“Selamat malam, Tuan Bandares. Maafkan aku terlambat.”
Esme menoleh dan mendapati sosok yang menjulang tinggi, penuh senyum berlebihan dan menggelikan. Mulutnya mengemut pipa rokok dan tatapannya menjelajah ke seluruh ruangan. Dengan beberapa pria yang merupakan pengawalnya berjalan di belakangnya, sosok itu menuju meja mereka dan duduk tepat di hadapan ayahnya.
“Selamat malam, Nicky. Ini putriku, Esmeralda. Dan Esme, kenalkan ini rekan kepercayaan Dad. Namanya Nicky Meizzo, penerus kartel Signaloa.”
Esme menyambut uluran tangan pria bernama Nicky itu dengan was-was. Benaknya menerka-nerka apa sebenarnya rencana ayahnya mengajaknya makan malam, bersama sosok Nicky yang keriangannya meletup-letup?
Setelah jabat tangan yang terasa menjijikkan karena sosok Nicky ini terus memandangi Esme dengan raut yang seakan meneteskan air liur, mereka semua duduk dan menunggu makanan disajikan.
Marco dan NIcky terus berbicara mengenai bisnis me
Lebih dari satu minggu yang lalu … Esme menunjukkan kemarahannya pada pengaturan ayahnya atas pernikahannya dengan Nicky Meizzo dengan mengurung dirinya di dalam kamar. Dia tidak keluar untuk makan. Dia bahkan membanting semua barang-barang, memastikan Rosa tahu kalau dia marah. Marah besar. Semua dilakukannya agar Rosa melaporkan keadaan emosinya yang tidak stabil kepada ayahnya. Akhirnya, pintu kamarnya diketuk tegas setelah seharian penuh kemarin dia mogok makan. Rencananya akan melanjutkan mogok makannya hari ini. Tapi ternyata, siang ini, ayahnya sudah tak bisa mengabaikannya lagi. ESme tersenyum menang saat pintu kamarnya terbuka dan sosok ayahnya muncul dari balik sana. Esme tidak menoleh. Dia tetap berbaring telungkup di atas kasurnya. Dia tidak mau menggubris ayahya. “Aku dengar kau marah-marah?” Suara ayahnya terdengar tenang dan datar. Tidak heran, ayahnya sudah terlatih untuk tidak menunjukkan emosi saat berbicara.
Kepergian ibunya, mengantarkan Catherine dan keluarganya datang berbelasungkawa ke rumah Esme. Gadis itu menyambut Catherine dengan perasaan bercampur aduk. Dia berduka. Dia rindu. Dan dia juga senang.Selain Catherine dan orangtuanya, yang juga hadir lagi adalah Enrique, kakak lelakinya. Enrique sempat mengamuk karena tidak diberitahu akan kondisi ibunya saat sakit. Esme merasa bersalah telah melupakan kakaknya waktu itu. Tapi dia tidak ingin mengganggu Enrique. Dia tahu kakaknya sibuk. Dan Esme juga tidak menyangka kondisi ibunya berubah drastis.Kini setelah berkumpul lagi dengan Enrique, satu-satunya hal yang ingin dia lakukan pada Enrique hanyalah mengadu akan keputusan ayah mereka yang memintanya menikah dengan Nicky Meizzo.“Kau baik-baik saja, kan, Esme?” tanya Enrique saat telah satu minggu kematian ibu mereka. Rumah kembali sepi. Hampir seluruh sanak keluarga telah kembali ke kehidupan mereka lagi. Hanya Enrique yang masih tin
Esme memikirkan ide Catherine.”Tidur dengannya, kemudian bujuk dia membawamu lari. Kawin lari!” Tidur dengan Darren? Untuk bisa tidur dengan pria itu, jelas mereka harus bisa terlibat aktivitas mesra yang intens. Siapa yang akan memulai itu semua? Darren kelihatannya kaku dan bukan tipe perayu wanita. Lalu, diakah yang harus memulai kemesraan mereka? Eew! Memikirkan semua itu perutnya terasa bergejolak. Akan bagus jika Darren bisa terpancing dan mengikuti permainannya, namun, jika sudah dia yang harus memulainya dan Darren malah menolaknya? Mau ditaruh di mana wajahnya ini? Diliriknya Catherine yang nyenyak tertidur di sampingnya. Ah, sudahlah, ide Catherine tidak perlu dipikirkan terlalu sungguh-sungguh. Sepupunya itu pastilah hanya asal ceplos saja! Ponsel di atas nakas tiba-tiba berbunyi. Esme meraihnya. Darren yang mengirimnya pesan. Tumben sekali pria itu begitu intens berchatting ria dengannya. Darren: Hei! Kau lagi apa?
