Cukup lama setelah Marc membukakan pintu untuk tamu yang membunyikan bel, pria itu kembali. Ia berdiri di ambang pintu kamar dengan sebelah tangan dimasukkan ke dalam saku celana.
"Mereka dari Kepolisian Springfield, ingin bertemu denganmu. Apa kau bisa menemuni mereka?"
"Apa ada hubungannya dengan tewasnya kedua orang tuaku?" Shoujin menundukkan kepalanya lagi.
"Kurasa begitu. Kau satu-satunya saksi kejadian itu."
"Aku tidak melihat kejadiannya," elak Shoujin.
Marc menghampiri Shoujin, lalu berjongkok di depannya. Tepukan pelan ia berikan pada pundak Shoujin untuk menguatkan mental bocah itu.
"Aku tahu kau terpukul atas kejadian itu. Tapi kau tidak perlu khawatir. Jadi sebaiknya kau temui mereka dan katakan saja apa yang kau lihat. Aku akan ada bersamamu. Dan jika mereka berusaha menekanmu, aku akan meminta mereka pergi," tutur Marc dengan hati-hati. Ia lalu diam menunggu jawaban Shoujin.
"Baiklah," akhirnya Shoujin menyetujui
Cukup sulit bagi Kenneth menemukan tempat yang dimaksud oleh Threat. Di mana Lakeside Hill Cafe itu berada? Tempat itu tak Kenneth temukan dalam peta digital maupun di situs mana pun di Internet. Ada sebenarnya di internet, tetapi sama sekali tak ada hubungannya dengan Middlesburg—tempat di mana seharusnya kafe itu berada, setidaknya itu menurut Kenneth. Yang membuatnya semakin sulit adalah Threat itu tak memberinya petunjuk apa pun. Ia juga telah mencoba mencari tahu tentang tempat itu dengan cara lama, yaitu bertanya kepada sesama manusia. Ia bertanya pada resepsionis di penginapan, sekuriti di sana, beberapa orang yang ditemuinya di taman kota dan polisi yang sedang beristirahat di dalam mobil patrolinya sambil memakan donat. Apakah ia juga harus mendatangi dinas pariwisata? Itu semua membuatnya berpikir bahwa ia telah datang ke kota yang salah. Kebuntuan itu menyadarkan Kenneth akan sesuatu, ia belum makan apa pun sejak dari Springfield. Perutnya berdemonstrasi m
Kurang lebih sepuluh menit selepas menurunkan Cathy dan Leah, Kenneth kini sampai di sebuah area di mana ia bisa melihat sebuah danau di sisi kiri jalan. Seharusnya ia sudah dekat dengan tempat yang dimaksud oleh Threat. Ia melihat pada jam digital di pergelangan tangannya. Dua puluh jam telah lewat sejak ia menerima pesan ancaman kedua dari Threat. Kenneth menurunkan kecepatan mobil yang dikemudikannya. Lakeside Hill Cafe, jika kafe itu dinamakan berdasarkan lokasinya, seharusnya kafe itu berada di sebuah bukit yang tak jauh dari sebuah danau. Ia sudah menemukan danaunya, jadi sekarang hanya tinggal mencari bukitnya saja. Kenneth mengeluarkan dari saku kiri jaketnya ponsel yang tak digunaknnya untuk bekerja—untuk lebih mudah, kita sebut saja dengan 'ponsel B'. Ia menelepon Cathy. "Halo." "Hai, Kenneth. Aku tak menyangka kau akan menelepon secepat ini." "Uhm ... apa kau tahu di mana ada bukit yang letaknya tak jauh dari danau?"
Ron—pria yang mengejar Kenneth dan Owen menggunakan SUV hitam—tak henti mengumpat dan merutuki kesialannya. Hanya tinggal sedikit lagi ia akan mendapatkan targetnya, tetapi ia kembali harus kehilangan buruannya itu. Dan kini ia harus membawa mobilnya ke bengkel terdekat. Ditendangnya kuat-kuat tembok di depan hidungnya dengan docmart yang membungkus kaki besarnya. Namun, tembok itu tetap bergeming. Ingin sekali ia meruntuhkan tembok di hadapannya, kalau saja ia bisa mengubah mobilnya yang ringsek di satu sisi itu menjadi wujud ekskavator. ini semua salah Owen dan tembok itu. Setelah membawa mobilnya ke bengkel terdekat, dengan bantuan mobil derek, Ron kembali ke pusat Kota Middlesburg dengan taksi yang dipesannya secara online. "Brengsek!" maki Ron pada apa pun, makhluk hidup atau benda mati yang saat ini mendengar suaranya. Tak terkecuali pengemudi taksi yang ditumpanginya. "Hei, kau! Bisa lebih cepat lagi? Aku sedang mengejar penjahat. Ka
