Sejurus kemudian, notifikasi pesan terbaru ke ponsel tersebut.
Dila kembali menoleh untuk membaca pesan tersebut. Walaupun dia tidak bisa membuka ponsel tersebut dan membaca isi pesan secara keseluruhan, dia masih bisa membaca lewat notifikasi di depan layar.Pesan masuk masih dari emoticon bunga mawar tadi.[Aku sudah terima, Yang. Makasih, ya! Jangan bosan menyayangiku terus. Kamu memang sangat aku andalkan] emoticon memberi ciuman.Deru dadanya semakin bergejolak dan terasa panas. Pesan tersebut sangat jelas tertulis di sana. Dila semakin yakin kalau Radit pasti berselingkuh atau memiliki hubungan dengan suara wanita di sambungan telepon saban hari dan seseorang dengan nama ber-emoticon bunga mawar.Pintu kamar mandi bergeser. Lelaki itu keluar dari kamar mandi setelah membersihkan badan. Ia berjalan, mendekati nakas dan meraih ponselnya.Ia mengetik sesuatu di layar benda pipih tersebut, kemudian meletakkannya kembali. Ia menuju lemari sambil sesekali bersiul. Wajahnya sudah berubah ceria.Dila mencoba, menguasai dirinya agar tetap tenang. Sakit melihat lelaki itu tersenyum menatap layar ponsel di tangannya. Dia sudah menduga bahwa Radit menjawab pesan tadi.Radit bergegas keluar kamar, setelah selesai memakai pakaian. Ia hanya mengenakan kaos dan short pants dari jeans. Lelaki itu sudah sering keluar sore hari dan entah ke mana.Awalnya, Dila tidak berpikir yang aneh-aneh. Namun, perasaannya semakin tidak enak dan terganggu semenjak pesan tadi dan juga suara wanita yang menjawab panggilan telepon darinya saban hari.Ia berpikir sejenak untuk mencari tahu yang sesungguhnya. Rasa penasarannya sudah tidak bisa ditahan lagi. Tiba-tiba, Ia mendapatkan ide.Dia pun meraih ponselnya dan menghubungi seseorang di kantor, tempat Radit bekerja.[Assalamualaikum. Sore, Nit. Mau nanya, apakah malam ini ada lembur di kantor?]Pesan telah terkirim dan belum ada jawaban. Dila masih menunggu jawaban dari temannya di seberang.Lima menit berlalu!Dila membalikkan badan tatkala mendengar notifikasi pesan masuk.[Waalaikumsalam. Sepertinya tidak ada, Dil. Aku dan suamiku masih di rumah bersama anak-anak, kok] balasan dari Nisa, temannya.Dila dan Nita mulai akrab semenjak Radit bekerja di kantor yang sama dengan temannya tersebut. Selain itu, mereka sering bertemu di acara yang diadakan oleh kantor, tempat suaminya bekerja.[Baik, makasih ya, Nit][Emangnya, ada apa Dil?]Dila ragu untuk menjawab pertanyaan dari temannya. Ia belum yakin dengan kecurigaannya. Namun, dia juga tidak tahu bagaimana harus membuktikannya. Ia masih bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan tersebut.[Cerita saja ke aku, Dil. Mungkin aku bisa bantu] pesan masuk lagi. Dila membaca pesan tersebut.Nita merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh temannya. Ia juga wanita dan bisa merasakan hal itu.[Aku juga bingung, Nit. Mau mulai dari mana. Akhir-akhir ini, Bang Radit terlihat berbeda]Nita mulai teringat dengan gelagat Radit yang berbeda beberapa bulan terakhir. Ia yakin ada sesuatu. Mungkin saatnya untuk memberitahu temannya.Kalau dulu ia masih ragu untuk memberitahu karena tidak ingin mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Namun, curhatan Dila mengingatkannya kembali.