Sudah sepuluh menit Resti berdiri di depan kamar Syila. Berkali-kali ia mengetuk pintu kamarnya. Namun, tak ada respons. Semenjak kepulangan Syila, Resti merasa ada yang tidak beres dengan Syila. Ia ingin bertanya pada Syila apa yang sudah terjadi padanya. Namun, pertanyaannya tak sempat ia ucapkan. Pasalnya, Syila langsung mengurung diri dan tak mau keluar.
Lamat-lamat ia mendengar suara tangisan tertahan dari dalam. Resti menghentikan aksi mengetuk pintu. Ia sadar jika Syila butuh waktu untuk menyendiri dan sekarang bukan waktunya ia untuk bertanya. Mungkin nanti jika Syila sudah merasa tenang.
"Bagaimana?" tanya Julian.
Semenjak ia mengikuti taksi yang membawa Syila pergi dari Cafe Orchid, rasa khawatir terus melanda Julian. Ia takut jika Syila kenapa-kenapa makanya ia terus mengikuti taksi itu. Julian sangat lega ternyata Syila pulang ke kos-kosannya dan sekarang ia menyusul Resti karena ia tak sabar menunggu di luar. Hanya untuk
Seberapa keras pun kamu menghapus rasa cintamu terhadapnya, tetap akan sia-sia. Sekalipun berhasil tetap masih ada cinta yang tertinggal.***Sejak kejadian di Cafe Orchid, Syila berubah menjadi sosok yang sangat dingin dan sulit tersentuh. Resti menyadari perubahan itu. Masa lalu Syila memang mengubahnya menjadi gadis yang jarang tersenyum, datar dan sedikit bicara.Kali ini Syila sudah sangat keterlaluan. Dia membangun benteng tak kasat mata yang berdiri kokoh dan sulit tertembus oleh siapa pun. Bahkan, Resti tidak melihat ada sinar kehidupan sedikit pun di kedua bola mata Syila. Seolah raganya hidup, namun jiwanya telah mati.Syila semakin jarang mengajak Resti mengobrol. Itu pun ia lakukan jika ia membutuhkan sesuatu atau bertanya soal tugas kuliah. Selebihnya, Syila memendamnya sendiri. Resti
Entah apa yang membawanya berada di depan Restoran Gergeous. Mungkin, satu hal yang ia tahu bahwa hatinya penuh dengan perasaan ambigu. Antara percaya dan tidak. Pikirannya juga penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang akhir-akhir ini mulai mengganjal.Tarikan napas adalah hal yang pertama ia lakukan untuk meyakinkan diri bahwa jawaban atas pertanyaannya ada di sini. Setelah ia yakin dengan keputusannya adalah tepat, ia melangkah, memasuki restoran itu.Seorang laki-laki yang menjabat sebagai manajer restoran datang menghampiri. Manajer itu sangat mengenal baik sosoknya."Selamat datang, Pak Raka. Ada yang bisa saya bantu?" sapa manajer itu dengan ramah."Aku ingin bertemu langsung dengan Julian. Dia ada?" ucap Raka datar."Tentu. Beliau sedang berada di ruang kerjanya di lantai tiga.""Bisa kau antar aku ke ruangannya?""Silakan ikuti say
Mungkin kamu telah melepasku. Membiarkan mata hatimu tertutup oleh kabut dusta. Namun, biarlah aku tetap meraihmu sekalipun kau memilih tuk pergi menjauh. ***Uh!Kalau saja Resti tidak melarikan diri setelah kelas usai, Syila tidak akan membawa terlalu banyak buku tebal yang ia pinjam di perpustakaan kampus sebagai referensinya untuk mengerjakan tugas makalah.Ia pasti menyuruh Resti untuk membantu membawakannya dan jika Syila bertemu dengan Resti nanti, dia pastikan sahabatnya itu akan mendapatkan balasannya nanti.Karena sibuk merutuki sahabatnya itu, tanpa sadar ia menabrak seseorang. Akibatnya buku-buku di tangannya jatuh berserakan di lantai koridor. Syila menunduk. Memungut buku-bukunya satu per satu tanpa melihat siapa yang ia tabrak.“Maaf ...