Hari Senin, hari yang paling dibenci oleh kebanyakan orang, karena harus kembali bergelut dengan segala kesibukan, termasuk seorang polisi bernama Aaron. Beberapa menit selepas pukul sepuluh pagi Ia memacu mobilnya dengan kecepatan sedang dengan diliputi rasa malas. Ia menuju sebuah hotel setelah mendapat laporan tentang penemuan sosok mayat dalam lemari pakaian di sebuah kamar. Hotel itu berada tepat di seberang Rendezvous Hotel. Saat ia tiba di sana, dua unit mobil polisi dan satu unit mobil jenazah sudah berada di sana. Aaron segera memasuki lobi hotel. Sambil berjalan, ia mengedar penglihatannya ke segala penjuru lobi, dan terhenti di sekitar sofa. Seorang pria beranjak dari sofa itu dan matanya bertemu pandang dengan Aaron. Aaron terus berlajan, pria yang beranjak dari sofa, yang merupakan partner Aaron itu pun berjalan. Setelah berpapasan, keduanya lalu berjalan bersama. Mereka menuju ke lantai tiga hotel itu, tepatnya ke sebuah kamar. Di sana police line
Nicky berjalan menyusuri koridor sekolah bersama ketiga temannya, di belakang mereka menyusul Sam dan Irina. Nicky dan kawanannya terus berjalan berarak, layaknya sekumpulan burung yang sedang bermigrasi ke tempat hangat untuk berkembang biak, tanpa peduli pada tatapan merendahkan dari siswa-siswi di sepanjang koridor. Semua orang sepertinya sudah tahu mereka menginap di Kantor Polisi St. Angelo pada Jum'at malam itu. Namun, sepertinya urat malu mereka sudah putus. Hingga di halaman, barulah kawanan itu berpisah. Irina mengikuti Sam masuk ke mobilnya. Dan ketika melihat Shoujin bersandar pada sepeda motornya, Nicky seketika menghentikan langkah. Ketiga temannya mengikuti. Dan ketika Nicky berbelok arah, mengabaikan Shoujin, ketiga temannya masih mengikuti. "Kalian sedang ada masalah?" selidik Shawn melihat ketidakberesan pada Nicky. Nicky memasang muka masam. "Ya. Mulai sekarang aku tidak mau melihatnya lagi." "Kenapa?" Kevin menyahut.
Owen duduk tertunduk di ranjang dalam sebuah ruangan sempit tanpa pencahayaan dari luar. Senjatanya telah dilucuti. Sebuah lampu menjadi satu-satunya sumber penerangan di sana. Ada sebuah pintu dengan lubang berukuran kira-kira 40 x 30 cm dengan teralis yang menjadi ventilasi selain exhaust fan¹. Selainranjang, terdapat sebuah meja dan kursi di ruangan itu. Ruangan dengan dinding berwarna abu-abu gelap itu cukup bersih, tak terlihat seperti penjara untuk para kriminal rendahan. Menurut dugaannya, ini adalah ruangan tahanan SIA. Hanya ada dirinya seorang di ruangan itu. Ia tak tahu bagaimana nasib roomboy-nya. Ia berharap pemuda itu tak harus menjalani penyiksaan. Ia tak yakin pemuda itu bisa tahan. Terdengar seseorang sedang membuka kunci pintu ruangan yang lebih cocok disebut sel itu. Seorang laki-laki berpakaian seragam lapangan SIA—kaos kerah bundar dan celana kargo berwarna biru gelap; rompi dengan kantong di masing-masing sisi dada; logo
Sebuah hyper car memasuki halaman sebuah mansion. Suara derunya mengusik dua ekor pit bull terrier yang berjaga bersama dua orang di gerbang mansion itu. Mobil itu berhenti beberapa meter di samping pintu depan mansion. Seorang pria berpakaian kemeja slim fit berwarna merah terang mengkilap dengan kedua lengan panjangnya tergulung di bawah siku keluar dari sisi pengemudi mobil itu. Tiga kancing teratas dibiarkan terbuka menampilkan dadanya yang berbulu. Sebuah kalung rantai emas berbandul simbol satanik¹ menghiasi leher dan dadanya. Seorang wanita berpakaian skimpy² berkelap-kelip bak lampu diskotek keluar dari sisi lainnya dan berjalan menyusul prianya. Jalannya oleng, sepertinya ia mabuk. Ditambah tinggi heels-nya yang seperti Burj Khalifa demi menyesuaikan tebal platform sepatunya, membuat si pemakai semakin sulit menjaga keseimbangan. Jika ditimbang-timbang sepatu wanita itu kalau sampai jatuh menimpa kepala kedua pit
Aaron baru saja sampai di Kantor Polisi St. Angelo. Dengan langkah cepat ia menuju ruangan Debbie, setelah beberapa saat sebelumnya ia mendapat pesan dari perawan tua itu bahwa hasil rekam sidik jari telah keluar. "Pagi, Deb." "Debbie. Kaupikir aku penagih hutang?" ketus Debbie. "Eer ..., terserah. Mana laporannya?" Debbie menyodorkan print out tanpa map pada Aaron dengan muka masam. "Terima kasih. Lain kali buang jauh-jauh wajah masammu itu. Kau lebih cantik ketika tersenyum." "Aku tidak butuh saranmu!" Aaron berlalu tanpa mempedulikan ucapan Debbie. . . "Pagi, Zac," sapa Aaron pada Zac yang telah lebih dahulu berada di ruangan mereka. "Kau terlambat," ledek Zac sambil menoleh sepintas pada Aaron lalu kembali fokus pada layar komputer di depannya yang terbagi menjadi empat dan masing-masing sedang menampilkan rekaman CCTV dari Wizz Hotel—hotel yang tepat berseberangan dengan Rendezvous