[Aku juga merasakan ada yang aneh dengan suamimu, Dil. Biasanya, dia makan siang bersama Bang Tyar di kantin. Tapi beberapa bulan ini dia selalu keluar dan ngomong pengen makan di luar]Tyar merupakan suami Nita, juga teman Radit. Mereka sering nongkrong di kantin untuk makan siang sekaligus membahas segala hal.Kadang, Nita ikut bergabung dengan mereka. Ia juga bekerja di kantor tersebut.Dila mengerutkan kening, membaca pesan dari Nita.[Sudah berapa lama, Niy? Kamu tahu dia ke mana?][Sekitar tiga atau empat bulan terakhir. Aku gak tahu dia ke mana. Aku pikir ke rumahnya mau makan siang di situ][Makasih ya, Nit, infonya][Kalau kau butuh sesuatu, aku bisa bantuin, Dil][Iya, Nit. Makasih, ya. Nanti aku WA lagi. Mau momong si baby dulu][Okay, Dil. See you! Jangan sungkan ya, kalau butuh bantuan atau info lagi]Nita tahu bahwa Dila harus menjaga kesehatannya dan juga bayinya. Apalagi setelah operasi caesar. Ia akan berusaha membantu yang bisa dia lakukan untuk temannya.***Dila sudah rapi dengan pakaiannya. Sebuah mobil sudah menunggu di depan rumah. Syifa dan adiknya ia bawa ditemani oleh baby sitter-nya.Hanya itu salah satu cara agar dia bisa selalu mengecek keadaan bayinya. Lagi pula, pekerjaan di kedai dilakukan oleh karyawan. Dia hanya mengecek dan memerhatikan segala sesuatu yang diperlukan."Mau ke mana sepagi ini? Rapi banget!""Mau kerja. Assalamualaikum, Bu!"Radit terdiam sepersekian detik melihat istrinya sudah rapi dengan dandanannya."Loh, sarapan pagi belum dibuat?" Bu Santi terkejut karena tidak melihat sarapan di atas meja. "Radit, istrimu tidak membuatkan kopi untukmu?" Radit juga sudah duduk di kursi, kemudian berdiri lagi.Mereka mengira makanan sudah tersedia. ART yang akan dipekerjakan belum dapat. Lebih tepatnya, Radit belum mencari."Dila, buatkan dulu kopi untuk Abang! Jangan lupa kudapannya.""Bukannya sudah ada ART? Aku gak pegang duit banyak kalau buat kudapan. Kenapa tidak menunggu ART saja?"Dila sengaja mengungkit ART kepada Radit agar tidak pura-pura lupa. Keperluan dapur dan rumah sudah dipangkas oleh lelaki itu. Dila sudah tidak memegang duit untuk keperluan rumah."Radit, mana ART yang kau janjikan ke ibu?" Bu Santi senang karena mendengar dari Dila bahwa putranya sudah menyewa ART.Ia masih menunggu jawaban putranya."Radit sudah hubungi jasa penyalur, Bu. Mungkin besok datangnya. Ditunggu aja.""Trus, hari ini gak ada ART?" Wanita tua itu mulai kesal dengan jawaban putranya."Dil, bisa kau buatkan kami sarapan dulu, kemudian kau pergi?" pinta Radit."Kau sudah membeli bahan makanan untuk dibuat? Aku gak mau bolak-balik hanya untuk membeli bahan makanan itu.""Kau itu istri, Dil. Harusnya, kau menyiapkan sarapan.""Mungkin bang Radit lupa. Aku tidak memegang duit untuk keperluan rumah. Itu yang diucapkannya.""Atau tidak, suruh baby sitter-mu itu membuatkan kami sarapan.""Aku akan terlambat bekerja. Belum lagi menunggunya membeli bahan makanan dan membuat sarapan untuk kalian. Kenapa tidak menunggu ART yang kalian sewa aja?Baby sitter-ku hanya bekerja untukku dan ikut denganku. Permisi, aku pergi dulu! Assalamualaikum ...." Dila beranjak pergi.Mereka terpaku seketika mendengar ucapan