Xandro kembali ke ruangannya. Meninggalkan Gresya yang masih terpaku di dalam ruangan pertemuan tadi. Meletakan berkas yang sedari tadi ia pegang diatas meja kerjanya tersebut.
Entah mengapa, raut wajah kekesalan Gresya atas pengakuannya,malah membuat dia menahan senyum di hadapan wanita itu. Dan Xandro menumpahkan senyuman yang di tahan sedari tadi, tepat saat ia mendarat duduk di kursi kerjanya. Seperti orang gila, tersenyum-senyum sendiri.
Seketika ia tersadar dari senyuman itu. Tangannya memeriksa jadwal yang mungkin saja akan melibatkan dia dan Gresya bertemu kembali. Dan sekali lagi ia merasa senang. Terlihat dari lengkungan bibir membentuk senyuman. Untuk hari ini ia rasa cukup berdebat dengan wanita itu.
Kalau boleh memilih, Xandro lebih senang berkerja dengan Tuan William. Dari pada bersama Gresya. Apa boleh buat, semua di putuskan oleh Tuan William. Dia menempatkan Xandro kepada perusahaan yang di kelola Gresya. Wanita yang berambisi labil.
Akhir-akhir ini Xandro merasa, wanita itu berubah. Awal dia masuk di perusahaan ini, Gresya sangat acuh. Berbicara satu atau dua kata saja. Tetapi, sudah beberapa minggu ini dia lihat Gresya berbeda. Wanita itu banyak melempar senyum kepadanya. Bertanya yang tidak penting. Memang tentang pekerjaan. Namun, hal yang di tanyakan itu sudah sering Xandro jelaskan. Menjadi sekeretaris Gresya suatu hal yang membosankan bagi seorang, Xandro.
Apa lagi kejadian hari ini. Gresya memperlihatkan sikap aslinya. Membuat Xandro cukup terheran dengan perlakuan wanita itu. Berprilaku senonohnya. Kalau saja Gresya bukan atasannya, mungkin wanita itu sudah di caci maki oleh Xandro. Karena pada dasarnya, Xandro tergolong lelaki yang hanya mencintai satu wanita. Wanita itu ialah Venna. Wanita cantik, mandiri, lembut, manis...Ah, dia segalanya bagi Xandro.
Seketika lamunan Xandro buyar oleh kedatangan Alex-Rekan satu kerjanya. Xandro memutar tubuhnya dan mata menatap temannya itu.
"Kau...? tidak bisakah mengetuk pintu sebelum masuk? main menerobos saja!" sembur Xandro.
"Aku lagi malas basa-basi," ucap Alex sambil mendaratkan duduk dikursi, di hadapan Xandro."Tampaknya ada yang lagi bahagia!" sindirnya.
Alex Bramanta, berumur 27 tahun. Memilik alis tebal hitam tegak. Kulit sawo matang, postur tubuh di bawah Xandro berkisar 168 cm. Tetapi dia juga memliki tubuh bak roti sobek.
Lelaki itu hanya beda setahun dari Xandro. Sayangnya, wajah tampan lebih mendominasi Xandro. Jangan salah, Alex lebih banyak memiliki mantan dan pacar di luar sana. Benar kata orang, terkadang orang yang memiliki wajah pas-pasan, dia-lah banyak wanita. Hemm..mungkin perkataan itu cocok untuk Alex.
"Hum...setiap hari aku bahagia. Emang sepertimu! direndung masalah terus."Xandro memperbaiki duduknya." Makanya, jadi orang jangan kebanyakan gaya. Menyimpan wanita di mana-mana,"
Xandro tentu saja tahu, bagaimana kisah percintaan Alex. Hanya kepada Xandro ia terbuka tentang masalah pribadinya. Namun, tidak sedikit nasehat juga yang ia berikan kepada lelaki itu.
Ejekan Xandro, membuat Alex terpojok. Apa yang di ucapkan Xandro, memang benar adanya. Dia selalu di pusingkan oleh wanita. Ketika ia ketahuan memiliki wanita lain. Bukannya jerah atas masalah itu, Alex semakin menggilai prilaku konyol tersebut.
Apa boleh buat, wanita yang sesuai kriterianya juga belum ketemu. Dalam angan-angannya, dia ingin mendapatkan wanita seperti Venna. Bukan berarti Alex harus merebut Venna dari Xandro. Tidak...dia tidak seperti itu!
