Chapter selanjutnya cerita ini akan mulai memasuki arc Akademi Tunas Harapan. Kebrutalan yang dilakukan oleh pemimpin akademi itu harus segera ditumpas.
Selepas kami kembali, semua masalah tampaknya telah selesai. Wajah Tia masih terlihat marah, alisnya menjadi tegang dan sedikit menurun, nada bicaranya ketika berkoordinasi dengan anggota kelompoknya yang lain juga terdengar meninggi. Di sisi lain, si anak pembuat onar dari kelas 7 hanya berdiri dengan beberapa teman laki-laki kelas 7-nya. Karena suasana tegang akibat kejadian sebelumnya, hal itu membuat semua orang tidak banyak bicara. Mereka hanya fokus dengan masing-masing anggota kelompoknya saja. Dalam kelompok kami, aku menyerahkan urusan koordinasi pada Ryan. lagipula, sepertinya aku jadi dibenci oleh semua anggota kelompokku. Tatapan mereka terasa seperti terpaan angin dingin di musim panas. Terlebih lagi di antara mereka, si pembuat onar yang menerima pukulanku tadi melirikku seolah menyiratkan niat jahat yang tak terungkapkan. Bagaimanapun, aku tidak berniat untuk menanggapinya. *** Kembali, Nossal dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan formasi yang sama seperti s
“Dengan ini selesai...” “Terima kasih,” ucap laki-laki itu. Perawat itu menjawabnya dengan tersenyum lalu menyimpan kembali alat-alat dan obat merah yang telah digunakan ke dalam tas kecil di pinggangnya. “Linda! Apa kamu masih punya sisa perban? Milikku sudah habis ini.” “Ada. Tapi punyaku juga tinggal sedikit. Nih, kamu pake saja.” Perawat bernama Linda itu melemparkan gulungan perban yang sudah terlihat tipis pada rekannya. Menangkapnya, perawat itu mengerutkan alisnya. “Tinggal ini?” “Iya, tinggal segitu doang.” “Yah... Segini mah kurang,” ucapnya sambil menatap gulungan perban yang barusan dia terima. Serbuan kera biru sebelumnya menyebabkan Nossal, Ryan, dan orang-orang yang mereka coba selamatkan mendapatkan luka yang cukup serius. Selain cairan anti septic untuk membersihkan luka, perban yang telah sediakan dengan cepat habis. “Simpan saja sisa perban itu untuk yang lain. Aku tidak memerlukannya.”
“Itu Luna.” Ujar Venda menghela nafas lega. Dia yang tidak mendengar percakapan dari awal membuatnya tidak tahu lokasi Luna. Meski dia penasaran, Venda segera memberikan beberapa karak dan air putih gelasan pada masing-masing orang. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, Venda bertanya, “Di mana Luna berada?”Menerima makanan dari Venda, perempuan yang sedari tadi berbisik, memberanikan diri untuk berbicara dengan ragu-ragu,“A-aku melihatnya di gedung yang ada di sana. Di lantai 3 di sana, kalian dapat melihat orang sedang berdiri sambil menatap tempat kita berada.”Mengalihkan pandangan setelah mendengar jawaban perempuan itu, Adit bertanya kepada laki-laki yang ada di depannya,“Apakah itu kekuatannya? Melihat jarak jauh? Tapi dalam kondisi gelap gulita seperti ini memangnya kelihatan?” tanyanya penasaranLaki-laki itu menggigit karak yang dibagikan Venda. Hanya dalam 3 kali gigitan, karak itu lenyap, masuk ke dalam mulutnya. Setelah meminum air, dia menjawab,“Kalau tidak s
Berdiri di depan jalan masuk ke dalam gedung, aku hampir tidak dapat melihat apa pun. Berjalan masuk perlahan sambil meraba-raba sekitar membuatku sedikit demi sedikit mulai paham bagian dalam mall ini. Pada lantai 1 bagian lobby, berbagai jenis pakaian dipajang pada beberapa rak pakaian, meskipun semua telah hancur dan berserakan dimana-mana. Dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dan telah rusak, pakaian-pakaian itu telah berserakan di lantai yang kotor dan lembap dikarenakan kebocoran di beberapa sisi bangunan. Selain itu, lantai 1 juga terdapat supermarket dan beberapa konter reparasi handphone dan jam. Setelah menyusuri area lantai 1, aku berdiri di tengah bangunan, di depan tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Sebenarnya dari tengah bangunan mall ini aku sudah dapat melihat area lantai 3 yang sepertinya merupakan area food court.Aku beberapa kali menoleh ke pintu masuk dan area sekitar untuk memastikan apakah ada monster di dalam ataupun di luar bangunan, tidak l
