Bu Marwa saling menautkan kedua tangannya yang tampak gemetaran, saat ini ia tengah berhadapan dengan dokter yang memeriksa kondisi Dasta dua minggu yang lalu saat Dasta hampir merenggang nyawa.
Dokter paruh baya dengan usia kisaran sama seperti usianya, dokter itu menatap bu Marwa sebentar sebelum berbicara."Ibu dari pasien yang mencoba melakukan upaya bunuh diri dua minggu yang lalu?" tanya dokter itu yang langsung di angguki bu Marwa."Saya ibu mertuanya," dokter itu pun mengangguk.Bu Marwa melirik name tag dokter tersebut, ternyata dokter itu bernama Faisal."Syukurlah menantu ibu segera di bawa ke rumah sakit, karena jika terlambat sedikit saja kemungkinan pasien akan langsung meninggal.""Ya, terima kasih dokter.""Jangan berterima kasih pada saya bu, berterima kasihlah pada Tuhan karena menantu ibu masih hidup dan berhasil melewati masa kritisnya."Bu Marwa mengangguk lesuh, dokter Faisal tampak memperhatikan tiap raut wajaSetelah di nyatakan membaik oleh pihak rumah sakit, akhirnya Dasta di perbolehkan pulang. Kedua orang tuanya setiap hari rutin menjenguknya, kini kedua orang tua Dasta tengah membereskan semua barang milik Dasta ke dalam tas.Dasta merengek hgg ikut pulang bersama kedua orang tuanya, saat ditanya mengapa begitu dan Dasta tak kunjung memberitahu hal yang sebenarnya.Kedua orang tuanya tau apa penyebab dirinya di rumah sakit, bu Marwa mengatakan kebohongan sesuai isyarat Dasta tempo hari. Jika Dasta menyayat pergelangan tangannya karena cemburu melihat Shaka yang tak sengaja bersama teman wanitanya. Alasan klasik yang langsung di percayai kedua orang tuanya jika Dasta nekat melakukan tindakan itu karena rasa cemburu. Mereka juga sangat menyayangkan tindakan bodoh yang Dasta lakukan, syukurlah Dasta selamat.Selama itu pula Shaka tidak terlihat lagi datang ke rumah sakit. Dan hal itulah yang memicu sedikit rasa curiga orang tua Dasta,
"Tidak!" tolak Dasta cepat nyaris berteriak. Semua orang kaget mendengar suara Dasta yang nyaring."Kenapa tidak?" tanya Shaka menantang."Kerena aku tidak ingin kau juga ikut." jawab Dasta tak mau kalah, wanita itu bahkan sudah tak mempedulikan panggilannya yang biasa memanggil Shaka dengan sebutan abang kini berubah menjadi 'kau'."Dasta, kau adalah istriku, dan aku adalah suamimu. Kemanapun aku pergi maka kau juga ada dan harus ikut. begitupun sebaliknya. Jadi, aku akan ikut denganmu, kita berdua akan pergi bersama ibu dan ayah. Aku benar, kan, ayah dan ibu?"Kedua orang tua Dasta mengangguk. "Nak Shaka akan ikut bersama kita Dasta." ucap ayah Dasta menyetujui perkataan Shaka.Dasta ingin menolak kembali, tapi dengan cepat Shaka menarik dirinya pergi dari situ."Jangan harap kau bisa lepas dariku dengan mudah Dasta, aku tidak akan membiarkanmu pergi ataupun lepas dari
Shaka gelisah dalam tidurnya, terlihat bolak-balik pria itu membalikkan badannya ke kanan dan kiri. Telentang ataupun terlungkup, tapi tetap saja Shaka masih merasakan resah dan sesak.Ia bangun dari rebahannya hingga posisinya kini duduk menyandar di kepala ranjang. Ia melirik ke arah Dasta yang tampak tidur membelakanginya."Ranjang ini terasa sangat sempit untuk di tiduri kami berdua. Ah, sial!" umpatnya merasa kesal.Kenapa Dasta dan keluarganya memilih ranjang dan kamar sekecil ini untukuk ukuran dua orang?Shaka bangkit turun dari ranjang seraya membawa bantal dan guling. Rencananya Shaka akan memilih tidur di lantai yang dingin saja, baru lima menit tidur di lantai tanpa alas, Shaka sudah mulai merasakan kedinginan. Dengan sangat curangnya dia menarik selimut yang di pakai Dasta untuk menyelimuti tubuhnya.Dasta tersentak saat merasakan seseorang menarik selimut dari tubuhnya, ia
Dasta bangun lebih awal dari Shaka, melirik Shaka yang semakin meringkuk dalam tidurnya. Bisa Dasta pastikan jika pria itu mengalami masuk angin dan flu saat bangun nanti.Bagus sih! pikir Dasta tersenyum jahat. Dasta melangkah masuk ke dalam kamar mandi, ia ingin membersihkan tubuhnya sebelum pria gila itu bangun. Ya, sekarang Dasta lebih suka memanggil Shaka dengan julukan pria gila. Lidah Dasta lebih enak saat menyebutkan kata itu.Cepat Dasta memulai ritual mandinya dan keluar dari kamar untuk membantu sang ibu, yang pasti sudah bangun dan berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan.Tak membutuhkan waktu lama bagi Dasta untuk mandi, sekitar sepuluh menit ia sudah selesai mandi dan keluar. Berjalan ke arah lemari mengambil pakaian miliknya yang sebagian memang sengaja ia tinggalkan di rumah, dan untungnya itu sangat berguna.Dasta melirik Shaka kembali yang masih pada posisinya semula sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi tadi. Pakaian yang di kenak
