Aku jatuh terkulai di lantai, sementara Mama jatuh pingsan.
" Maa, kenapa Mama nangis, Maa?..Dan itu nenek, kenapa nenek juga jatuh, Maa?" Basmah menangis di sampingku sambil menggoyangkan tanganku. Aku berusaha menguatkan hatiku dan menjawabnya. " Gak ada apa-apa, Basmah jangan takut ya sayang!" Aku menarik Basmah ke pelukanku. " Na, sebaiknya kamu bawa masuk Basmah ke dalam, biar ibumu kami yang urus," Titah Bi Ijah padaku. BI Ijah adalah saudara jauh ibuku yang tinggal bersama kami karena beliau sudah tak punya keluarga lagi. Aku menuruti dan gegas membawa Basmah masuk kamar dan menidurkannya. Ceklek... Terdengar Pintu kamarku dibuka dari luar dan muncullah sosok wanita yang kukenal. " Assalamualaikum nak Shiena, " ujarnya seraya memelukku. " Wa alaikum salam wr wb. Bu Marnah, Ibu udah datang?" jawabku sambil berdiri dan menyalaminya. Beliau bertanya padaku tentang apa yang terjadi dirumah ini. Aku terpaksa menjelaskan pada Bu Marnah. Bu Marnah adalah orang yang pernah aku tolong sewaktu beliau kecelakaan tunggal dan sejak saat itu, hubungan kami sangat akrab. Bu Marnah mendekat dan memelukku. " Kalau begitu menikahlah dengan anak ibu!" ujarnya tiba-tiba, membuatku tersentak kaget karena yang kutau, anak beliau baru berumur 23 tahun yang artinya 12 tahun lebih muda dariku. **** Setelah Bu Marnah ke luar, aku menunggu di kamar dengan perasaan gelisah luar biasa. Berselang satu jam, terdengar suara pintu kamarku dibuka.n ...ceklek.. Pintu kamarku dibuka lagi, ternyata Bi Ijah yang masuk. Bi Ijah masuk dengan wajah berbinar penuh kebahagiaan. " Na, selamat ya, sayang. Akhirnya kamu menikah lagi," ungkapnya sambil memelukku. Aku yang kaget hanya bisa ternganga tak percaya. “Ah, setahuku anaknya Bu Marnah itu masih berusia 23 tahun, menurut ceritanya dia masih kuliah. Lalu kenapa dia mau menikahiku? Apa dia tak tahu kalau aku sudah berusia jauh di atasnya? Ah, Ya Allah, bagaimana kalau dia nanti menolakku? Mau ditaruh di mana wajahku?” batinku lirih. Aku menghela nafas mencoba melepas beban yang menyesakkan dada ini. “Na, kenapa kamu malah bengong?” tanya Bi Ijah padaku, hingga membuatku gelagapan. " M-maksud Bibi, Anak Bu Marnah sudah menikahi saya?” tanyaku penuh keheranan. " Iya, jadi sekarang kamu keluar, ya. Kamu harus sungkeman sekarang!" titah Bi Ijah padaku. Aku hanya menuruti Bi Ijah saat Ia menuntunku ke luar kamar menemui suamiku. Dengan perasaan yang campur aduk, aku membiarkan Bi Ijah membawaku ke luar. Bi Ijah terus menuntunku dan membawaku ke depan laki-laki yang kini telah menjadi suamiku " Na, Kamu sungkem, ya sayang!" bisik Bi Ijah padaku. Aku hanya mengangguk dan langsung menuruti kata- katanya. Tanpa melihat ke wajahnya, aku ulurkan tanganku dan langsung kucium tangan laki-laki di depanku. " Hadi, ayo cium kening istrimu!" titah mertuaku pada anaknya setelah kuselesai menyalami laki-laki ini. Akan tetapi yang membuatku terkejut, dia memanggil nama Hadi. " Hadi? Kok, nama orang ini mirip dengan mahasiswa aneh di kampusku, ya?” batinku bertanya-tanya. Pelan-pelan aku mendongak untuk melihat wajah suamiku ini. " Hadi, kamu, kamu?" Mataku membeliak sempurna ketika kulihat siapa yang berdiri di depanku. Kulihat dia juga tersentak kaget. " Bu Lidya??Hadi juga meneriakkan namaku. " Astagfirullahal Adzim," ucap kami Refleks secara bersamaan. Aku benar-benar syok ketika melihat orang yang menikahiku ternyata adalah Hadi, mahasiswa menjengkelkan di kampusku. "Inna lillahi wa Inna ilaihi rojiun, ini benar-benar musibah. Di kampus saja aku sudah susah dibuatnya, ini dia jadi suamiku? Akhhkhh, Ya Allah, bukannya suami itu harus dihormati dan berarti nanti aku harus patuh pada anak ini? Aduuh, bagaimana ini?" sesalku