Jika saja Venna memiliki kembaran dan memiliki sifat sama persis, mungkin Alex akan mendekatinya. Sangat mustahil itu terjadi. Walaupun kembar, tidak akan ada manusia berwatak yang sama. Karena manusia itu hanya memiliki rambut yang sama hitam, tetapi tidak dengan prilakunya.
"Kenapa, ha...? emang sepertimu, tunduk pada satu wanita,"sindir Alex, tidak mau kalah.
Xandro terkekeh."Kau hanya tidak tau saja, Lex! Bagaimana rasanya tunduk karena cinta dan sayang yang mendalam. Jika kau tahu itu, mungkin kau menyadari ucapanmu suatu hari nanti."
Alex terdiam. Matanya berputar disertai hembusan napas. Bahunya juga memberi respon dari rasa yang menyeruak dalam dadanya-Ikut melorot. "Entahlah, sampai sekarang hatiku belum di sentuh oleh cinta."
Dengan cepat disela oleh Xandro." Karena kau harus taubat dulu..."Xandro tertawa lebar."Hahahah..."
Alex menggeleng pelan kepalanya."Tapi tujuan utama ku kesini, bukan itu Xandro."
Xandro terus mendengarkan ucapan Alex. Tangnnya bergerak membalik-balik berkas serta mata yang memeperhatikan setiap bacaan di dalam berkas tersebut.
"Lalu..."
Bagi Xandro tidak ada yang menarik dari ucapan Alex setelah pembicaraan mereka tadi. Lantas apa salahnya, ia memeriksa berkas itu sambil mendengar perkataan yang akan di sampaikan oleh Alex.
Tatapan ringan kepada Xandro terus terurai dari manik mata Alex. Interogasi yang akan ia lakukan terhadap lelaki itu, mungkin tidak pertanyaan biasa. Sebab kali ini, topiknya sangat menarik perhatian Alex belakangan ini. "Semua ini menyangkut--"
Alex menghentikan ucapannya. Menimang-nimang apa benar dari yang terlihat oleh matanya. Atau hanya dia yang terlalu berambisi menarik kesimpulan?
Xandro belum juga mentap Alex. Lelaki itu masih sibuk dengan berkas-berkas itu.
"Menyangkut? menyangkut apa, maksudmu? bicara yang benar!!"pinta Xandro.
"Nona Gresya..."Sahut Alex.
Mata Xandro teralih begitu saja dari berkas di tangannya. Saat nama "Gresya" di ucap oleh Alex. Menaikan tatapannya ke Alex, lelaki itu juga menatap ke arahnya. Dia harus bisa setenang mungkin di hadapan Alex. Sebab, lelaki itu sangat pandai membaca raut wajah seseorang.
"Ada apa dengannya?" tanya Xandro enteng.
Alex menarik kursinya lebih mendekati meja kerja Xandro. Dengan badan menghuyun ke depan."Apa kau tidak melihat perubahannya, belakangan ini?"
"Apanya? berubah, menjadi apa dia?" Xandro mencoba tidak membuka terlebih dulu.
"Hai--"Alex berdecit."Sekali-kali kau harus memperhatikan wanita lain. Jangan hanya Venna yang kau lihat!!"
Alex merasa kesal. Lelaki di hadapannya itu, memang susah menangkap sinyal dari setiap ucapannya itu.
"Pertanyaanmu, tidak jelas," elak Xandro.
"Apa kau tidak lihat? jika Nona Gresya sikapnya berubah tergadapmu, bodoh!"
Xandro tersenyum tipis. Mengumpat dalam hati agar detak jantungnya tidak terdengar oleh Alex. Sebab, ia memang merasa tegang di sela pembicaraan mereka.
"Bukannya bagus jika dia berubah. Apa kau lupa awal dia menjadi atasan kita di sini. Betapa cueknya wanita itu!"pangkas Xandro.
"Iya benar dia berubah..tapi semua itu terjadi hanya kepadamu, Xandro. Raut wajahnya berubah, hanya kepada kau saja!"
"Ha..."Xandro berucap." Itu hanya prasangka kau saja!"
Xandro kembali menaruh berkas itu di atas meja. Jari tangn Xandro saling bertaut di atas perutnya Lalu menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Sekali-kali kau harus memperhatikan sikap Nona Gresya. Mungkin nanti kau membenarkan ucapan, ku," Alex terus mengungkapkan pikirannya kepada Xandro.