“Dasar pembunuh!”“Anak terkutuk!”Sambil terus mencaci-maki, orang-orang saling dorong-mendorong. Tetapi berkat polisi yang mengawal, dia tidak mengalami kekerasan fisik. Seorang anak kecil telah dinyatakan sebagai tersangka atas kejadian mengerikan yang menewaskan kurang lebih 14 orang. Setelah dilakukan investigasi, ditemukan seorang saksi yang melihat seluruh kejadian tersebut. menurut pengakuannya, memang benar bahwa penyebab dari musibah ini adalah anak kecil tersebutTapi, sesuai hukum negeri ini. Anak kecil itu tidak dapat dimasukkan penjara. Sebaliknya, orang tuanya yang akan bertanggung jawab. Sedangkan anak itu akan dibina di LPA(Lembaga Pembinaan Anak). Saat ini, anak kecil tersebut telah berubah menjadi remaja. Meski begitu, dia tidak dapat hidup tenang seperti biasa. Dia diperlakukan buruk oleh semua orang yang mengetahui tentang masa lalunyaHingga suatu hari*CRIIINNNG*Bunyi bel berdering tanda waktunya istirahat“Hei Nossal. Apa kau sudah lihat anime yang tayang kemar
Bingung dengan apa yang sedang terjadi, aku menangis. Hatiku terasa perih melihat kepergiannya “Apa yang terjadi denganku?” tanyaku dalam hati sambil menggenggam bagian baju di depan dadaku Tidak lama setelah itu, rasa kantuk yang tadi sempat hilang kembali lagi. Itu mataku terasa sangat berat dan aku kehilangan keseimbangan. Tanpa aku sadari, kesadaranku telah pudar. *** “Hiiyyaaaa!!!!!!” Sebuah jeritan membuatku terbangun. Begitu aku membuka mata, hal pertama yang ada dihadapanku adalah langit yang telah berubah menjadi gelap. Di bawah cahaya bulan, aku tergeletak di atas tanah, di tengah lapangan. Merasakan sensasi aneh pada pipiku, aku menyentuhnya. Bekas tetesan air mata masih tertinggal disana. Dengan cepat aku mengelapnya menggunakan pergelangan tanganku. Karena tidak ingin terus terbaring di tanah, aku mencoba untuk duduk. Kepalaku yang terasa sakit disertai pusing membuatku sedikit kesulitan untuk duduk. Ketika mengamati keadaan sekitar. Aku melihat pada beberapa murid
“Hei, sampai kapan kau tidur.... Hoi, anjing!” Teriak seseorang sambil menendang-nendang bahu seorang yang pingsan. Tetapi tidak ada respon sama sekali. Merasa diabaikan, salah satu orang yang menendangnya mendecak lidah “Tch, sepertinya dia sudah terlalu sering mendapatkan siksaan hingga tidak merasakan apa-apa ketika kita beginikan. Bagaimana menurutmu, Les?” “Masuk akal juga omonganmu, Galang. Bahkan pukulan keras dari Pak Senja sebelumnya hanya membuatnya sedikit mundur” “Bagaimana jika kita gunakan itu untuk membangunkannya?” “Oh? itu ide yang bagus” Setelah sepakat menggunakan sesuatu yang disebut itu, mereka berdua mundur beberapa langkah lalu membuka kepalan tangannya. Sebuah partikel-partikel air berkumpul ke satu titik hingga membuat sebuah bola air sebesar bola basket. Dengan senyuman jahat, pria bernama Lesmana itu menjatuhkan bola air itu ke arah muka pria yang sedang tidak sadarkan diri tersebut. Karena dinginnya guyuran air yang tiba-tiba, pemuda itu terbangun. De
Setelah menunggu cukup lama di depan gerbang sekolah, akhirnya yang lainnya juga terlihat. Mereka berjalan menuju kami yang sudah dari tadi menunggu. Dengan jumlah sekitar 15 orang, kami bersiap membasmi monster serigala yang ada di luar. Mereka berkali-kali melihatku yang sedang dalam posisi berlutut dengan kedua tangan ditahan oleh Lesmana dan Galang. Hingga pada akhirnya orang terakhir datang, aku melihat ke sana kemari, mencari keberadaan Rokka. Meski aku memperhatikan satu per satu wajah murid yang ada di sekitar, aku tetap tidak dapat menemukannya. “Kemana dia kira-kira” ucapku dalam hati. Tidak lama kemudian, sebuah suara tepukan tangan mengambil perhatian kami semua. Sosok itu adalah Dicky yang berada di tengah kami. Setelah mendapatkan perhatian semua orang. Dengan menunjuk ke arah luar gerbang sekolah, ia berbicara, “Hari ini kita akan melakukan pembasmian serigala yang ada di luar sana” “Tunggu Boss, apa kita bisa mengalahkan mereka? Maksudku, melihat jumlah mereka yang