dalam hati. Aku menyesal karena tak melihat dulu laki-laki yang akan dinikahkan denganku. "Wah, jadi kalian udah saling kenal ya? kalau begitu bagus dong. Karena kalian tak akan sulit untuk saling menerima," Sahut Bu Marnah. Kulihat mertuaku dan mamaku, Mereka berdua tersenyum kegirangan. Melihat senyum mereka, hatiku menjadi bertambah kacau. Di sisi lain, aku tak mungkin menerima Hadi menjadi suamiku, tapi di sisi lain, aku tak mungkin mengecewakan mereka. " Ehh, kenapa kalian jadi bengong begitu?Hadi, ayo cium kening istrimu! Biar nanti di foto sama fotografer," seru mertuaku, lagi. Kulihat Hadi mendengkus kesal, tapi dia tetap melaksanakan perintah ibunya. Dia memegang pundakku dan mendekatkan wajahnya ke telingaku. "Bu Lidiya, saya akan cium Ibu, tapi Ibu jangan kege'eran, ya, ini cuma formalitas. Asal Ibu tau, secantik apapun ibu, saya gak akan pernah nafsu," bisik nya di telingaku diiringi senyum sinisnya yang membuatku tersulut emosi. "Dasar laki-laki aneh, tingkat kepedeannya tinggi sekali. Hmm, akan kukerjain dia, biar tau rasa!" gumamku dalam hati. Hadi mendekatkan wajahnya ke wajahku, saat itulah, kuinjak kakinya yang hanya memakai kaus kaki. " Awww.." Dia meringis menahan saukit, tapi dia tetap mencoba tersenyum. Kami berdua pun saling tersenyum meski dengan makna yang berbeda. Hadi tersenyum menahan sakit dan aku tersenyum penuh kemenangan karena telah membalas perkataannya yang tak sopan. ...Cup.. Mulut dan Mataku terbuka lebar, mukaku memerah seketika, saat menerima kecupannya, pasalnya bukan kening yang ia kecup, melainkan bibirku. Sontak itu membuat para hadirin tertawa terbahak-,bahak. " Had, Mama bilang cium kening, bukan bibir. Itu mah nanti di kamar aja, jangan di sini!." ujar mertuaku sambil menahan tawa dan menepuk tangan anaknya. Aku melirik Ibu yang hanya tersenyum geli melihat tingkah menantunya. " Ha ha ha biarin aja, Bu Marnah, itung itung pemanasan ha ha ha.." timpal Bi Ijah. Mereka semua tertawa terbahak-bahak. Kulihat Hadi gusar, aku mendekatkan wajahku dan berbisik. "Udah gak sabar, ya? tadi bilang nya gak nafsu melihatku? kenapa kamu mencium bibirku?" tanyaku dengan berbisik di telinganya. "Ibu sebaiknya diam, , atau mau saya tambah?" jawab nya sambil menaik turunkan alisnya. Menyebalkan. " Hmm hehe, maaf, ya para hadirin semua, maklum aja, kan, saya belum pengalaman. Ya karena kalian nyuruh saya cium dia, ya saya cium sekenanya aja..hehe" ucapnya sambil cengengesan dan berlagak seperti pemuda lugu. Para hadirin dibuat makin tertawa dengan tingkah konyolnya. " Ha ha ha..sudah ! Sudah ! Acara cium menciumnya nanti kalian lanjut di kamar aja ya, Sekarang kita lanjutkan acara yang lain, Ayo sungkem sama Ibu kalian..!" Bi Ijah mengingatkanku masih dengan tawanya. Aku melirik kearah Hadi yang juga sedang melirikku. Akhirnya walaupun dengan perasaan tak menentu, kami menuruti keinginan mereka untuk sungkem dan menerima ucapan selamat dari para tamu undangan yang tersisa di situ, karena memang sebagian besar sudah pulang semenjak Farhan dan keluarganya membatalkan akad dan keluar dari rumahku.Usai menerima ucapan selamat dari para tamu, kini saatnya acara adat yaitu 'makan spertemon' acara adat ini dilakukan di sebagian daerah Serang, di mana pengantin akan disuruh makan bersama dan saling menyuapi dipandu oleh ibu dukun branak, alias paraji. Kini aku dan Bu Lidiya duduk saling berhadapan, dan di depan kami ada sepiring nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya. "Had, ayo suapin istrimu!" printah Ibu dukun padaku setelah selesai berdoa. Aku meraih sesuap makanan dan .. Blep.. Aku memasukan makanan yang cukup banyak ke mulutnya hingga dia tak bisa mengunyah. "Makan yang banyak, Bu! Ayo telen, ya Bu! Biar nanti malam Ibu kuat malam pertama hihi," bisikku di telinganya. Sungguh menyenangkan melihat Ibu dosenku ini tak berdaya mengikuti kemauanku. Entah kenapa dia memandangku dengan pandangan horror, sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu untuk membalasku. "Suamiku sayang, makan ini, ya! Biar kamu juga kuat , he he he," ucapnya di sertai kedipan mata. Ah, gawat, sepe
