Wanita paruh baya yang baru-baru ini kuketahui namanya adalah Elaine menatap lamat sejak beberapa menit kedatanganku di kantornya. Mulai dari ujung kaki hingga kepala dan matanya berhenti, tepat di wajahku yang terbilang cukup tampan. Entah bagi orang lain.
Tak segan-segan, dia meraih ujung kaus hitam yang kukenakan.
"Apa-apaan ini?!" teriakku seraya menyergah tangannya yang berusaha mengangkat kausku.
"Saya harus melihat bentuk tubuhmu. Ini sudah menjadi prosedur bagi aktor dan artis baru di agensi."
Ini benar-benar sangat sulit diterima. Aku tidak suka direndahkan orang lain, terutama seorang wanita. Dan setiap kali ia menatap, aku seperti tidak berarti apa-apa. Walau demikian benar, diriku yang miskin telah selalu dipandang sebelah mata.
Dengan sedikit terpaksa, kulemaskan tangan. "Gue bisa buka baju sendiri!"
Tubuhku yang cukup proporsional dengan otot-otot menyembul di bicep dan tricep, terutama dada bidang dan perutku yang begitu sixpack membuat wanita itu tercengang, lalu bibirnya membentuk kurva.
"Fantastis! Kamu melebihi ekspektasi. Saya pikir kamu yang jarang makan ini akan terlihat sangat kurus. Sepertinya mulai sekarang kamu akan jadi bintang utama agensi yang paling sering mendapatkan proyek."
Elaine melangkah ke meja dan duduk di sana, lalu bersedekap tangan.
"Tapi, tubuh saja tidak cukup. Ada hal yang lebih penting dari itu."
Aku sudah menduga sejak awal. Meski dia tak menyebutkan hal penting itu, paling tidak aku tahu yang menjadi fokus utama sebuah agensi film dewasa. Ya, betul sekali.
Tatapanku masih lamat dengan kerutan di dahi yang semakin bertambah.
"Jangan menatap saya seperti itu. Kamu sudah tahu, kan, hal penting itu? Jadi, tunjukkan pada saya sekarang."
Sebenarnya tidak ada hal yang bisa aku katakan. Bantahan sekalipun tidak akan membuat wanita itu urung memintaku melakukannya.
"Apa yang kamu tunggu? Ayo, buka celanamu. Saya ingin memastikan saja seberapa besar milikmu agar saya bisa memperkirakan dengan artis mana saja kamu akan dipasangkan."
Dengan berat hati, aku membuka celana jeans panjang sobek-sobek yang kukenakan. Begitu malu, sudah pasti, jangan ditanya lagi. Namun, jika ini merupakan prosedur, aktor-aktor lain pasti pernah melakukannya. Jadi, menurutku ini tidak perlu terlalu dipikirkan.
"Kenapa hanya berhenti di celana? Masih ada di baliknya. Hmm, kamu menyukai warna hitam, ya. Baiklah, cepat buka itu agar saya cepat selesai mencatat semuanya untuk diserahkan sebagai laporan. Setelah ini, kamu akan mendapatkan bayaran di muka," jelas Elaine dengan wajah seperti biasa yang sama sekali tak menunjukkan ekspresi apa pun.
Aku bertanya-tanya, apakah sebenarnya wanita ini tidak memiliki nafsu sama sekali pada lawan jenis? Saat menatapku saja, dia seperti tak tertarik dengan tubuh atletisku.
"Kamu lolos!" tegasnya dengan senyuman lebar, kemudian menuliskan sesuatu pada sebuah kertas. "Baiklah, sudah cukup untuk hari ini. Sebentar lagi, kamu akan bertemu dengan artis baru yang sudah saya ceritakan sebelumnya. Jangan khawatir karena dia sangat cantik."
Selang beberapa saat menunggu wanita itu selesai dengan pekerjaannya di komputer, dia duduk di sebelahku. Entah apa arti dari tatapannya yang begitu menusuk dilengkapi senyuman yang tak juga sirna.
"Kenapa lo melihat gue kayak gitu?"
"Kamu sangat tampan, Adrian. Tapi, saya heran, kenapa kamu sangat bodoh."
