“Siapkan mental untuk bertemu para penggemarmu, Adrian.”
“Ketemu penggemar? M-maksud lo apaan?”
Sambil menumpu dagu dengan tangan di atas meja kerja, Elaine menatap ke arahku dan mulai menjelaskan mengapa aku harus siap bertemu dengan penggemar.
“Agensi punya semacam event tahunan yang dinamakan Adult Zone Meet & Greet. Event itu akan dihadiri oleh para penggemar dari seluruh penjuru dunia.
Nah, dalam event inilah agensi berusaha meraup keuntungan juga dengan menjual berbagai merchandise. Saya rasa kamu tidak perlu memahaminya secara teknis.
Kamu cukup mempersiapkan diri saja saat waktu itu tiba,” jelas Elaine yang kemudian mengangkat mug di hadapannya.
Memang benar-benar sial. Aku tidak bisa menjadi seorang aktor yang tetap bersembunyi di balik layar. Pada kenyataannya seperti itu, sebab film yang tersebar saja tanpa sensor sedikit pun.
Wajahku terpampang jelas, senjata kelelakianku, apalagi. D
“Nih, ya. Kamar lo di sini.”Dengan perasaan lega, kuletakkan koper super berat milik Manda. Seharusnya jika koper itu hanya berisi pakaian, pasti tidak akan seberat itu hingga membuatku harus mengeluarkan tenaga dua kali lipat dan bercucur keringat.“Baik, Adrian. Terima kasih banyak.”Kuembuskan napas panjang. Mataku masih fokus pada koper miliknya.“Itu isinya apaan? Kok berat amat, sih?”“Cuma beberapa pakaian aja, kok.”“Ya, udahlah. Mungkin gue aja yang udah lemah. Ngangkat satu koper aja jadi lembek kayak gini.”“Tapi, kamu nggak lemah di ranjang, kan?”Apa-apaan dengan tampang normal wanita itu? Memang benar dia tidak seperti para perempuan lain yang bahkan pernah menginap di rumahku.Hanya saja, ini terkesan agak mencurigakan. Ini bukan berarti aku yang terlalu sensitif dengan keadaan sekitar.“Mana mungkin.”&ldquo
Ini, sih, namanya bukan ganas dan liar lagi, tapi terkesan lebih brutal. Atau mungkin lebih dari brutal dan entah apa namanya.Manda tidak hanya menjilati leherku, tetapi menggigitku seolah-olah dirinya itu vampir. Aku yakin sekarang sudah menjadi vampir karena darahku sudah diisap olehnya.“A-apa yang lo lakuin, woy!”Tidak bisa kupungkiri, sambil protes, desau kenikmatan keluar dari mulutku.Memangnya, bagaimana bisa aku menolak kenikmatan yang secara paksa masuk ke dalam diriku. Sementara itu, aku tidak punya daya untuk menghentikan aktivitas Manda.Tangannya dibelenggu sejak beberapa waktu lalu.“Tunggu sebentar, ya, Adrian. Tante akan mengambil sesuatu dulu.”Kali ini, dia melepaskanku, tapi tetap saja merasa was-was jika dia akan melakukan hal yang lebih brutal lagi.Kulihat, dia malah menutup pintu kamar dan menguncinya. Dibukanya koper yang tersandar di dinding.Sekarang aku tahu mengapa b
Di kamar yang kuberikan untuk ditempati Manda, kutemukan diriku masih dalam keadaan diikat. Dengan kepala yang agak pusing dan pandangan yang kabur, aku mengangkat kepala.Tubuhku terasa pegal-pegal dan sakit, terutama di bagian pinggang. Malam tadi, aku benar-benar melalui penyiksaan batin di fisik secara bersamaan.Sama sekali tidak ada kenikmatan di dalamnya.Sementara itu, Manda kulihat terbaring di ranjang dengan pakaian terbuka seperti tadi malam.Tak lama, dia bangun dan mulai bergerak menatapku.“Ya, ampun. Adrian, kamu nggak apa-apa?” tanyanya sambil bergegas membalik tubuhku yang sedang berposisi tengkurap.Lalu, Manda membuka tali yang mengikat tubuhku sangat erat.“Ini pasti kerjaan Wanda. Maafin aku, Adrian.”Memang sialan sebenarnya. Aku bahkan tidak bisa beristirahat dengan tenang karena wanita licik ini membelenggu dan menyiksaku bagai di neraka.Memangnya dia itu malaikat pencabut
“Jadi, lo mau tetap di sini, nih? Gue mau ganti baju.”Tidak ada tanggapan dari Susanti dan itu terpaksa membuatku harus menoleh padanya.“Aku nggak akan lihat.”Tak ingin terlalu mempermasalahkan kehadirannya di kamar ini, demikian kubuka lemari dan mengambil kaus serta celana jeans. Tentu, tak lupa juga celana dalam berwarna hitam yang semuanya hampir mirip.Sebab seperti inilah diriku. Saking malasnya memilih model celana dalam yang terkesan begitu-begitu saja, aku membeli model yang sama dan warna yang sama.Lagi pula, siapa juga yang memperhatikan celana dalam? Memangnya orang-orang langsung tahu kalau aku mengenakan celana dalam dengan warna yang sama setiap hari, apa?Tak masuk akal. Pikiranku bergelayut ke mana-mana gara-gara ulah Elaine yang memberikan beban terlalu besar di hari ini.Bahkan, celana dalam pun bisa menjadi topik dalam cerita ini.Sambil melucuti handuk, sesekali kulihat Susanti.