Hadi terlihat mondar-mandir di kamarnya. Sementara Shiena masih khusyu dengan lantunan bacaan ayat Alquran setelah ia selesai salat isya."Kamu gak salat, Had?" Shiena mencoba mencairkan suasana di kamar pengantin yang kaku dan aneh itu.Hadi terlihat kesal dengan pertanyaan wanita yang sudah shah menjadi istrinya itu. Hadi mulai mendekat ke arah Shiena dia menghempaskan bokongnya di dekat Shiena dan mulai berbisik."Bukan urusan Anda, Bu Dosen. Dengar, ya, Bu Shiena atau Bu Lidya atau Bu siapa kek, saya gak perduli dengan nama Ibu.Saya tegaskan sama ibu, Ibu ini memang sudah sah menjadi istri saya, tapi ibu sama sekali tidak berhak mengatur saya, karena saya tidak akan pernah menginginkan ibu menjadi istri saya, Bagi saya Ibu ini hanyalah dosen saya, tidak lebih. Cam kan baik-baik, Bu Lidya!" tegasnya dengan suara setengah berbisik, karena Hadi tak mau Mamanya mendengar percakapan mereka berdua.Deg..Jantung Shiena terasa nyeri mendengar kata-kata murid nya yang kini telah men
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 lewat, tapi Hadi masih gelisah, Hadi berusaha memejamkan matanya, tapi tak jua bisa ia lakukan.Bagaimana pun dia adalah laki-laki normal, yang apabila berduaan dengan perempuan pastilah timbul perasaan aneh."Gila, kenapa aku kegerahan gini, padahal AC nyala, tapi kenapa terasa panas. Apa karena ada Bu Lidya?" Hadi bergumam sendiri sambil melirik ke arah istrinya yang sudah terlelap.Mungkin karena ini bukan hal pertama bagi Shiena tidur di samping suami, jadi dia tak merasa gelisah, lain dengan Hadi yang memang baru pertama kali tidur di samping perempuan.Perlahan Hadi mendekat ke arah Shiena dan dipandanya wajah Shiena dengan seksama. "Manis juga kalau lagi merem kek gini. Astagfirullah kenapa aku jadi tertarik dengan wanita ini? Iih amit-amit, tapi ... sekarang dia istriku. Meski aku ngucap amit-amit berjuta kali, kenyataannya dia sekarang istriku.. Hadeuh, apa aku kualat, ya? karena aku sering menghinanya."Hadi terus saja merutuki diri sendiri y
Dengan malas, aku pergi ke dapur dan sarapan bersama Mama dan Lidya."Had, kamu ke Resto hari ini, kan?" tanya Mama. Aku langsung mengangguk sambil memasukkan sedikit nasi goreng ke mulutku.Tadinya kukira tak enak, setelah kucicipi, ternyata sangat lezat.Ternyata Lidya bukan hanya pintar dalam akademik, tapi juga pintar memasak. Eh, kenapa aku jadi memuji wanita itu?Aku melirik ke arah wanita yang sudah sah menjadi istriku ini. Ada yang berbeda dari wajahnya, tapi entah apa. Setelah kuingat, ternyata dia tidak memakai kaca matanya."Ternyata tanpa kaca mata, wajah dia lebih terlihat muda," pujiku, tentunya hanya dalam hati. Kalau aku langsung mengatakan dia cantik, bisa-bisa besar kepala dia."Hadi! kok, malah bengong? Hmm, mentang-mentang pengantin baru, diliatin terus, apa belum puas semalaman berduaan?" sindir Mama, yang tentunya membuatku terkesiap. Sementara Lidya, kulihat ia melirikku, kemudian tersenyum ke arah Mama."He-he-he, Hmm Mama tadi nanya Hadi ke Resto, kan?" tany