"Apa maksud lo?!"
"Ya, kamu sangat bodoh."
Tangan kanannya meraba-raba pahaku, sedangkan tangan kirinya dimasukkan ke dalam kausku.
"Apa yang lo lakuin?! Bukannya semua udah selesai?!"
Karena mengira dia melakukan prosedur, aku membiarkannya. Namun, ternyata itu jauh lebih dari yang aku bayangkan. Elusan-elusan pelan yang dihasilkan kulit tangannya memberikan sensasi yang nikmat, membuat bulu-bulu di sekujur tubuhku berdiri.
Aku tidak pernah merasa senikmat ini. Bahkan mengingat momen di SMA dulu, saat aku melakukannya bersama Nindya, ini jauh berbeda. Elaine sangat pintar karena bisa membuat laki-laki sepertiku hampir saja mengeluarkan suara kenikmatan.
Elaine mendekatkan wajah sehingga aku dapat merasakan embusan napasnya. Aku tahu dia sengaja melakukan hal seperti ini. Mungkin untuk melatih atau kemungkinan besar sekadar mempermainkan laki-laki awam sepertiku.
Napasku yang menderu dan semakin cepat menandakan telah tidak sanggup menerima serangan sepihak. Dia perempuan yang sangat cantik, meskipun usianya terbilang jauh di atasku. Namun, bukankah itu tidak penting?
Apakah aku harus melakukannya saat ini dengan Elaine? Apakah aku harus membalas semua perlakuannya? Tapi, bagaimana jika yang dia lakukan hanya sebuah prosedur? Dia seorang direktur di agensi. Bolehkah aku melakukan hal ini dengannya?
Tubuhku benar-benar terasa lemas hingga pada akhirnya memilih menyandarkan punggung di sofa, membiarkannya melakukan apa pun yang diinginkan.
Ah, kenikmatan itu rasanya mulai masuk ke setiap sel syaraf. Seketika kepala dan sekitar telingaku terasa jauh lebih panas. Tangan Elaine masih bermain-main, jangkauannya kini lebih luas. Dia telah berani meraba-raba leherku.
Mataku terpejam beberapa saat, lalu terbuka lagi, melihat wajah Elaine yang benar-benar licik. Aku pasti akan membalasnya dan akan melakukan hal itu padanya.
Tanganku bergerak perlahan, berniat menggapai kepalanya. Namun, dia menghindar, mendekatkan mulut di telingaku dan berbisik, "Nikmat, bukan?"
Terlalu tanggung untuk dikatakan sebagai kenikmatan. Aku menginginkan hal lebih sekarang. Aku ingin dia terus melakukannya, meraba-raba sekujur tubuhku dan melupakan semua masalah yang menyerang perasaan sejenak saja.
Namun, benar dugaanku bahwa Elaine hanya berniat mempermainkan.
"Oke, sudah cukup. Ternyata kamu cukup pemula dalam hal ini. Yah, tidak apa-apa. Agensi memiliki banyak resep obat untuk membuatmu tangguh saat syuting."
Aku menatap Elaine kecewa. Dan dia benar-benar mengetahuinya.
"Kenapa kamu menatap saya seperti itu? Jangan geer, Adrian. Meskipun kamu tampan dan punya tubuh yang sangat bagus, kamu bukan tipe saya. Saya lebih menyukai perempuan daripada seorang lelaki."
Melihatku yang sangat terkejut saat mengetahui kenyataan bahwa dirinya merupakan seseorang yang memiliki orientasi seksual menyimpang, lantas terkikik keji.
"Apa kamu terkejut? Ya, tidak apa-apa. Tapi, kalau kamu mau, saya bisa menemanimu malam ini. Anggap saja sebagai bonus karena kamu sudah menyelamatkan agensi ini dari kerugian. Kamu akan menjadi bintang yang populer dan penjualan filmnya pasti akan meledak di pasaran."
"Jangan merendahkan gue! Lo pikir gue ..."
"Saya bisa mengetahui kalau kamu menikmati elusan-elusan kecil tangan saya. Kamu pikir sudah berapa lama saya menjadi direktur di sini? Sudah lebih dari 10 tahun dan saya tahu kamu menikmatinya. Tapi, kalau kamu tidak mau, itu bukan masalah.