Dila."Tuh, kan, Dit. Kamu bisa lihat sendiri seperti apa sikap istrimu.""Hei ... Hei ... Rapi banget! Mau ke mana?" Dila berpapasan dengan Sela, iparnya."Biasa, mau ngantor.""Ih, sombong amat! Baru aja diterima kerja udah belagu. Palingan sebulan udah resign. Hahaha ....""Oh, ya. Sorry, aku mau telat. Bye!" Dila tidak peduli dengan ejekan iparnya itu.Sela dari dulu tidak pernah menghargainya sebagai kakak ipar. Justru selalu membanding-bandingkan dirinya yang bekerja dengan Dila.Dila memang tidak bekerja lagi semenjak menikah dengan Radit. Itulah kenapa dia dianggap remeh. Dila tidak terlalu ambil pusing.Namun, sampai saat ini sikap iparnya itu semakin menyakitkan. Mungkin dia juga harus memberi pelajaran kepada orang seperti Sela suatu saat nanti.Dila memasuki mobil yang menjemputnya. Sela sempat membelalakkan mata saat melihat Dila memasuki mobil. Secepatnya, dia tepis pikirannya. Mungkin saja taksi yang menjemput Dila.***Dila berisitirahat sebentar setelah mengecek semua perlengkapan dan kebutuhan di kedai setelah tiba. Dia hanya bisa berkabar lewat panggilan telepon bersama ibunya tentang perkembangan kedai.Ibunya tidak bisa datang karena harus menemani bapaknya yang sakit. Dila berencana akan menjenguk mereka setelah dari kedai.Sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Ia pun meraih ponselnya."Dila, ada yang harus kuberitahu.""Tentang apa, Nit?""Tadi itu saat kami ke kantor bersama Bang Tyar, aku lihat Radit berbelok menuju sebuah restoran. Jadi, aku putuskan berhenti untuk mengikutinya dan Bang Tyar kubiarkan pergi sendiri ke kantor.""Bang Radit! Trus dia ngapain ke restoran?""Nah, itu dia, Dil. Mungkin kau akan terkejut, Dil. Aku juga syok lihatnya. Tau gak siapa yang dia temui?""Maksudmu gimana, Nit?"Tidak berselang lama, Nita mengirim beberapa gambar yang diambilnya ke ponsel milik Dila. Dugaannya beberapa hari terakhir semakin membuatnya yakin. Ternyata, Radit memiliki wanita selingkuhan. Wajah wanita di dalam foto tersebut masih sangat muda dan tidak terlalu tua. Jelas sekali di gambar tersebut mereka terlihat sangat mesra. Radit beberapa kali mengelus tangan wanita di depannya dan mencubit dagu sambil tersenyum.Mata Dila menatap tajam ke gambar kemudian memerah karena sakit. Namun, perasaan jijik mulai membentuk dari sudut bibirnya. Lelaki itu sangat tidak malu mempertontonkan perlakuannya di depan orang banyak. Dila kemudian menutup video yang belum selesai ditontonnya. Nita merekam juga selain mengambil gambar kedua insan yang sangat intim dan mesra itu."Dil, kamu baik-baik saja 'kan?" Nita merasa
Dila memasuki kamar di mana Asti dan kedua anaknya sudah lama menunggu di dalam. Asti sangat mengerti, sehingga membawa mereka agar tidak mendengar pertengkaran orang dewasa. Dila sudah tidak peduli dengan penilaian keluarga suaminya padanya. Keberadaannya saja dianggap sesuatu yang tidak berguna. Ia merasa seolah orang asing di rumah keluarga suaminya sendiri. Ipar yang julid, mertua yang menusuknya dari belakang, dan suami yang tidak tahu diri dan bertanggung jawab. Ia merasa muak dengan semua yang penuh kepura-puraan. Diam terus akan semakin ditindas. Ia sudah tidak tahan dengan semuanya. Pilihannya dia harus menentukan sendiri."Dila, kamu kenapa semakin berubah seperti ini? Abang seperti tidak mengenalmu lagi." Radit memasuki kamar. Dia belum puas berbicara dengan Dila sehingga mengikutinya ke kamar. "Maaf, Non. Saya izin keluar!" Asti merasa tidak nyaman ikut campur dengan masalah majikannya. Ia pun memutuskan keluar dengan membawa Syifa dan baby Nisya ke kamar kosong yang
