Masih ada adegan 21+, tapi cuma dikit di bagian pertengahan. Kalau mau skip, dibagian situ boleh.***“Maaf, Pak. Ruangan ini tidak bisa asal dimasuki,” seorang pegawai club itu menghalangi para polisi yang berkerumun di depan pintu. Yeah. Club malam yang tidak pernah dirazia polisi dan satpol pp, tiba-tiba saja didatangi. Parahnya mereka memaksa untuk memeriksa setiap ruangan yang ada, termasuk ruangan VVIP private yang disewa Reino. “Buka saja. Kalau tidak kamu bisa kena masalah,” jawab salah seorang polisi. “Maaf, Pak. Justru saya bisa kena masalah kalau anda memaksa,” pegawai itu meringis mendengar polisi tadi. Dan yeah. Para kumpulan penegak hukum itu menerobos masuk begitu saja. “Astaga!” teriak beberapa orang. Reino yang mendengar suara itu, segera menarik Lydia ke pelukannya dan berbalik memunggungi orang-orang itu. Lydia yang t
“Hah.” Entah sudah berapa kali Lydia menghela napas hari ini. Ini bahkan belum jam makan siang, tapi rasanya Lydia sudah sangat lelah. Dan ini semua gara-gara Reino Andersen, si Polar Bear mesum tukang cari masalah. Semua gara-gara omongannya saat rapat darurat kemarin. Gara-gara pengakuan yang asal diucapkan pria itu, Lydia jadi target gosip. Ya. Target gosip. Sudah sejak dia menjejakkan kaki di kantor pagi ini, Lydia bisa melihat orang memandanginya. Bahkan ada beberapa yang berbisik di depannya. Ada juga yang menyindir terang-terangan. “Pantas dia bisa tiba-tiba jadi asisten padahal sudah ada Pak Hadi.” “Yeah. Aku juga gak tahu apa yang dilihat Pak Reino dari perempuan kurus seperti dia. Mungkin kalau di ranjang dia liar.” Lydia kembali menghela napas ketika mendengar kalimat itu. Dia langsung berbalik dan menemukan dua orang yang ber
“Selamat pagi menjelang siang semuanya,” Lydia menyapa orang-orang di ruangan marketing. Selepas memberitahu asisten Thalita (yang kini beralih jadi asistennya), tentang beberapa hal soal pekerjaan yang harus di kerjakan, Lydia pergi ke divisi marketing untuk mulai menjalankan tugas dari Reino. Dan sesuai dugaan. Lebih banyak mata yang memandang Lydia dengan tatapan tidak suka. Sebagian besar berasal dari para wanita dan terutama dari tim dua. “Sesuai perintah dari Pak Reino, saya akan melakukan sedikit evaluasi di divisi marketing kantor pusat kita. Sekalian juga menangani komplain yang berkepanjangan.” Walau tatapan yang tertuju padanya agak membuat salah tingkah, Lydia tetap berusaha untuk tenang. Dia perlu segera menyelesaikan tugas ini jika ingin hidup tenang. “Apanya yang mau dievaluasi dari timku? Performa kami baik-baik saja,” tanya Manajer Marketing terlihat marah. “Maaf. Saya hanya menjalankan perintah dari Pak Reino. Untuk lebih jelasny
“Lydia kan?” Lydia berbalik ketika mendengar namanya. Dia cukup terkejut melihat Viktor ada di minimarket kecil seperti ini. Lydia pikir orang kaya dengan gaya parlente seperti Viktor hanya akan mengunjungi supermarket besar yang mewah. “Sepertinya ini masih jam kerja deh. Kok kamu bisa ada di sini?” tanya Viktor dengan kening berkerut. “Saya sedang kunjungan lapangan, Pak. Mau mengurusi beberapa komplain yang belum terselesaikan,” jawab Lydia dengan ringisan pelan. “Kamu yang turun tangan sendiri? Kiraiin ada tim untuk ini?” “Karena komplainnya gak kunjung selesai, saya disuruh turun tangan langsung.” Viktor mengangguk mengerti. Dan karena Lydia mengatakan masih menunggu manajer toko, Viktor mengajak Lydia untuk menemaninya belanja. Dan karena memang tidak ada yang dia lakukan selagi menunggu, Lydia mengiyakan saja. “Aku tidak menyangka