'Tanpa kau beritahu, aku sudah melihat semuanya." Umpat Xandro dalam hati.
Xandro hanya mengangguk samar.
"Atau kau sudah mengetahuinya? hanya saja kau pura-pura tidak mengetahui semua itu? dan tergiur dengan pesona tubuhnya?" terka Alex. Cercaan pertanyaan itu terjabar di pikirannya.
"Jika kau tidak mau lagi dengan Venna, biar dia untukku saja!" sambungnya.
Alex menaikan satu alisnya. Tatapan Xandro seketika menajam ke arah Alex."Jangan asal bicara! sekali lagi kau berucap seperti itu akan aku patahkan lidahmu."
"Waoowww.. Takut!!" ejek Alex. Sebelum gelak tawanya berderai.
"Jika tidak ada hal yang penting yang ingin kau bicarakan lagi. Lebih baik kau keluar dari ruangan ku,"
Alex juga merasa tidak lagi ada yang ia bahas. Ia pun memlih menuruti ucapan Xandro." Baiklah...baiklah. Tolong kau kondisikan mukamu itu! aku hanya bercanda. Aku bukan sosok teman yang suka tikung teman."
Alek beranjak dari duduknya. Saat hendak keluar dari ruangan Xandro, langkahnya tertahan di depan pintu yang sudah terbuka." Ah ya...nanti aku pulang bersamamu, ya? sekali-sekali berbaik hatilah terhadapku. Ok!"
Tanpa menunggu jawaban Xandro, Alex kembali menutup pintu tersebut.
Xandro bergeming. Apa semua orang menyadari hal yang sama seperti Alex? orang lain punya mata dan telinga juga bukan? Dan pikiran untuk mencerna. Tidak menutup kemungkinan, mereka semua akan menyadari hal itu.
***
Xandro dan Alex telah berada di pakiran mereka hendak masuk. Namun, suara yang mengudara nama Xandro, menghentikan langkah mereka.
Seorang wanita dengan tinggi semampai. Bodi yang aduhai, berjalan kearah mereka. Rambutnya yang tergerai, berayun mengikuti gerak tubuhnya.
"Nona Gresya?" Alex menyuarakan nama wanita itu.
Senyum Alex begitu mengembang ke wanita itu. Tetapi, di abaikan begitu saja olehnya. Senyuman itu sebenarnya tertuju pada Xandro yang sama sekali tidak menoleh pandangan kepadanya.
Dengan percaya diri, Alex bertanya."Ada apa, Nona?"
Gresya tidak mengubris pertanyaan Alex. "Xan, nanti kau kirim lewat Email kepada ku, ya, Jangan lupa!"
"Hemm..." Xandro menyahutinya dengan deheman. Membuat Alex yang di sebelah Xandro menautkan alis.
Xandro masuk ke dalam mobil begitu saja. Menyisakan semilar angin melewati Gresya yang mendapat perlakuan dingin Xandro.
"Nona, kau mau pulang? apa sebaiknya aku antar? Aku siap jika dibutuhkan?" Alex menawarkan diri kepada Gresya.
Tanpa menjawab pertanyaan Alex, Gresya pergi dari sana. Baginya, tidak ada gunanya menangapi tawaran bodoh dari lelaki itu.
Membuat pria itu menggeleng kepala dengan tangan menggusar rambutnya. Ia di buat terperangah. Sikap Gresya jauh berbanding terbalik kepada Xandro. Tetapi di sini, Xandro yang tidak mengacuhkannya.
"Hai..kau mau pulang atau tidak?" seruan Xandro menyadarkan Alex dari lamunannya.
Ia pun bergegas masuk. Mobil Xandro bergerak membelah keramaian kota."Xan...aku heran ya, kenapa Gresya bersikap hangat padamu? kepadaku, ia ketus."
Xandro yang tengah mengemudi, mengangkat bahunya." Mana aku tahu. Kenapa kau tidak bertanya kepada dia langsung?!"
"Kau gila!! apa kau tidak lihat, aku di abaikan olehnya?
Seutas senyum Xandro menampakan deretan gigi nan rapi putih itu." Makanya, kau terlalu percaya diri."
"Menyebalkan!!"umpat Alex
Bersambung....