Kamu bisa melakukannya dengan perempuan lain atau justru melakukannya sendiri."
Saat aku akan menyergah, pintu ruangan yang cukup luas ini, diketuk.
"Sepertinya artis kita sudah datang."
Elaine berjalan ke pintu. "Selamat datang, Siska."
Seorang gadis berambut panjang, memiliki lesung pipit bergerak masuk dan mulai duduk di sebelahku. Lututnya yang sangat putih dan bersih dapat terlihat karena mengenakan rok mini di atas lutut. Bahkan meski dua gunung kembar itu sedang disembunyikan di balik baju berwarna kuning berlengan panjang, aku sudah bisa membayangkan sebesar apa miliknya.
Sepertinya otakku telah mulai rusak sejak kedatanganku di CatHub. Bahkan setelah elusan-elusan lembut yang dilakukan Elaine, fantasiku bergentayangan ke mana-mana.
"Hai, kenalin. Gue Siska." Dengan senyuman lebar, perempuan itu mengacungkan tangan.
"Adrian. Adrian Satria Sanjaya."
Ah, wangi parfum melati yang begitu menusuk ke lubang hidung, semakin membuatku berkhayal dirinya tanpa busana dan bermain-main di ranjang bersamaku. Inikah dunia yang penuh kekosongan?
-II-
Suasana yang terjadi di sekitar ruangan benar-benar mencekam. Aku sama sekali tidak berani mengarahkan tatapan pada gadis bernama Siska yang tengah duduk di sampingku. Sebab, segala macam pikiran menjijikkan telah singgah di kepala. Aku tidak bisa berhenti membayangkan kemolekan tubuh gadis itu, yang kata Elaine masih virgin.Aku tidak berusaha menjadi orang munafik, ibarat seekor kucing yang ditawari ikan segar. Mungkin kami merasakan hal yang sama sebagai seorang model baru yang tidak cukup berpengalaman.
"Baiklah. Kalau begitu, saya akan membiarkan kalian selama satu jam berada di ruangan ini. Mulailah berkomunikasi dan saling mengenal."Aku benar-benar tidak pandai berkomunikasi dengan seorang perempuan yang baru saja kutemui. Namun, sepertinya ini harus dilakukan sesuai arahan Elaine. Seperti yang kalian ketahui, ini merupakan pekerjaan baruku. Apa pun risikonya, aku harus mendapatkan uang untuk sekadar menyambung hidup.
Dengan hanya menggunakan dalaman berwarna merah, Elaine menumpu tubuh dengan kedua tangan di masing-masing sisi kepalaku, dia berada di atas. Rambut lurus panjangnya yang wangi menyentuh sebagian wajahku. Mata wanita itu lamat, tentu dengan senyuman tipis yang mengiringi.Aku rasa, itu bukan senyuman yang dapat dikategorikan positif. Dia seolah-olah sedang mengintimidasi dengan perlakuannya saat ini. Apalagi, aku bisa melihat dua gundukan yang tidak jauh lebih besar dari milik Siska. Namun, itu sangat menggoda. Ya, sepertinya
Rosemary Ananda, perempuan manis dengan bibir tipis yang sangat menggoda. Ditambah lagi rambut bergelombangnya memberikan kesan keanggunan yang tiada tara. Aku selalu bisa terpesona oleh wajah tirusnya yang kadang merona saat berada di frame. Apa pun yang berhubungan dengannya, bahkan iklan sekalipun yang bisa menipu di media internet selalu saja membuatku langsung mengunjunginya.Namun, kini dia nyata berada di hadapanku. Sudah kuduga dari awal, berada di gedung agensi ini akan selalu membuatku menelan saliva dan menahan hasrat yang telah membludak.Sedari tadi, karena telah berhasil tersihir wajah manis gadis itu, aku bergeming. Sedangkan Ananda perlahan-lahan bangkit.“Kamu nggak apa-apa?” tanya gadis manis mengenakan pita berwarna merah muda itu yang seketika membuatku sadar dari imaji.Sudah tak diragukan lagi. Bahkan meski dia hanya berada di layar ponsel, Ananda selalu sukses menjadikanku manusia imajinatif dengan seribu pikiran kotor n
