Syila terbangun dari tidurnya. Mengerjap beberapa kali selagi ia mengumpulkan nyawa. Dalam detik berikutnya matanya melotot, serampangan ia bangun dan terduduk dengan mata menelusuri tubuh yang mendengkur halus di sampingnya. Ia tak mempercayai apa yang ia lihat. Namun, tak ada keraguan untuk menyimpulkan bahwa ini nyata. Raka bukan mimpi belaka. Semburat merah muncul di pipinya mengingat ia memeluk Raka dalam tidur. Saking sibuknya Syila dengan pergolakan batinnya tentang sosok Raka yang terasa seperti bayangan semu, ia tak menyadari jika Raka telah bangun. Kini Raka memandangnya penuh minat. Untuk pertama kalinya ia bisa tidur sepulas ini dalam kurun waktu dua tahun dan hal pertama yang ia lihat saat membuka mata adalah disambut wajah cantik pujaan hatinya. Hatinya langsung dibanjiri perasaan kebahagiaan. Ingatkan ia untuk membuat sebuah janji seumur hidup, karena ia akan melakukan apa saja demi melihat Syila, hal pertama kali yang ia lihat ketika membuka mata dari tidurnya. "Pagi
TV plasma 21 inch itu menayangkan acara komedi di channel lokal. Kendatipun volume suara lumayan keras, telinga Syila seolah kedap suara. Matanya mungkin menyorot penuh ke layar TV, tetapi tidak dengan pikirannya. Sebelumnya kekhawatiran diam-diam menyelusup. Menunggu dengan tak sabar kedatangan Raka. Harusnya ia bertanya lebih spesifik Raka kembali pada jam berapa. Kalau ia tahu kan ia tak secemas ini dan lagi jika ia bisa menghubungi Raka minimal lewat telepon, sayangnya ia tak tahu nomornya. "Sedang melamun?" Syila terlonjak dari duduknya, adrenalinnya meningkat drastis seirama dentuman jantungnya yang bekerja ekstra. "Kak Raka!" sahutnya cepat bercampur kesal. Raka tertawa kecil. Ia duduk di samping Syila dan memandangnya dengan hangat. Usapannya pada kepala Syila melenyapkan kerisauan Syila terhadapnya. "Kakak ke mana saja? Aku sendirian di sini. Menunggu Kak Raka yang tidak datang-datang membuatku gelisah." ketus Syila. "Merindukanku, heh?" Raka terkekeh. Reaksi salah tin
Syila refleks bersikap defensif. Memundurkan langkah, menjaga jarak dari Raka. Pandangan matanya mengabur. Napas terasa sesak menahan perih dan air mata. Ditatapnya wajah yang sangat ia rindukan itu, sekaligus wajah yang telah melukainya begitu dalam. Bukan hanya tentang hati saja, melainkan harga dirinya pun ikut ternodai.Bertanya dalam hati, ke manakah sosok Raka yang dulu? Tak ditemukannya sedikit pun gurat kelembutan setiap mereka bersitatap ataupun senyum merekah. Tak bersisa sedikit pun. Kecuali, hanya pancaran tatapan kebencian saja."Terserah Kakak memaafkanku atau tidak. Jika Kakak menganggapku sampah, maka menjauhlah. Anggaplah aku tak pernah hadir di kehidupan Kakak. Aku harap Kakak bisa hidup bahagia dengan Kak Felisya," balas Syila datar.Raka menatap kedalaman iris coklat milik Syila. Mencari sesuatu yang sesungguhnya tak ia ketahui. Kenapa jantungnya berdenyut nyeri? Harusnya ia senang sudah berhasil melu
Perihal hati itu rumit. Tidak perlu dibayangkan, bila tidak sanggup menghadapi. *** Hujan. Tatapannya tak lepas dari jutaan rintik di luar sana. Benaknya melalang buana tanpa arah tujuan. Setiap kilasan kenangan indah terlintas begitu saja. Bagaikan roll film yang terus berputar tanpa tahu cara menghentikannya. Ada rasa rindu yang menyeruak saat kenangan itu hadir. Akankah terulang kembali? Dia tersenyum kecut seraya menggeleng. Pemikiran bodoh. Terlalu tinggi khayalannya akan masa depan yang penuh kebahagiaan. Mana mungkin itu akan terjadi setelah apa yang ia torehkan sebelumnya. Sebuah luka yang sangat dalam dan teramat dalam untuk disembuhkan. "Syil?" Dia menoleh. Mendapati Resti, sahabatnya menepuk pundaknya penuh simpati. Gadis yang bernama Syila itu, mengembangkan senyum, berusaha menutupi kesedihan. Resti tahu itu akan percuma. "Eh, kelasny
