Tirta Prasetya Aku tersenyum saat membuka akun media sosial di ponselku. Fotoku dan Serani menjadi berita terhangat pagi ini. "Hmm .... cantik!" gumamku tanpa sadar saat memandang foto wanita yang berdiri di sebelahku itu. Walau sudah memiliki dua anak, Serani masih sangat cantik dan terawat. Tubuhnya yang tinggi bak model serta lekuk tubuhnya yang indah membuat imajinasiku selalu melayang jauh setiap memandangnya.. Mulai hari ini, berita kedekatan aku dan serani pasti akan ramai dibicarakan. Aku tersenyum senang. Aku akan lihat bagaimana respon Sera setelah ini. Tiba-tiba terdengar pintu ruanganku diketuk. "Masuk!" Saat pintu terbuka, nampak Elara masuk membawa sebuah undangan. "Pagi Pak Tirta, Nanti malam ada undangan grand opening Hotel Carla dari PT Indah properti. Sebaiknya Bapak hadir, Karena Bu Indah pemilik perusahaan itu sendiri yang kemarin langsung mengundang Bapak." "Bu Indah kemarin datang ke sini?" tanyaku heran. "iya, Pak. Dia sangat mengharapkan Bapak bisa
"Selamat datang Bu Serani Gunawan!" Seorang pria berpakaian safari menyambutku di acara peresmian hotel Carla ini. Pemilik Hotel ini adalah salah satu rekan bisnis perusahaanku. Indah, wanita cantik pemilik PT Indah Properti itu beberapa kali bertemu denganku di saat meeting. "Terima kasih," sahutku. Aku melangkah menuju ballroom hotel. Hampir semua tamu yang datang adalah berpasangan. Mungkin hanya aku yang datang sendirian ke acara ini. Lagipula aku memang tidak punya pasangan, kan? "Wah, wah. Makin cantik saja Ibu CEO kita ini. Ngomong-ngomong kabarnya Bu Serani sedang dekat dengan artis tampan yang bernama Tirta itu, ya?" ucap salah satu pria pengusaha yang datang bersama istrinya. "Jangan percaya gosip Pak Cahya!" sanggahku seraya tertawa lirih. "Kenapa nggak diajak sekalian artis gantengnya itu, Bu Sera?" timpal tamu lainnya. "Iya, lo. Kami juga kan mau kenalan. Ya kan, Jeng?" Terdengar tawa para tamu wanita yang berada di sekelilingku. Ini semua gara-gara berita di me
"Pras ...!" Aku berusaha berontak saat kedua tangan kekar itu mencengkeram kedua lenganku. Namun tenagaku tak seberapa dibanding Pras yang besar tubuhnya dua kali lipat dariku. Pras menatapku begitu intens. Ya Tuhan, kenapa dada ini semakin berdebar. Kami saling menatap dalam beberapa detik. Wajah kami hanya berjarak sekitar sepuluh sentimeter. Aku merasakan hembusan napasnya yang naik turun. Aku mendengar detak jantungnya yang semakin cepat. "Ehemm ...!" Aku tersadar dan mencoba memecah keheningan dengan berdehem. Memalingkan wajah ke arah lain. Sungguh tak sanggup berlama-lama saling bertatapan dengannya. "Sera ..., kamu kenapa tiba-tiba pulang? Kamu marah lihat Aku sama indah? Kamu ... nggak suka lihat Aku bersama perempuan lain?" Aku masih diam. Sungguh terkejut mendengar pertanyaannya yang semuanya adalah benar. "Sera ... tolong jawab. Benar, kan yang Aku bilang tadi?" Aku kembali tersentak mendengar perkataan Pras. "Jangan ngaco deh, Pras! Lagian Aku nggak berhak untuk
"Keanu, hari ini Aku nggak ke kantor. Jika ada hal yang penting, langsung hubungi ponselku!" "Baik, Bu Sera," sahut Keanu dari seberang sana. Setelah subuh tadi aku menyusui Pangeran hingga bayiku itu kembali tertidur. Tidak hanya putraku itu yang tertidur, Aku pun tanpa sadar kembali terlelap. Entah kenapa semalaman mata ini sulit untuk terpejam. Setelah Pras pulang semalam, pikiranku malah menjadi tidak tenang. Melihat sikap Pras yang tidak biasanya justru membuatku gelisah tak menentu. Kiriman pesan selamat tidur yang biasa ia kirimkan setiap malam pun, tadi malam tidak ada. "Bundaaa ... Ayo bangun! Om bule sudah datang mau ajak kita ke villa!' Giska tiba-tiba saja masuk ke kamarku. Putriku itu hari ini memang sedang libur. Karena kelas atas sedang ujian. Dan karena ini Pras berinisiatif mengajak kami jalan-jalan. "A-apaa? Om bule sudah datang?" Aku terkesiap mendengar ucapan Giska. Melirik jam dinding, baru saja pukul tujuh pagi. "Giska, tolong bilang Mbak, siapkan sarapan