Jika ini yang terjadi, maka tak ada bedanya dengan tidak melakukan apa-apa. Aku bertanya-tanya, apakah usaha yang telah kulakukan sia-sia? Terlebih lagi, aku telah terlanjur melangkah ke jalan yang penuh kegelapan. Aku akan banyak menghabiskan waktu dengan para perempuan baru, tidur dengan mereka, melakukan hal yang nikmat, tapi penuh kekosongan.Sebentar, ada yang aneh denganku. Mengapa air mataku tak dapat dikeluarkan bahkan setelah mengetahui kabar bahwa ibuku telah tak lagi bernyawa? Hati hitamku terlampau jahat, menutupi segala rasa yang awalnya biasa-biasa saja.Ada sebuah kelegaan yang terasa. Senangkah aku dengan kematian ibuku?Setidaknya, aku telah berjuang sekuat tenaga, bahkan hingga mengabaikan setiap rasa lapar yang hadir.“Saya turut berduka cita atas meninggalnya ibumu, Adrian,” ucap Elaine yang tengah menikmati rokok dan kopi di sebelahku. “Apa kamu sangat terpukul?”Tanpa berat hati, aku menatap wanita ters
Sesi syuting pertama telah berakhir dan bagiku cukup melelahkan. Untungnya, adegan dalam naskah film itu dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Walau begitu, ketidaknikmatan ini harus aku tanggung dan menjadi risiko paling besar. Padahal, Siska telah menawarkan agar kami melakukannya setelah sesi syuting."Hai, Adrian! Gue suka cara main lo!" ucap Siska setelah selesai membersihkan keringat yang bercucur di wajah dan leher. "Gimana sama perjanjian kita? Apakah kita akan ..."
"Ini kunci mobil dan ini kunci rumah baru untukmu."Aku cukup tercengang ketika Elaine menyodorkan dua kunci untukku. Sambil mengangkat sebelah alis, aku bertanya, "Kunci? Buat apa?""Itu fasilitas dari agensi. Kamu mendapatkannya jauh lebih cepat dari yang lain. Kamu tahu kenapa?"Elaine menyesap rokok putihnya sambil menyelonjorkan kaki di atas meja. "Itu karena kamu sudah sangat berprestasi. Penjualan film pertama yang diluncurkan eksklusif di website resmi telah mencapai 500 ribu pembeli. Grafik yang sangat bagus dan luar biasa sepanjang sejarah agensi ini berdiri."Mulutku menganga mendengar penjelasan Elaine. Mungkin bagiku sendiri saja, itu sudah cukup luar biasa. Aku tidak pernah menyangka bahwa film perdana yang aku perankan bersama Siska akan begitu laris bagi mereka pencinta film-film dewasa."S-sebanyak itu? Lo bercanda?!"Elaine justru menertawakan keterkejutanku."Bercanda? Saya tidak pernah bercanda. Itu a
Entah mengapa, ketika aku meremas bemper belakang Elaine, ada riak yang menandakan kemarahan di wajahnya. Elusan-elusan lembut yang dihasilkan tangan wanita itu berganti menjadi cengkeraman di kausku.“Ups! Lo marah?” tanyaku merasa tak enak pada Elaine.Dia tak menjawab, tetapi kemudian mengembuskan napas pasrah.Tidak ada komunikasi antara kami dalam beberapa menit. Elaine hanya menatapku dengan lamat dengan dada yang kembang kempis, menandakan napasnya mulai tak teratur.“Kamu pikir sudah berapa banyak saya tidur dengan laki-laki?”Tentu, pertanyaan itu tidak dapat kujawab sebab kurang mengetahui tentang sang wanita. Aku ingat dia pernah berkata memiliki hasrat seksual yang menyimpang. Melakukan hal yang panas denganku tidak akan menjadi hal yang membuatnya demikian merasakan nafsu.“Gue … nggak tahu.” Aku menggeleng pelan.“Saya sudah tidur dengan ratusan laki-laki. Dari mereka semu