“Dia butuh istirahat yang cukup. Ingatkan Alva untuk membatasi aktivitasnya untuk sementara waktu ini,” tutur Dokter Rasyid. Anggukan Roy berikan, setelah itu mereka keluar meninggalkan Rosie, Rachel dan Felic yang masih menemani Alva di sana.
Mata Alva perlahan terbuka, ia menoleh ke arah mereka yang berada tak jauh dari keberadaannya. Hanya sebentar Alva membuka matanya, setelah itu kembali terpejam.
“Alva sayang, bangun dulu nak makan malam dulu,” ucap Rosie seraya mengusap kepala Alva. Gelengan Alva berikan, tangannya terangkat memijat area pelipisnya.
“Va makan dulu ya, setelah itu minum obat supaya sakit kepalanya mereda.” Mendengar suara itu, Alva kembali membuka mata dan melihat keberadaan Rachel.
“Elena mana? Apa dia udah pulang? Jam berapa sekarang?” tanya Alva yang menoleh ke arah Rachel dan Felic bergantian.
“Kak Elena? Kak Elena gak ada pulang Kak,” jawab Felic. Hembusan
“Jadi kakak serius punya tempat tinggal baru?” Felic terus menanyakan hal itu sejak Elena menceritakan kemana ia semalam. Elena tak bisa menyembunyikannya dari Felic, ia tak bisa mengurai cerita lain untuk menyembunyikan kebenaran itu. Kata lain Elena tak ahli dalam berbohong.Anggukan pun kembali Elena lakukan untuk menjawab pertanyaan Felic. Hembusan nafas lemah terdengar, Felic melipatkan kedua tangannya di depan dada seraya menyandar pada dinding lift.Elena mengerutkan keningnya, Felic menekuk wajahnya seperti tak terima dengan jawaban yang entah berapa kali Elena sudah meyakinkan Felic bahwa dirinya memang memiliki tempat tinggal baru.“Kenapa harus cari tempat tinggal baru, kalau Kak Alva tahu dia pasti gak setuju,” tutur Felic membuat Elena terdiam. Kemungkinan besar memang seperti itu, Alva tak akan setuju kalau Elena pindah dari tempat ini karena itu Elena tak memberitahukannya.“Kapan-kapan Felic mau main ke tempat
Angin sore itu membawa asap yang mengepul dari mulut Alva ke arah dalam. Sampai menerpa wajah seseorang yang berdiri di ambang pintu balkon, mengawasi Alva yang sedang menikmati suasana sore dengan sebuah rokok elektrik yang berada di genggamannya sejak tadi. Rachel masih berada di apartemen Alva, kebetulan ia pun sedang tak ada pekerjaan membuatnya masih menahan diri untuk berada di tempat ini sejak kemarin malam.“Va,” panggil Rachel seraya menyentuh pundak Alva dengan salah satu telapak tangannya. Panggilan itu tak membuat Alva menoleh atau hanya sekedar merespon. Alva masih memandangi suasana sore di depan sana dengan sesekali menghisap asap beraroma manis.“Kenapa lo masih disini?” pertanyaan Alva membuat Rachel mengerjap. “A..aku aku khawatir ninggalin kamu Va?”“Ada Felic, lagi pula gue udah gede gak perlu diawasi kayak gini,” tutur Alva yang masih belum menoleh ke arah Rachel yang berdiri di sampingnya. Rac
Entah sudah berapa lama Alva berdiri di depan unitnya, memandangi pintu unit apartemen yang sempat Elena tempati. Alva merindukan saat dimana setiap pulang selalu bertemu dengan gadis itu, makan malam bersama dan merecoki waktu istirahatnya.Alva juga teringat saat dimana ia memergoki Elena yang hanya mengenakan sehelai handuk untuk menutupi tubuhnya. Alva ingat betul raut wajah ketakutan Elena saat itu, karena Alva yang mem perangkapnya. Senyuman Alva tersungging kala mengingatnya, gadisnya sungguh menggemaskan.Namun, saat ini dia memilih untuk menempati tempat tinggal baru. Meninggalkan tempat lama yang menyisakan banyak hal yang berkesan. Ya, begitulah menurut Alva. Seorang desainer butik Mei yang menarik perhatiannya dan begitu saja menimbulkan sebuah rasa dalam dadanya.“Aku akan membawamu kembali El, aku tak akan membiarkan tempat ini tak berpenghuni,” ucap Alva masih dengan mata yang tertuju pada pintu berwarna coklat yang ada di hadapa
Sudah tiga hari setelah ia datang ke apartemen Alva terakhir kali, Elena belum mengetahui kabar Alva lagi sampai sekarang. Dirinya juga belum mencoba menghubungi Alva lebih dulu, Elena enggan melakukannya. Melihat kedekatan Alva dan Rachel ditambah Rosie yang sedang berusaha mendekatkan keduanya membuat Elena tak berani untuk melangkah mendekat. Setelah hari itu pula Felic tak menemuinya lagi bahkan telepon pun tak ada, kejadian ini membuat Elena cemas.Apa Felic marah sama aku ya karena pergi gitu aja, batin Elena. Padahal dirinya kini sudah tidak tinggal di tempat Alva, ini artinya rasa tak enak karena sudah merepotkan itu sudah hilang. Seharusnya dirinya lega, tapi kenapa rasa ini berbeda. Elena merasa tak nyaman dengan keadaan ini, apa karena tak adanya kabar dari Alva.Sesuatu mengejutkannya, usapan pada pundak membuat Elena terperanjat.“Ops maaf aku mengagetkanmu ya?” kata Mei seorang penyebab keterkejutan itu. Memang tak main, sungguh Elena t