Saat hendak mengantarkan Alex, Xandro menghentikan mobilnya di dekat pedagang kaki lima. Pedagang dengan gerobak bertulisan nasi goreng. Membaca tulisan "nasi goreng" tentunya membuat Xandro teringat akan makanan kesukaan dari seorang wanita.Siapa lagi, wanita itu ialah Venna. Dia sangat menyukai menu makanan tersebut. Apalagi pedagang itu telah menjadi langganan Venna."Xan...kau mau ngapain? kenapa kita berhenti disini?" tanya Alex."Kau tidak lihat, tulisan itu?" jawab Xandro."Ah..aku tau, kau mau traktir aku makan?" Alex mendorong gagang pintu mobil."Ayo...kebetulan aku lapar.""Terserah kau saja!"Mereka pun keluar dari mobil. Mendekati pedagang kaki lima itu. Xandro dan Alex memesan makanan mereka. Tidak lama menunggu, pesanan telah di sajikan kehadapan mereka."Xan...kenapa lo mau sih, makan disini?" tanya Alex. Ucapannya sedikit di pelankan. Al
Hari demi haripun berlalu begitu cepat. Semenjak kedatangan Pak Zainal di apartemen Venna. Semenjak itu Venna tidak lagi menutup komunikasi antara dia dan sang Papa. Ia sadar, tidak harus menjauhi Papanya. Jika jarak dia dan papanya semakin renggang akan lebih mudah bagi Sellin Karlina-mama sambung, memperngaruhi pikiran sang Papa. Bisa jadi harta menjadi incaran Sellin. Jadi, Venna memutuskan untuk membuang sedikit egoisnya. Demi menyelamatkan Papa dari cengkreman wanita itu.Dia membiarkan Papanya menyadari siapa wanita yang di sampingnya suatu saat ini. Yang terpenting, hubungan dia dan sang Papa baik-baik saja.Hari ini Venna telah mempunyai janji dengan sang Papa. Pak Zainal mengajak Venna untuk makan siang di luar tidak jauh dari kantornya. Sekarang Venna telah menuju ke sana. Meninggalkan Cafe yang di kendalikan oleh Gina.Sinar sang surya begitu terik menyinari alam semesta. Terjebak di kemacetan suatu hal yang s
Siang itu, Xandro dan Gresya menghadiri meeting. Semenjak meeting itu di mulai, Xandro mencoba menjelaskan kepada kliennya, atas produk yang akan mereka luncurkan.Sepanjang penjelasan, klien mereka sangat mempusatkan perhatiannya pada materi yang di sampaikan oleh Xandro. Seolah semua yang di sampaikan lelaki itu dengan bahasa yang di gunakan Xandro juga tidak berbelit-belit. Memudahkan kliennya mengerti apa maksud dan tujuannya.Gresya yang berada tidak jauh dari Xandro, perhatiannya sedari tadi tersita oleh lelaki itu. Bukan dengan apa yang telah di sampaikan oleh lelaki itu, tetapi manik matanya sama sekali tidak beralih pada wajah tampan Xandro. Matanya berbinar-binar, lelaki yang di hadapannya itu, seorang sekretaris yang sangat handal. Di mata Gresya dia sangat berwibawa.Pantas saja Tuan William-Sang Papa, terus memuji dia sebagai sekretaris terbaik di perusahaan mereka. Berkat Xandro juga, perusahaan Tuan William berkembang
Sebuah mobil sedan melesat di jalanan yang sepi kendaraan. Dengan kecepatan diatas rata-rata. Hingga meninggalkan deruman mesin yang membekas di pendengarnya.Sorotan mata tajam bak elang menyambar ke jalanan yang lurus. Ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi padanya, jika tetap dalam kecepatan tinggi tersebut. Tidak terpikir olehnya, bahwa nyawa dia dalam bahaya. Dia sama sekali tidak memikirkan hal itu.Dia hanya memikirkan bagaimana rasa sakit yang menghujamnya sedari tadi bisa terurai. Jika dengan cara mengendarai dengan kecepatan tinggi bisa menghilang rasa yang tersulut sakit itu, kenapa tidak? Begitu-lah pikiran yang tidak lagi dapat disadarkan.Namun, seseorang yang melintasi jalanan itu, membuat wanita di dalam mobil tersebut terperanjak. Kedua bahunya ikut terangkat kemudian terhuyun seiring rasa terkejutnya dari lamunan itu tersadar.Tetapi karena ia mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mem