Meski cinta terlalu menyakitkan, akankah tetap menyalahkannya sekalipun kata maaf terbuka lebar. Tetap saja akan sulit jika hatimu telah mematikan dirinya sendiri. *** Langit memperlihatkan warna biru memukau mata. Tak kalah birunya dengan deburan ombak yang saling berkejar-kejaran seirama arah angin yang berembus. Embusannya menerbangkan helaian rambut panjang milik seorang gadis cantik yang kini sedang menatap penuh kekaguman pada ombak pantai yang jarang ia lihat. Kaki telanjangnya tenggelam dalam butiran halus pasir putih. Lalu tak lama ombak menghantam bagian betisnya. Ia tertawa merasakan rok motif bunga-bunganya basah terkena air laut. Tak jauh dari tempat gadis itu berdiri, seorang laki-laki seumuran dengannya sedang duduk mengamati tingkah si gad
Kilasan itu langsung hadir begitu saja. Seakan waktu sengaja membawanya kembali ke masa dua tahun silam. Ia memejam, mencoba mengusir kenangan menyakitkan itu.Saat matanya perlahan terbuka. Ia dihadapkan dengan kenyataan yang lebih menyakitkan dari kenangannya yaitu sosok nyata dari Alfa. Berdiri di depan gerbang kampus sambil menatap Syila dengan penuh pengharapan.Tubuh Syila kaku. Ia memalingkan wajah dan menerobos mahasiswa lain yang juga keluar dari kampus. Tak peduli protes dari mereka yang tanpa sengaja Syila tabrak.“Syil!”Suara Alfa terus berteriak memanggil namanya. Langkah Syila semakin cepat karena ia tahu Alfa pasti mengejarnya.Sejak dari tadi Alfa sengaja menunggu Syila keluar dari gerbang kampus. Tujuannya adalah satu, yaitu berbicara padanya dan menyelesaikan masalah di antara mereka. Ia tahu itu akan sulit. Namun, ia h
Rasa itu masih ada meskipun berkali-kali menepisnya. Kekhawatiran itu diam-diam menjalar, walau kebencian terlalu pongah untuk merajai sisi hati. ***Raka tak habis pikir dengan adegan yang tanpa sengaja ia lihat di depan kafe dekat kampusnya. Awalnya ia ingin bertemu seseorang di kafe tersebut. Namun, sebuah pemikiran terlintas di benak Raka, membuatnya mengurungkan niat untuk masuk ke dalam kafe tersebut.Apakah ancaman Raka kemarin tak berarti apa-apa baginya?Mengingat hal itu Raka semakin geram. Dilihatnya Syila masuk ke dalam mobil Julian setelah Julian membukakan pintu mobil untuk Syila.Mobil itu perlahan berjalan meninggalkan pelataran parkir. Helm yang dipakai Raka belum sempat ia lepas. Terlebih lagi ia masih nangkring di atas motor sport merah-nya. Sehingga hal itu mem
Setelah mendapatkan informasi dari petugas resepsionis rumah sakit. Raka segera berlari menyusuri lorong rumah sakit tanpa menggubris protes orang-orang yang sempat ia tabrak. Bukan waktunya sekarang untuk meminta maaf, karena ada hal yang lebih penting dan itu menyangkut nyawa Tora, papanya.Di luar pintu ruang UGD, Raka bisa melihat Farida berjalan mondar-mandir menantikan dokter yang saat ini sedang menangani suaminya. Raka langsung menghampiri Farida. Farida yang melihat Raka sudah datang, langsung menghambur ke pelukan Raka."Papa, Ka." suara Farida tercekat.Bisa Raka rasakan air mata membasahi jaket yang ia pakai. Lalu Raka mengusap punggung mamanya, mencoba menenangkan."Raka yakin, Papa akan baik-baik saja," hibur Raka.Seorang dokter pria beruban yang menangani Tora akhirnya keluar dari Ruang Unit Gawat Darurat."Bagaimana keadaan suami saya, dok?" Farida langsung melepaskan pelukannya dan mengha
Kuatkah aku ketika kenyataan lebih kejam dari yang kukira kembali membayangi? Saat cincin itu terselip di sela jarimu saat itu juga kau telah menghancurkanku.***Matahari sudah lama tenggelam dan Syila masih sibuk mencari liontin pemberian Raka yang kemungkinan hilang di lapangan outdoor. Naomiㅡsahabatnya, juga turut mencarinya. Walaupun hanya sebentar, Syila cukup terbantu dengan kehadiran Naomi. Naomi sendiri harus pulang untuk mempersiapkan keperluannya karena keesokan harinya dia harus terbang ke Australia. Terpaksa ia meninggalkan Syila sendirian di sekolah yang mulai sepi."Ceroboh banget, sih kamu Syil," rutuk Syila pada dirinya sendiri.Dia sudah mencari ke segala tempat. Mulai dari loker, mungkin dia lupa menaruhnya di sana. Tetapi hasilnya nihi