Seperti apa yang dikatakan Mei tadi, Gisel dan karyawan lain butik pergi untuk mencari hiburan akhir pekan, menonton bioskop, makan di café dan berkeliling untuk melihat-lihat barang yang mungkin akan mereka beli. Gisel juga sempat mengajak Elena, tapi kini Elena menolaknya karena memang sejak siang ia berniat untuk langsung pulang. Tidak ada hal yang begitu mendesak, hanya saja ia merasa ingin langsung pulang saja. Mungkin memasak sesuatu yang berbeda dan menonton di kamar kost sendiri akan Elena lakukan malam ini.Gisel sempat sedikit memaksa memang, tapi jika dibandingkan dengan Elena yang memiliki pertahanan kuat Elenalah lebih unggul. Akhirnya Gisel menyerah dan membiarkan Elena pulang ke kost lebih dulu.Taksi yang ditumpangi Elena sudah berhenti tak jauh dari pagar kost putri banurasmi, tempat tinggalnya saat ini. Sang pemilik kost tidak memberikan peraturan yang begitu ketat bagi mereka yang tinggal di sini, karena sebagian besar dari kita bukanlah seora
“Ka..kamu ngapain?” Elena sungguh terkejut dengan aksi nyeleneh Alva.“Cicipi makanan kamu,” jawab Alva santai seraya mengambil makanannya dalam kantong.“Ta.. tapi kenapa harus-“ ucapan Elena tertahan, ia tak sanggup melanjutkannya. Kedipan mata Alva berikan, ia segera melahap bagiannya dan menatap lurus ke depan. Sedangkan Elena merasakan pergerakan kaku pada tubuhnya. Ia memalingkan wajah ke arah lain seraya menetralisir degup jantungnya.Keduanya menikmati makanan masing-masing, hanya suara dari luar dan pergerakan mereka yang terdengar. Keduanya belum kembali membuka suara. Elena sudah selesai dengan makannya, ia pun melipat bungkusan kecil bekas makanan cepat saji itu. Alva menyodorkan satu cup minuman ke arah Elena. Elena mengerjap kemudian menerimanya.“Makasih,” ucap Elena. Ia merasa tak enak padahal ia bisa ambil sendiri tanpa di sodorkan seperti itu. Setelah beberapa kali menenggaknya, Elena kemba
Tidurnya nyenyak sekali, sampai ia belum bangun hingga saat ini. Alva sempat khawatir Elena akan terbangun ketika ia membawanya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Di sini lah mereka sekarang, Alva membawa Elena ke unit apartemen yang sempat ditinggalkan penghuninya. Alva membawa Elena ke apartemennya. Tapi syukurlah Elena tak terbangun walau sempat terusik.“Masih aja liatin Kak El,” suara Felic membuat Alva melirik sebentar dan kembali pada pusat perhatiannya sejak tadi.“Tau Kok, Kak El cantik,” kata Felic lagi. Alva menyunggingkan senyumnya, masih dengan mata yang memandangi Elena yang bergerak mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping menghadap Alva yang duduk di sisinya.“Mandi gih, baru bangun udah nongkrong aja liatin doi,” seru Felic yang mulai masuk menghampiri Alva. Felic hendak menarik tangan Alva, tapi Alva lebih dulu menghentikan pergerakannya. Felic memutar bola mata malas merasa geli dengan sikap Alva
“Sampai kapan kamu akan menganggap dirimu tak pantas El?” Alva berucap masih dengan memeluk Elena yang sesenggukkan.“Aku tak peduli apa profesimu, dari mana kamu berasal, dari keluarga mana pun kamu. Aku mencintaimu El, itu yang aku rasakan.” Alva mencium dan menghirup dalam puncak kepala Elena dengan mata terpejam.“Apa aku berhak mencintaimu Va?” Alva membuka matanya kembali dengan pelukan yang ia pererat.“Balaslah perasaanku El, beri aku ruang untuk bersamamu dan berjalan denganmu.” Alva melepaskan pelukan itu beralih menangkup sisi wajah Elena. Mata berair membasahi pipi, dan hidung memerah menjadi pemadangan Alva kali ini. Alva kembali mendekat dan mencium kening Elena beberapa detik. Setelah itu, ia membersihkan jejak air mata pada wajah Elena.“Maaf aku telah mengecewakanmu,” kata Alva yang kembali menangkup sisi wajah Elena. Tak membiarkan Elena mengalihkan pandangannya ke arah lain.