Music instrumental diatas semoga cocok dengan part ini Hampir seminggu Shaka tinggal di rumah mertuanya, selama seminggu itu pula Dasta tak henti-hentinya menguji kesabaran Shaka. Berbagai macam hal sudah Dasta lakukan untuk Shaka agar pria itu merasa bosan dan tak betah lebih lama lagi tinggal bersamanya.Sebaliknya, rencana Dasta harus pupus ketika melihat Shaka yang begitu semangatnya malah menyuruh orang suruhannya untuk memindahkan semua barang-barangnya yang ada di rumah mereka berdua ke rumah orang tua Dasta.Dasta menepuk jidatnya sendiri saat menyaksikan hal itu. Kini lemarinya tak hanya berisikan pakaiannya saja, tetapi kini juga berisikan pakaian milik Shaka.Tak hanya itu saja, Shaka juga membeli tempat tidur baru yang cukup luas untuk berdua. Alhasil seisi kamar Dasta di sulap menjadi baru olehnya. Shaka tersenyum puas memandangi kamar Dasta, keinginannya terpenuhi sekarang hingga tak membuat dia harus lebih lama lag
Shaka tak konsentrasi di kantornya, entah kenapa pikirannya terus melayang ke wajah Dasta beserta ucapan wanita itu yang mengatakan jika ia tidak percaya dengan perubahan sikap Shaka yang menjadi manis dan lembut dalam sekejap.Entahlah, Shaka juga tak mengerti pada perubahan dirinya sendiri. Awalnya ia memang berniat membawa Dasta kembali ke rumah mereka, tapi sepertinya Shaka harus bersabar untuk itu melihat Dasta yang tampak senang mengujinya. Shaka bukannya tidak tahu jika Dasta sedang mengujinya dari hari pertama ia memutuskan untuk ikut tinggal di rumah mertuanya itu. Hanya saja Shaka mengikuti alur permainan yang Dasta buat.Shaka rela mengalami flu untuk itu karena memang jujur ia merasa gerah jika harus berbagi ranjang sempit itu bersama Dasta. Syukurlah sekarang sudah ia ganti yang lebih besar, sehingga sekarang Shaka tak akan merasakan dinginnya lantai lagi.Shaka jadi berpikir, hal selanjutnya apalagi yang akan Dasta lakukan untuk dirinya.
Music instrumental diatas semoga cocok dengan part ini #######Dasta teringat dengan kartu nama pemberian Gee di cafe siang tadi, Dasta mengambil benda itu yang tersimpan di dalam tasnya. Setelah berhasil mendapatkannya Dasta duduk di tepi ranjang sembari memperhatikan dengan seksama kartu nama itu.Dari situ Dasta tahu nama panjang dari Gee, ternyata Gee ini seorang pebisnis sekaligus pengusaha sukses juga sama seperti Shaka dan keluarganya."Gee Ranata." "Apa?" Dasta tersentak kaget saat mendengar suara Shaka yang bertanya cukup kuat, dengan cepat Dasta menyembunyikan kartu nama itu di balik punggungnya. Terlihat Shaka yang baru keluar dari kamar mandi dan hanya memakai handuknya saja yang melilit dari pinggangnya sampai lutut. "Kau bilang apa tadi? Ge—siapa?" "Memang aku tadi bilang apa?" tanya balik Dasta pura-pura tak mengerti.Mata Shaka menyipit curiga. "Apa yang kau sembunyikan itu." tunjuk Shaka ke arah tangan
Music instrumental diatas semoga cocok dengan part ini Coba dengerin deh, enak banget ❤️°°°°°°°°°Gee keluar dari kantornya dengan terburu-buru, Gee menghiraukan sapaan para bawahannya. Ia celingak-celinguk ke sana-sini saat sudah sampai di luar kantor.Berharap bahwa ia melihat Dasta ada di sekitar sini karena hatinya merasakan kehadiran wanita itu. Entahlah, mungkin hanya perasaannya saja.Dengan langkah gontai Gee masuk kembali ke dalam kantornya. Si resepsionis cantik tadi melihat bosnya yang kembali masuk dan langsung melangkah mendekati."Pak Gee," panggilnya menyapa ramah."Ya, ada apa Marissa?" tanya Gee melihat resepsionis itu yang bernama Marissa."Anu pak-" Marissa menggabungkan kalimatnya bingung ingin mengatakannya."Anu, apa?" "Tadi ada seorang wanita yang datang ke kantor mencari bapak." "Seorang wanita? Mencari saya?" Marissa mengangguk. "Lalu, dimana dia?" "Sudah saya usir pak."