperempat air yang tersisa itu ia gunakan untuk membasahi pipinya.

"Oh My God! Siapa cowok yang pakai kaos putih itu?"

Berhubung penglihatan keempat teman Kariana begitu tajam, mereka semua bisa melihat jelas siswa tampan yang berbadan kekar dengan kulit yang putih tanpa bulu.

"Gue nggak tahu. Tapi anjir, ganteng bangett!" teriak Chika lagi namun dibalas tatapan menusuk dari Karina sehingga nyalinya menciut.

"Gue yang lihat duluan," ucap Karina penuh penekanan.

"Siapa ya dia? Gue juga baru lihat kali ini, Rin. Tapi dia lebih masuk ke tipe lo nggak sih dari pada Kak Rama?" komentar Devia.

"Lo bener, Dev. Gue harus...."

Baik langkah maupun perkataan Karina terhenti karena Andin menahannya. Terlihat Andin sedang menghela napas panjang sebelum akhirnya ia membuka suara, "Dia Navaro, sepupu aku. Kalian itu.... Padahal dia itu murid pintar di sini, tapi kok bisa nggak kenal dia. Selama ini kalian itu ngapain aja, sih?!"

***

"Cepet dong, Din. Cepet ceritain tentang Navaro. Gue kepo banget, nih."

Jika Andin tak segera menjelaskannya, pasti Karina akan terus meracau padanya. Andin membenarkan kacamatanya lalu perlahan menjelaskan semua yang dibutuhkan teman-temannya itu.

"Dia Navaro Malik Lorenzo. Rumah Varo ada di perumahan sebelah, lebih elit dibanding perumahan aku. Dia itu anaknya Pak Ustadz, Pak Malik namanya. Tapi meskipun namanya kelihatan galak, tapi Pak Malik baik, kok. Navaro cuma tinggal sama bokapnya, nyokapnya meninggal waktu SD dulu. Meskipun begitu, dia nggak gagal kasih sayang, kok."

Karina menyimak apa yang Andin tuturkan dengan serius. Memorinya harus menampung semua informasi tentang pemuda yang akan menjadi incarannya nanti.

"Kayaknya cowok yang lo panggil Varo itu kelihatannya lembut, ya?" tebak Karina namun dijawab gelengan kepala cepat oleh Andin.

"No, Karin! Varo itu dingin, cuek, nggak punya perasaan sih, tegaan! Dia juga sering balap motor diam-diam. Tapi yang bikin aku heran, kata Beno—temennya Varo sekaligus tetangga gue, Varo tuh selalu jadi imam mushola kalau Pak Malik lagi ada kerjaan. Dia juga sering kasih ceramah ke bocil-bocil yang nakal, dan ceramahin Ibu-ibu komplek yang suka ghibah. Mungkin karena itu kali ya dia jadi suka seenaknya dan nggak punya perasaan."

Mendengar penjelasan dari Andina membuat Karina merasa tertantang untuk mendekati Navaro.

"Dia di kelas mana, Din?" tanya Karina.

"Kelas sebelas-B. Kamu jangan ke sana deh, Rin. Temen-temen Varo pada mesum kayak kalian-kalian pada. Nanti malah panjang lagi urusannya kalau adu mulut."

***

Pelajaran dimulai namun Karina memilih untuk pergi ke toilet untuk buang air kecil. Ia sampai tak melihat tanda toilet siswa atau siswi hingga berakhir ia memasuki toilet siswa. Beruntungnya saat itu masih sepi sehingga Karina belum menyadarinya.

"Duh, males banget di kelas. Mending gue di sini aja baca novel kesukaan gue. Udah publish belum ya cerita Pak Dosen Bima sama Anna itu?" gumannya setelah kegiatan buang air kecilnya selesai.

Karina menekan aplikasi warna orange—tempat di mana berbagai genre novel disediakan. Ia membaca sebuah novel dewasa yang mengangkat tema perjodohan dosen dengan mahasiswinya. Karina tersenyum-senyum sendiri membaca cerita itu, hingga pada akhirnya bab selanjutnya membuat dada Karina merasa sesak.

Di bab sepuluh menceritakan tentang dosen dan mahasiswinya yang beradegan intim. Itu membuat Karina merasa gerah dan melepas kancing seragam paling atas. Seragam yang sangat melekat di tubuh moleknya itu semakin membuat Karina tersiksa.

"Bagaimana cara mengatakan desahan itu, ya? Ahh ahh? Tidak tidak. Sepertinya gue salah nada, deh. Coba gini... Ahh sshh ouchh...."

Karina tak sadar kalau ada sepasang telinga mendengar desahannya dari luar toilet. Navaro—pemuda itu mengetuk pintu karena takut ada sepasang kekasih yang akan melakukan sesuatu lebih jauh lagi di lingkup sekolah.

"Hei, kalian. Kalau melakukan 'itu' jangan di sini!" teriak Navaro membuat Karina yang berada di dalam sana terkejut setengah mati.

Karina berpikir sangat lama karena ia berusaha mencerna keadaan. Ia baru tersadar kalau dirinya sedang berada di toilet siswa. Entah apa yang akan dilakukan ia nantinya. Pasti imej yang Karina jaga selama ini akan hancur jika siswa itu membocorkannya.

"Shit! Apa dia denger desahan gue?! Aaakh, no! Gila gila! Lo udah gila, Karin! Gimana kalau cowok itu cowok bejat dan malah mau manfaatin lo?! Duh!" panik Karina.

Karina baru saja akan menautkan kancing kemeja atasnya yang kini telah terlihat belahan dada besarnya. Baru satu kancing yang terlepas, namun dadanya tidak bisa menangkal semua itu.

Navaro tiba-tiba membuka pintu paksa dan terkejut melihat Karina seorang diri sedang merapihkan seragamnya. Navaro meneguk ludahnya susah payah melihat Karina yang kesusahan menautkan kancing kemeja. Ia kemudian membuang muka ke arah lain.

"Apa yang lo lakuin di sini, hah?! Lo buta? Nggak lihat kalau ini toilet cowok?!"

Beres.

Karina baru saja berhasil menautkan kancing kemeja dan mendongak ke atas perlahan untuk melihat siapa yang menemukan dirinya. Betapa terkejutnya Karina mengetahui bahwa itu adalah Navaro. Karina memperhatikan Navaro yang masih memakai kaos putih ketat setelah berolah raga dan itu membuatnya terlihat seksi di mata Karina.

Merasa ada derap kaki yang datang, Karina langsung menarik tangan Navaro untuk masuk ke toilet lalu menguncinya. Navaro yang tak memiliki persiapan pun jatuh di pelukan Karina.

'B-besar," batin Navaro dalam hati saat ia secara tak sengaja menyenggol dada Karina.

To be continue~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status