“STOP!”Sudah kuduga, rencana untuk sedikit rileks ini tidak akan berjalan sesuai harapan. Seharusnya aku memang harus mengunci pintu kamar ini.Baiklah. Tak ada gunanya menyesali hal yang sudah terjadi. Lagi pula, tante-tante lancang itu telah berada di kamar ini.Lebih sialnya lagi, dia dalam mode brutal.Susanti segera menjauh dariku dan kembali ke mode lugu. Aku bangkit sembari menggeleng-geleng.“Kenapa, sih, lo gangguin waktu gue mulu. Ya, ampun. Apa nggak bisa lo tidur aja selama-lamanya?”Sambil menyilangkan tangan, Wanda menyipitkan mata. “Nggak bisa gitu, dong, Adrian sayang. Bukannya tante yang akan berpasangan denganmu nanti di sesi syuting? Bukannya malah perempuan nggak jelas dari mana datangnya itu.”Di satu sisi, aku bersyukur bahwa Susanti bukan perempuan yang mudah terpicu emosi. Jika perempuan lain, seperti contohnya Silvi atau Sevanya, perang dunia ketiga akan terjadi di kamar in
Setidaknya sekarang aku sadar bahwa siapa pun orangnya, pasti memiliki kenangan pahit yang tidak bisa dilupakan dari ingatan.Salah satunya adalah Wanda.Manda mungkin terlihat biasa-biasa saja, baik dalam pembawaan maupun sikap. Namun, yang menjadi konflik terbesar di batinnya ialah Wanda itu sendiri.Benar-benar tidak bisa kubayangkan jika menjadi Manda atau Wanda yang hidup dalam satu tubuh manusia. Sementara itu, mereka mengenal orang yang sama, berbicara dengan orang yang sama, tetapi hanya salah satu yang dapat bertahan dan dikatakan baik.“Maaf, ya. Tante jadi sedih gini.”Wanda terlepas dari dekapanku. Dihapusnya setitik air mata yang menggantung di manik.“Hal yang biasa sebagai seorang manusia.”Suasana jadi berbeda dari biasanya.“Hmm, kamu belum ngopi, ya? Tante buatkan kopi, mau?”Dengan senang hati, aku mengangguk sambil menjawab, “Boleh. Itu pun kalau nggak ngerepo
Terlepas dari semua kenikmatan yang selalu mencengkeramku di kehidupan sehari-hari, seolah-olah menjadi sarapan dan kebutuhan pokok. Kini, di pasar malam yang penuh dengan kelap-kelip lampu penghias, aku bertemu kembali dengan Kiana Amaliya.Perempuan paling misterius yang pernah kutahu ada di muka bumi ini.“Hai, Adrian. Kayaknya takdir udah mengikat kita dan akhirnya ketemu lagi di sini.”Seperti biasa, senyuman lebar yang tak pernah padam, terbentuk di wajahnya. Benar-benar seorang perempuan dengan martabat tinggi.“Hai. Gue kebetulan lagi suntuk aja. Jadi, gue ke sini.”Jika dibilang takdir, mungkin itulah yang membawaku ke tempat ini. Hanya saja, aku masih sama, dengan pemikiran yang sama karena tidak sepenuhnya percaya pada sebuah takdir.Ada alasan lebih logis yang bisa menjelaskan mengapa kami selalu bertemu di tempat-tempat tak terduga.Entah karena memiliki ketertarikan yang sama atau kepentingan lain
Karina Dwi Utari, seorang artis profesional dengan harga mahal saat ini di agensi. Memiliki tubuh yang bagus, gundukan yang sempurna, bemper belakang yang pas. Serta bibir yang begitu panas, bahkan jika hanya dilihat saja, bisa menaklukkan para lelaki dengan sekejap.Sepertinya aku sudah mulai naik tingkat. Kali ini, Elaine memintaku untuk menaklukkan perempuan sempurna dengan tatapan tajam itu.Sebenarnya hal yang membuat malas dan tidak menyenangkan. Akan tetapi, Elaine mengaku telah mengirimkan kontrak pada Karina dan selalu diabaikan atau ditolak.Elaine benar-benar menginginkan perempuan itu untuk berpasangan denganku. Andai saja dia mau menerima kontrak yang dikirimkan, aku tidak akan repot-repot untuk memikirkan cara menaklukkannya.Lagi pula, perempuan itu terlihat seperti model profesional yang anggun. Aku tidak akan keberatan jika berpasangan dengannya. Itu sudah pasti.Sambil berjalan di koridor, aku sudah mengunci keberadaan Karina yang