Pov ShienaHari ini aku benar-benar dibuat jengkel oleh kelakuan laki-laki yang kini sudah sah menjadi suamiku ini.Seenaknya saja dia nyelonong masuk saat aku membersihkan Basmah. Aku paling tidak suka saat anakku mandi ditonton orang, meski itu keluarga sendiri. Seorang janda yang punya anak perempuan kemudian menikah lagi, harus hati-hati menjaga anak perempuannya. Meski seorang ayah tiri telah menjadi mahram dan haram menikahi, tapi sebagai ibu kita wajib hati-hati agar anak tak terlalu dekat dengan ayah tiri. Sudah banyak kejadian yang terjadi di masyarakat. Bukannya kita harus curiga pada suami, tapi kita wajib menjaga pergaulan diantaranya harus ada batasan tertentu antara anak kita dan ayah tirinya tidak tergoda oleh bujukan setan yang selalu saja mengambil kesempatan menggoda bani Adam.Aku ingin mengajarkan anak agar menutup aurat dan itu aku awali dengan cara tidak mempertontonkan bagian tubuh yang sensitif dimulai dari kecil.Setelah aku selesai dengan Basmah, aku gegas
Entah perasaan apa yang kurasa saat ini, aku begitu berbunga-bunga dan selalu saja ingin tersenyum bila mengingat wajah wanita yang sudah sah menjadi istriku itu.Hari ini aku puas sekali karena sudah berhasil mengerjai dia dari pagi. Entah kenapa aku sangat senang melihat wajahnya yang sedang menahan amarah dan jengkel atas kelakuanku.Aku senang sekali kala melihat dia menyalamiku dan mencium tanganku. Dosen yang selama ini selalu galak dan memberiku hukuman, kini malah mencium tanganku. Ah, rasanya sungguh menyenangkan."Mas Hadi, kenapa melamun?" Suara cempreng itu membuyarkan lamunanku. Mataku membulat melihat wanita di depanku. Marina, gadis cantik yang sudah beberapa bulan bekerja di cafe ibuku ini sebagai kasir.Aku memacari gadis ini sejak dua bulan lalu, tepatnya saat si Nisa pergi tanpa kabar. Entahlah, sejak si Nisa pergi, aku kesepian. Dan untuk mengobati itu, aku memacari beberapa orang gadis, di antaranya Marina dan Lena, teman kampusku."Eh, Enggak, Kok, kamu lagi ngap
Hari berganti hari, tak terasa sekarang sudah seminggu aku menjadi suami dari Shiena. Hari ini adalah hari pertama dia akan masuk kampus lagi untuk mengajar.Pagi ini dia terlihat sudah bersiap-siap, tapi kali ini penampilannya sungguh berbeda. Ya, biasanya dia kalau mengajar selalu memakai pakaian yang longgar dan kuno, gaya jilbabnya pun dia tidak meniru orang lain.Tapi hari ini dia memakai gamis kekiinian yang ia padu dengan pashmina. Ia juga memakai outer sebuah jas. Meski dia masih memakai kaca mata, ia tetap terlihat anggun dan cantik dengan gayanya itu."Had, boleh minta tolong, gak?" tanyanya padaku setelah ia selesai berpakaian."Apa itu? " tanyaku singkat. "Tolong anterin Basmah ke sekolahannya, ya! Aku hari ini harus segera berangkat karena akan ada rapat di kantor,"Usai berkata begitu, dia segera meraih tanganku dan menciumnya, kemudian pergi mengendarai mobilnya, sebuah mobil sedan berlogo bintang yang harganya di atas 700 juta. Entahlah, aku sendiri heran dari mana i
Pov 3Hadi tersenyum tipis melihat Shiena duduk di tepi ranjang sambil membaca buku. Ada kedamaian di hatinya saat melihat wajah manis istrinya itu."Dia memang gak cantik, tapi sangat manis ternyata. Meski di usianya yang sudah lebih dari 30, ternyata dia masih terlihat menggemaskan. Kemana saja aku selama ini. Ah, sepertinya rasa ini bukan hal yang baru. Apa selama ini aku sudah mencintai dia, tapi karena gengsiku saja aku tak mampu mengungkapkan rasa," batin Hadi. Dia terlihat bahagia sampai-sampai dia tak sadar saat Shiena bangkit dan menepuk tangannya.Plak!"Ngapain kamu bengong? Hmm aku tahu, kamu lagi merhatiin aku ya?" tanya Shiena."Aduh! Hehe Ibu, ngagetin aja. Kok, gak tidur?" tanyanya mengalihkan perhatian Shiena."Aku masih baca novel. Kamu sendiri ngapain senyam-senyum gitu ngelihatin aku? Ouh, ketahuan, kamu mulai naksir sama istri kamu ini, iya, kan?" ledek Shiena sambil berjalan mengitari tubuh suaminya. "Makanya, jangan sok ngomong aku janda buluk، sekarang malah