Restoran Gorgeous adalah restoran terkenal nan mewah dengan mengusung tema bernuansa Eropa. Begitu pula dengan masakan yang disuguhkan keseluruhannya ala-ala Barat. Di sanalah Syila dan Resti bekerja sebagai seorang waitress.Saat ini mereka sedang berada di loker untuk mengganti pakaian dengan seragam dan bersiap untuk memulai bekerja. Namun, sebelum mereka mulai bekerja, seluruh pelayan dan asisten chef dikumpulkan untuk melakukan breafing yang akan dipimpin langsung oleh Chef Julian—anak dari pemilik Restoran Gorgeous."Malam ini kita kedatangan tamu yang sangat istimewa. Mereka menginginkan sebuah makan malam yang elegan dan spesial. Saya harap kita semua bisa melakukannya dengan baik. Menyajikan masakan yang lezat dan bukan hanya itu saja, saya berharap pelayanannya juga dapat memuaskan mereka. Okay, semuanya selamat bekerja!""Yes, Chef!!!" Jawab mereka serempak.Mereka membubarkan diri k
Sekuat apa pun dirimu mencoba menghapus kenangan masa lalu, tak akan mampu jika cinta yang melekat belumlah sepenuhnya memudar. ***Seminggu setelah kejadian itu, Syila berusaha mengubur segala rasa sakit hatinya dengan menyibukkan diri dengan aktivitas perkuliahan dan pekerjaannya sebagai pelayan di Restoran Gorgeous. Di sampingitu, Resti juga selalu berada di dekat Syila. Ia harus memastikan kalau sahabatnya itu tak lagi sedih. Seperti membicarakan hal-hal umum lainnya atau mencoba menjadi mak comblang bagi Syila.Banyak cowok di kelasnya ataupun berbeda jurusan yang diam-diam, bahkan terang-terangan menyukai Syila. Banyak cara yang mereka lakukan untuk menarik perhatian Syila. Namun, mereka harus gigit jari karena Syila selalu menutup diri.Suatu hari, Resti pernah menjodohkannya dengan s
Syila menatap nanar kertas undangan berwarna silver di tangannya. Belum dibaca pun ia sudah tahu isi dari undangan itu. Tubuhnya mulai bergetar. Dia harus kuat! Kuat! Seperti mantra yang akan memberikan kekuatan baginya.Felisya tersenyum sinis penuh kemenangan. Ya, impiannya sudah tercapai sekarang. Menyingkirkan yang menghalangi jalannya dan mendapatkan apa yang ia impikan selama ini.“Sebenarnya aku tidak ingin mengundangmu, tapi setelah kupikir-pikir ... kamu sepertinya pantas untuk ikut merasakan kebahagiaanku. Ya, walaupun kamu bukan lagi anggota keluargaku, setidaknya kamu pernah menjadi bagian dari keluarga Harahap.” Perkataan Felisya tak luput dari sindiran yang menyakitkan.“Selamat Kak, aku turut berbahagia. Aku pasti akan datang.”Felisya tersenyum mengejek. “Hmm ... ternyata kamu masih punya muka, ya? Aku heran setelah sebelumnya menc
Sepanjang perjalanan, Felisya dan Raka terus berbicara dan sesekali tertawa bersama. Syila yang duduk di jok belakang mobil memandangi keakraban mereka. Sama sekali tidak mengajaknya ikut dalam perbincangan. Sepertinya ia cuma dijadikan obat nyamuk.Tak apalah. Asalkan kakaknya bisa tersenyum bahagia dia juga turut bahagia. Ya, walaupun hubungan mereka tak seperti dulu setidaknya kakaknya tak sebenci saat di rumah sakit.Felisya juga mulai mengajaknya bicara, meski tak sesering dulu. Menurut Syila itu sudah kemajuan yang baik untuk hubungannya dengan Felisya.Tak terasa mobil telah sampai di parkiran sebuah taman hiburan. Raka langsung membantu Felisya keluar dari mobil. Syila juga turut keluar sambil membawa kruk. Setelah mengantri membeli tiket, berbagai wahana langsung tertangkap mata, ketika mereka memasuki taman hiburan itu.Felisya terlonjak senang. “Aku mau naik r