“Aku minta imbalan,” kata Marco pada keponakannya, Catherine. “Imbalan apa, Uncle? Uangmu lebih banyak dariku,” jawab Catherine penuh candaan. Marco tersenyum, kemudian melanjutkan. “Aku ingin kau membujuk Esme agar mau menikah dengan Bos Signaloa, dan pastikan dia tidak melarikan diri atau berbuat sesuatu untuk mengacaukan pernikahannya itu. Jika sampai semua kacau, kau pun akan kena hukuman dariku.” “Urgh, Uncle. Kenapa galak begitu? Kok aku jadi ikutan kena?” protes Catherine mengeluarkan gaya manjanya. “Ya, karena kau sudah kuserahi tanggung jawab itu. Dan kau menukarnya dengan jalan-jalan hari ini. Bagaimana?” Catherine pura-pura berpikir keras atas tawaran Uncle Marco. Kemudian dengan gaya manjanya dia bertanya, “Bos Signaloa dengan Uncle, siapa yang lebih keren?” “Haiizz! Kenapa kau bertanya seperti itu?” “Ya, kan aku mau tau donk siapa yang kudukung. Kalau masih kerenan Uncle sih ya mending gak usah lah. Masa Esme denga
Darren menatapn ponselnya. Dadanya sudah menggemuruh sendiri melihat peluang yang telah dinanti-nantikannya sejak lama kini terpampang jelas di depannya. Dengan mata berkilat-kilat, dia membalas pesan dari Esme kemudian meletakkan ponsel di meja kerjanya.“Don Signoraz akan ke London minggu depan,” katanya pada 3 rekannya yang lain: Michael, Trisha, dan Jaymie. Ketiga rekannya itu telah dikirimkan oleh Inspektur Arnold untuk membantunya melacak dan merencanakan penangkapan Marco Bandares. Dengan kedatangan ketiga rekannya itu, apartemen sewaan Darren kini telah disulap menjadi kantor dadakan.“Lalu bagaimana rencana kita?” tanya Michael dengan pandangan masih tertuju erat pada layar yang menampilkan rekamana CCTV yang diam-diam dipasang Darren di sekeliling kediaman Marco.Memang, dia tidak bisa memasang kamera pengintai di dalam rumah, tetapi setidaknya keadaan di luar rumah bisa mereka kuasai.“Michael,
Plok. Plok. Plok.“Baiklah! Perhatian semuanya!” Suara Darren menyita perhatian seluruh anggota tim.Sejak beberapa hari sebelum ini, pasukan level A yang dijanjikan Inspektur Arnold telah tiba di hadapan Darren. Bersama mereka, Darren menyusun rencana penangkapan.“Aku akan membagi 3 tim kita. Trisha dan Jaymie menjadi pemantau. Kalian akan berada di dalam van dan memantau rekaman dari kamera pengintai di sekeliling rumah. Sedangknh Michael! Kau akan memimpin sepuluh anggota pasukan kita, menyelinap melalui pohon-pohon di sebelah timur rumah. Dan aku bersama sisa pasukan menyelinap melalui pohon di sebelah barat. Kita akan bertemu di titik pusat. Setelah pasukan penjagaan di luar rumah dilumpuhkan, kita akan menyergap bagian dalam rumah. Kalian mengerti?!”“Siap, Kapten!”Sudah dari lama Darren tak sabar memimpin penyergapan ini. Kediaman Marco Bandares memang dijaga ketat. Dikawal ketat. Tetapi, pria itu lupa a
Esme mengisi bathtub nya sampai penuh dengan air hangat. Dilemparnya satu buah bath bomb beraroma citrus yang menyegarkan. Setelah bath tubnya penuh dengan busa sabun, Esme berendam di dalamnya, mengendurkan semua otot-ototnya yang kaku. Pikirannya dipenuhi akan kedatangan Darren dua hari lagi. Di hari ayahnya akan berangkat ke London, Darren akan tiba di rumahnya ini. Sungguh suatu hal yang tak pernah mampu dia bayangkan sebelumnya. Esme memejamkan matanya seraya otaknya menyusun-nyusun kegiatan yang bisa dia lakukan selama Darren mengunjunginya di sini. Sedang asyik memikirkan segala jenis kegiatan yang akan dia lakukan bersama Darren, bunyi tembakan tiba-tiba terdengar. Bukan hanya sekali, tetapi beberapa kali, meski tidak berurutan. Segera Esme keluar dari bathtubnya. “Suara apa itu?” tanya Esme pada Catherine begitu dia kelaur dari kamar mandinya. Sayangnya, Catherine sedang mendengarkan iphone-nya dengan headset. K
Pagi ini cuaca begitu cerah. Burung-burung berkicau dengan riangnya bagai alunan music bagi bunga untuk bermekaran. Sayangnya, semua itu tak selaras dengan risau hatinya. Kemarin siang, vonis persidangan telah dijatuhkan. Ayahnya diputuskan bersalah selaku menjadi bandar obat terlarang serta atas pembunuhan James Carter, rekan sejawat Darren. Untuk itu, ayahnya mendapat hukuman penjara selama 35 tahun. Hati siapa yang tak hancur mendengar berita seburuk itu? 35 tahun kemudian, saat ayahnya keluar dari penjara, dia sudah akan berusia 44 tahun. Itu kalau ayahnya masih sehat bugar, karena 35 tahun kemudian, ayahnya sudah akan berusia … 90 tahun! Para anak buah ayahnya juga mendapat hukuman mereka masing-masing. Martinez mendapat hukuman selama 15 tahun. Sedangkan anak buah ayahnya yang lain, masing-masing sekitar 5 tahun saja. Gadis itu melangkah lunglai memikirkan perubahan hidupnya yang terlalu mendadak. Segala miliknya direnggut dengan