“Mau Mama pijitin?” “Loh, Mama? Kok belum tidur sih?” Lydia yang berbaring dengan menatap tablet, langsung berdiri menyambut ibunya. Liani membawa nampan kecil berisi susu vanila hangat. Lydia segera meraih nampan itu untuk diletakan di atas nakas. Lianilah yang kemudian mengambil gelasnya dan meminta anaknya untuk minum susu dulu. Lydia meminum susunya tanpa protes. Dia baru protes ketika sang ibu mulai memijat bahunya yang memang terasa kaku akibat terlalu lama kerja. “Mama,” Lydia menyingkirkan tangan Liani dengan lembut. “Mama ngapain sih?” “Mijitin kamu lah. Belakangan ini kan kamu lembur terus, pasti capek banget.” “Capek sih, Ma. Tapi bukan berarti Mama harus mijitin aku dong. Mama kan habis operasi, jadi harus banyak istirahat.” “Tapi kamu jadi makin sibuk pasti gara-gara biaya rumah sakit kan?” tanya Liani yang hanya bisa dijawa
Rupanya masalah komplain bisa diselesaikan dengan cukup mudah. Semuanya hanya masalah kepercayaan. Ketika rasa percaya itu hilang, tentu susah untuk didapatkan kembali. Tapi nyatanya Lydia berhasil. Hanya dalam seminggu, Lydia sudah berhasil menyelesaikan komplain. Entah bagaimana asisten Reino itu berhasil mendapatkan kepercayaan lagi. Lydia sudah menjelaskan semuanya saat rapat, tapi tetap saja Reino merasa belum percaya. Masa iya kepercayaan dari pihak konsumen bisa dikembalikan semudah itu? Solusi yang ditawarkan memang bukan hanya sekedar ganti rugi materil dan kata maaf, tapi juga kesempatan. Lydia memberi orang-orang itu kesempatan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tentu saja masih ada keuntungan yang didapatkan dari perusahaan. Misalnya saja, untuk pemilik minimarket. Pria tua itu sering menceritakan saudaranya yang sering dapat hadiah dari hasil penjualan barang. Maka Lydia langsung menawarkan kerja sama. Jika pihak mini market bisa menjual dengan kuantitas te
“Oh, my God. Emang nyaman banget holiday dibayarin,” teriak Vanessa sangat kencang. “Woi, ini di tempat umum kali. Pelankan suaramu,” hardik Lydia sedikit malu dengan suara cempreng sahabatnya itu. “Ck. Makanya kasih tahu pacarmu itu, lain kali tolong sewakan vila saja. Biar kita bisa teriak-teriak sampai puas pas sarapan,” sergah Vanessa kesal. “Ya kali. Udah syukur juga kita semua dibayarin. Mana fasilitasnya yang the best lagi,” timpal Cinta dengan mata berputar. “Dan lagian ya. Kalau kita diambilkan vila yang dekatan atau satu vila buat rame-rame, adanya telinga kita yang tuli dengar suara desahan tiap malam,” tambah Erika tanpa filter. “Ih, apaan sih Ka.” Cinta langsung menoyor bahu sahabatnya itu dengan keras, membuat semua orang tertawa. Mereka berempat (berlima ditambah suami Cinta), akhirnya benar-benar terbang ke Yogyakarta dengan biaya ditanggung
“Astaga! Apaan ini?” teriak Lydia melihat penampilannya di cermin. Demi apa pun juga, Lydia cukup percaya diri kalau menggunakan crop top dan hot pants. Dia percaya diri sedikit memamerkan perut rata dan tungkai jenjangnya, tapi penampilan yang dipilihkan Reino malam ini agak sedikit keterlaluan. Sudah jelas dadanya rata, tapi Reino memberikan pakaian yang memamerkan bagian itu. Bentuk bagian atas gaunnya serupa korset ketat tanpa lengan. Saking ketatnya, membuat dada rata Lydia sedikit menyembul akibat tekanan dari pakaiannya. Dan yang paling bikin risih adalah bagian bawah yang berbentuk segitiga yang kemudian dilapisi dengan kain transparan. Lydia jadi merasa seperti sedang menggunakan pakaian renang seksi yang mengumbar semua bagian tubuhnya. Dan Lydia kurang suka ini. Lydia sama sekali tidak pernah memamerkan lengan atau bagian dadanya. Bahkan hot pants miliknya juga tidak ada yang menyentuh garis pahanya. Nah ini? OMG. Lydia tak percaya harus memakai pakaian seperti ini demi