Dila sudah berdiri tepat di tengah pintu sambil melipat kedua tangannya di atas dada. Tatapannya sangat tajam."Bang .... Siapa yang Abang ajak bicara? Jadi, seperti ini yang kau lakukan di belakangku? Abang punya hubungan dengan seseorang "kan? Jujur ...." Suara Dila sudah meninggi, kemudian terjeda. Seketika, lelaki itu membalikkan badan dan menoleh ke Dila. "Ssst ...." Ia memberi isyarat dengan menempelkan telunjuknya ke bibirnya. "Jadi, gitu Wan caranya merayu agar hati istrimu luluh kembali." Radit seolah masih serius berbicara di dalam sambungan telepon. "Sudah dulu, Wan. Kita sambung lagi besok." Ponsel yang menempel di telinga sudah diturunkan.Dila mengernyitkan dahi. Dia sangat tidak mengerti."Tadi, teman sedang curhat. Dia minta saran bagaimana meluluhkan hati pasangannya. Mereka sedang tidak akur. Jadi, Abang hanya bantu sebisanya." Radit memberi penjelasan."Teman? Abang tidak berbohong 'kan? Aku sudah mendengar semua percakapanmu, Bang. Jangan berani menipuku." Dila m
Dila masih menatap foto tersebut. Pikirannya kembali membayangkan wajah wanita yang dibawa oleh Radit, kemudian membandingkannya. Ia sangat yakin mereka orang yang sama, hanya berbeda dari penampilan saja. Deru di dadanya memompa dan tidak menentu. "Ma, Papa dengan siapa tadi?" Dila menoleh pada putrinya sambil mengusap rambutnya. "Dengan ART yang akan membantu bersih-bersih di rumah nenek.""Kok, Mama sedih?""Tidak, Sayang." Dila buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tidak ingin putrinya melihat kalau ibunya bersedih. Ia memikirkan nasib kedua putrinya di kemudian hari tanpa sosok ayah di samping mereka. Ia mulai memikirkan matang-matang tentang keputusannya. Keputusannya untuk berpisah nanti akan mengorbankan nasib kedua putrinya. Hal itu yang mulai mengganggunya belakangan ini.Radit semakin nekat. Dia mencoba untuk membohongi istri dan keluarganya. Namun ternyata, dia salah. Istrinya sangat mudah mengenal siasatnya. Mungkin juga karena lelaki itu tidak bisa men
Dorongan pintu sangat keras menghentak dinding. Cukup mengejutkan orang di dalam. Matanya sangat tajam seakan menembus setiap inci benda yang dipandangnya. Ia tidak menyangka lelaki itu sangat nekat membawa selingkuhannya di rumah. Deru jantungnya memompa makin tidak menentu. Kedua insan di dalam ruangan tersebut membeku. Seakan berubah menjadi batu. Lelaki bercambang itu kalang kabut. Ia tidak sempat menutup dirinya, begitu juga wanita yang berbaring itu. "Jadi, kalian yang berzina di rumah ini? Bang, kamu berzina dengan wanita pelacur ini?" teriak Dila, hingga suaranya terdengar di luar rumah.Dila berhenti di situ saja. Ia terus mencecar Radit dengan berbagai pertanyaan. Tentang pembicaraan lelaki itu di telepon saban hari dengan seorang wanita, dan suara yang menjawab di telepon. Ia baru ingat bahwa suara yang menjawab panggilannya di ponsel sangat mirip.Radit mulai mencari pakaiannya yang entah berserakan ke mana. Nafsu telah menguasai mereka, sehingga tidak sadar telah melem