Sepasang kaki melangkah lebar kearah ruang Direktur Utama. Membawa beberapa lembar berkas yang hendak di tanda tangani. Kaki jenjang yang di tutupi oleh celana bahan, tampak pas di kenakan olehnya.Dengan langkah tegap, sorotan mata terkesan dingin berhenti di depan pintu ruangan tersebut. Tangannya bergerak mengetuk pintu ruangan itu. Hingga terdengar dari dalam sahutan menyuruh masuk.Tangan lelaki itu, yang tak lain Xandro bergerak mendorong gagang pintu. Hingga terdengar suara decitan dari pintu itu. Tampak seorang wanita duduk dengan nyaman di kursi kerjanya. Membelakangi Xandro yang kita telah di dekat meja kerjanya itu."Selamat pagi, Nona. Ada beberapa berkas yang harus anda tanda tangani. Dan satu jam lagi ada meeting penting dengan klien kita dari Australia." Kata Xandro.Manik matanya kepada sang Direktur belum juga lepas. Sebab, sang Direktur masih membelakangi Xandro. Dia masih bergeming. Hingga p
"Apa kau melihat, Xandro?" tanya Gresya kepada Alex. Setelah mereka sama-sama kembali ke kantor. Lelaki itu tidak menampakan lagi wujudnya. Sampai jam kantor telah usai.Sesaat membuat Alex mencerna pertanyaan Gresya. Raut wajahnya seperti orang menaruh kecurigaan terdalam kepada wanita itu."Hai, apa kau tidak mendengarkan ucapanku, ha?" hardik Gresya.Membuat Alex terkejut, kedua bahunya sontak terjingkrak. "Eh..hum, aku tidak melihatnya.""Mungkin--"Ucapan Alex terhenti. Saat Gresya meninggalkan dia tengah melanjutkan ucapannya. Wanita itu pergi hingga tubuhnya menghilang di balik lift yang ia masuki. Lift itu bergerak turun. Namun, Alex tidak mengetahui pasti, di lantai berapa yang menjadi tujuannya."Ah...benar-benar tidak sopan! hanya Xandro yang di tanya. Tanyaan aku sekali-kali, gitu!" Alex berdecit. Ia berkacak pinggang dengan netra berputar. Lalu melangkah pergi dari sana
Setelah ke pergian Gresya, Venna melangkah pergi dari supermarket itu. Menuju mobilnya yang ada di seberang jalan. Dengan barang belanjaan di tangan sedari tadi ia pegang.Venna masuk ke mobil. Ia kembali melajukan mobilnya pada jalan yang kini ada genangan air. "Cantik juga ya, Atasan Xandro. Apa mungkin ia tidak bakalan suka? setiap hari mereka selalu bertemu dan dalam pekerjaan selalu terlibat. Tidak mungkin seorang lelaki, tidak akan jatuh cinta terhadap dia. Lelaki mana coba, yang tidak menyukai Nona Gresya. Secara...dia anak orang kaya, cantik, wanita karir." Gumam Venna."Iiiisshh..."Venna menepuk-nepuk pelan kepalanya dengan telapak tangan. Seakan ia tidak ingin berpikiran buruk terhadap Xandro. Lelaki itu cukup setia selama ini dan dia tahu itu."Mikir apa aku ini!!"***"Semuanya sudah beres 'kan? jangan sampai kita kelupaan sesuatu, Ve. Kau sudah mengunci pintunya?" tanya Gina. Wanita itu selalu cerewet ter
Sesampainya di apartemen, Venna menaruh cake itu di dapur. Mengeluarkan cake itu dari kotak lalu, memotong kue itu dan menaruh di atas piring.Dia sengaja membiarkan kue itu di atas meja makan. Mungkin saja, Gina merasakan lapar dan melahap kue itu untuk mengganjal perut.Sebab, wanita itu tengah duduk di balkon. Menatap sang langit ikut tak bercahaya di malam ini. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu, yang pasti Venna tidak ingin mengganggu.Sepanjang perjalanan menuju apartemen, dia tidak sama sekali bersuara. Hanya tatapan sinis yang di dapati oleh Venna. Ketika ia memutar lagu pop itu.Dengan entengnya, Venna tak menghiraukan tatapan yang menghunus padanya. Tapi, Venna yakin, bahwa Gina masih terbelenggu atas kehadiran Fando.Venna melangkah ke kamar, tubuh yang berasa lengket oleh keringat, membuat dia tidak betah lagi untuk segera membersihkan. Mengayunkan kaki memasuki kamar mandi setelah mengambil handuk yang tergantung.Se