"Giska duduk di depan sama Om Bule, ya!" Aku mencoba untuk membujuk Giska. "Nggak mau ah, Bun. Aku mau main boneka-boneka di belakang." Giska sudah masuk lebih dulu di kursi belakang dengan membawa tiga bonekanya. Pras terkekeh. "Sudah nggak usah rebutan. Ngalah dong sama Anak!" Pras tersenyum menggodaku.. Aku hanya menghempas napas kasar. "Aku hanya khawatir Pangeran nanti rewel dan minta Asi, Pras. Persediaan Asi di botol hanya ada dua. Pria itu membukakan pintu untukku dan Pangeran di kursi depan. "Nggak usah khawatir. Kalau Pangeran rewel, kita berhenti cari tempat untuk kamu menyusui nanti," sanggah Pras dengan santai. Aku berdecak malas. Memangnya dikira gampang mencari tempat untuk memberi Asi? Pangeran masih tertidur lelap di pangkuanku. Tubuhnya semakin berat dan berisi. Wajah Pangeran sangat mirip dengan Arif. Tampan. Jika tersenyum mampu menggetarkan hati setiap wanita. "Kenapa senyum-senyum pandangin Pangeran?" Aku menoleh, ternyata Pras sudah berada di sampi
Tirta Prasetya "Perempuan itu bukan istrimu , kan?" Grace memandangku dengan tatapan curiga. Aku menggeleng. ."Syukurlah kalau bukan." Grace tersenyum lebar. Sera memang bukan istriku. Tapi suatu saat dia akan menjadi istriku. Dia akan melahirkan anak-anakku. Kami akan memiliki banyak anak. Hingga istana kami akan bertambah ramai. Aku tersenyum sendiri membayangkan hal itu. "Kita ke Bungalowku yuk, sebentar. Mama pasti sangat senang bertemu denganmu." Aku kembali menoleh pada wanita berambut kemerahan itu.. Grace meraih tanganku dan menarikku keluar. Mungkin tidak apa-apa jika aku mampir sebentar ke Bungalow Grace. Letaknya tak begiru jauh dari sini. "Bik, tolong katakan pada Sera, Aku ke bungalow milik Grace sebentar!" "Baik Pak Tirta." Setellah menitip pesan dengan Bik Yati, Aku dan Grace berjalan ke bungalow miliknya. Grace menggandengku erat. Anak tiri Tante Sarah ini memang sejak dulu selalu bersikap manja padaku. Adik mamiku itu menikah dengan Ayahnya Grace sejak gad
Tirta Prasetya "Kemarikan Pangeran. Kamu makan siang sana!" Sera sudah keluar dari kamar dengan tampilan yang cukup berbeda. Tanpa sengaja, aku memandangnya hingga tak berkedip. Kali ini Sera memakai stelan kemeja lengan panjang dan celana jeans panjang, serta hijab segiempat yang di ikat secara simple di belakang lehernya. "Sini Pangerannya, Prass!" Sera mengulurkan tangannya padaku. "Pangeran biar denganku dulu. Lihat, dia langsung tenang dalam gendonganku. Kamu saja yang makan duluan sama Giska!" bujukku. "Beneran, nih?" "Beneran, Bunda cantik. Kamu makan yang banyak. Agar Jagoanku ini tidak kekurangan Asi," bujukku lagi sambil membawa Pangeran ke teras. "Giska, ayo makan dulu!" Terdengar suara Sera memanggil putrinya. "Iyya, Bunda!' Kasihan Sera dan Giska. Karena menungguku terlalu lama, mereka jadi telat makan. Pangeran mulai terlelap di pangkuanku. Aku mencium gemas pipi bayi montok ini. Kelak kamu akan jadi kebanggaanku, Pangeran. Aku akan mengajarkanmu bagaimana menj
"Kamu kelihatan beda hari ini." Pras tersenyum melirikku yang sedang menyendokkan nasi dan lauk ke piringnya. "Beda apanya?" tanyaku pura-pura tak mengerti dan acuh. Padahal jantung ini sudah semakin cepat berdetak. Semoga saja ia tak mendengar bunyinya. Pras melirikku dari atas ke bawah.. "Kamu terlihat lebih fresh. Persis seorang gadis remaja," pujinya. Ya Tuhan, Pras masih menatapku tak berkedip. "iya deh, yang baru aja disamperin gadis remaja. Langsung aja berimajimasi. Sampai-sampai Aku ini dibilang seperti gadis remaja. Pras menaikkan alisnya. "Maksud kamu apa?Aku nggak berimajinasi, kok. Kamu memang benar-benar beda hari ini." Aku tak menjawab lagi. seharusnya Aku tidak bicara seperti tadi pada Pras. Bisa-bisa dia pikir Aku ini cemburu. Astaga! Sepertinya aku beneran cemburu. "Minumnya mau jus atau air putih?" tanyaku setelah meletakkan piring yang sudah Aku isi nasi dan lauk pauk, di depannya. "Air putih boleh!" sahutnya masih menatapku. Pras tersenyum. Ia mulai men