Warga belum puas sehingga memutuskan tetap berkerumun. Mereka tidak pulang melainkan menunggu pihak yang berwajib untuk membawa kedua pasangan tersebut. Bu Santi masih syok. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Mendengar kenyataan putranya berzina di rumahnya membuat hatinya perih. Putra yang dibanggakannya telah menodai kepercayaan dan kebanggaannya. "Nak Dila tunggu sebentar, ya. Pihak kepolisian sedang membuat informasi dan kesaksian Nak Dila." Pak RT meminta Dila agar tidak pergi. Dila hanya mengangguk. Ia tidak bisa menahan rasa sakitnya yang sangat dalam, karena dikhianati oleh lelaki yang telah menikahinya tiga tahun terakhir. Ternyata menyaksikan sendiri, terasa lebih sakit daripada mendengar dari kesaksian orang. Ia masih sangat terpukul. Beberapa warga masih mengira bahwa Radit membawa wanita itu untuk berhubungan di rumah tersebut. Namun, Bu Santi menjelaskan bahwa wanita yang bersama Radit, seorang ART yang akan bekerja di rumahnya. Ia yang meminta putranya mencarikan se
Enam pasang mata itu masih menatapnya tajam saat meninggalkan rumah. Ucapan Dila tadi membuat mereka meradang. Marah dan juga kesal sudah menyatu.Pisah memang pilihan yang berat. Namun untuk kondisinya saat ini merupakan pilihan yang tepat. Mempertahankan bahtera rumah tangga dengan Radit lambat laun akan rubuh juga fondasi yang dibangun. Lelaki itu yang merubuhkannya sendiri. Radit telah menodai perjanjian di atas altar nikah yang pernah diucapkannya. Hati Dila sakit melihat putrinya, yang terus-menerus memanggil ayahnya untuk mengikuti mereka. Dila mencoba menenangkan putrinya. Ia mencoba ikhlas menerima kenyataan pahit tentang nasib kedua putrinya. Ia sadar kedua gadis kecilnya masih membutuhkan sosok ayah di samping mereka. Anak kecil itu belum mengerti dengan apa yang terjadi. Ia hanya ingin ayahnya menyahut ajakannya. Gadis kecil berusia tiga tahun itu menghampiri, kemudian mencoba menarik tangan ayahnya, tetapi digagalkan oleh ibunya.Dia ingin bertanya kenapa. Ia tidak men
Ternyata pernikahan siri antara Radit dan Serli bukan sebelum kejadian tertangkap basah beberapa hari yang lalu itu, tetapi sebaliknya. Kebohongan yang dilakukan Radit bisa ditahu oleh warga sekitar, berkat kekuatan jejak digital yang ditelusuri warganet. Radit semakin tidak nyaman saat bekerja apalagi melintas di depan ruang kerja teman kantor. Pernikahan sirinya sudah menjadi buah bibir di kantor, tidak bisa disembunyikan lagi. ***"Aku muak kerja lagi!" Lelaki bercambang itu melempar tasnya begitu saja. "Kenapa, Dit?" "Muak, Bu dengan teman-teman di kantor. Apa tidak ada pembahasan lain selain menggosipkan tentangku?""Orang-orang memang seperti itu. Udah biarin aja!""Awalnya aku cuek, tetapi lama-kelamaan jadi jengkel juga," sungut Radit. "Dan ternyata mereka sudah tahu kalau ....""Kalau kenapa?" tanya ibunya penasaran. Radit tidak melanjutkan penjelasannya. Ia khawatir ibunya tahu kalau dia belum nikah siri dengan Serli. Ia pun memilih menutup mulut."Kalau a-ku nikah siri