Share

BAB 4

“Untuk apa kita membeli pedang dan peraltan tarung dari besi seperti ini?” Rosena memandangi pedang mengilap di tangannya.

“Kau tahu, lelaki itu jelas memberi tahu kita bahwa kita harus memerjuangkan negeri ini. Dia bilang kita kunci kedua bukan?” Ujar Sean yang ditanggapi dengan raut wajah kebingungan Dimitri dan Rosena.

“Ada banyak tentara yang dimiliki negeri ini, kenapa harus kita? Ada para petinggi negeri yang juga memiliki pengawal tangguh kenapa harus kita?”

“Mungkin ini saatnya kita bertindak sebagai pahlawan. Lagipula ilmu bertarung kita juga bagus kan, untuk apa selama ini kita ikut berlatih setiap mengunjungi Distrik Conse? Untuk apa selama ini kita olahraga beladiri setiap minggu di distrik kita sendiri.”

“Betul juga kata Dimi,” kata Yugo setuju. Lelaki itu sibuk memainkan anak panahnya.

Rosena hanya bisa menahan emosinya. Sudah sekitar satu jam berlalu semenjak mereka keluar dari toko periuk si pria perak, dan kini mreka memang ada di toko perkakas dan senjata. Jaraknya sekitar satu blok saja dari kediaman lelaki tua itu.  Sejujurnya dia tidak takut, dia juga mau. Tapi masalahnya jika memang mereka mau menjadi pejuang, tidak ada yang tahu selain mereka berempat dan pria perak itu. Dia adalah gadis sebatang kara, tapi dia sangat tidak ingin kematiannya juga hanyut dalam kesendirian.

“Tenang, saja kita tidak akan mati secepat itu.” Yugo mengusap pundak sahabat perempuannya itu.

Rosena menitikkan air mata. “Sebaiknya kita kirimkan surat untuk Sesepuh Jeremy, bahwa kita tahu cara untuk menyelesaikan masalah ini. Dan kita akan pergi untuk memulai mencarinya.”

“Ide yang bagus!” Sean kemudian merangkul ketiga sahabatnya, membuat mereka semua terkejut. “Aku percaya kita bisa melakukannya.”

Rosena kemudian mengusap air matanya. Ia melihat sekeliling, ada banyak penduduk yang melintasi mereka dan memandangi mereka secara aneh. “Lantas bagaimana dengan peta itu?”

“Baiklah aku akan mencari kurir surat, sembari menunggu kalian pecahkan misteri itu.” Dimitri kemudian pergi dengan Dieval, kudanya. Sementara ketiga lainnya memasuki sebuah kedai dan memutuskan untuk berdiskusi di sana.

-Four Adventure-

“Silakan beernya!” ujar seorang pelayan kedai sembari mengantarkan empat gelas berisi beer, kemudian ia pergi setelah keempatnya mengucapkan terimakasih.

Bell berdenting, seseorang memasuki kedai ini, yang ternyata adalah Dimitri. Cepat sekali pria itu kembali dari ekpedisi mencari kurir suratnya. Dia pun bergabung dengan meja yang diduduki ketiga temannya.

“Kau cepat sekali kembali.”

“Aku memang keren Rosena, akui sajalah.”

“Tak mau. Ngomong-ngomong kenapa sedari tadi semua orang menatap kita?”

“Entahlah, mungkin mereka aneh melihat sekelompok anak-anak dengan mantel dan memesan beer di tengah cuaca yang saat ini jelas sangat tidak cocok dengan hal itu,” kata Sean.

“Ditambah, kita menenteng-nenteng senjata.”

Yugo kemudian mengambil selembar kertas dan pena dari ranselnya. Ia mulai menuliskan kalimat yang sempat diucapkan si pria perak sebagai petunjuk untuk menemukan peta. Masing-masing dari mereka melihat dengan penuh konsentrasi pada kata-kata itu. Otak mereka saling bekerja untuk memecahkan apakah yang dimaksud dari kode tersebut.

“Ingatlah ingat dia yang pernah meracau di masa lampau. Dia yang dianggap hilang, tapi sebenarnya hanya mendekam. Dia gila tapi dia punya rahasia. Tempat tidurnya gelap, padahal dia ada di tempat yang paling gemerlap.”

“Tebakan ini merujuk ke seseorang, bukan benda atau tempat,” ucap Yugo.

“Kau mungkin benar, jika ini merujuk pada seseorang, kode ini juga menunjukkan dimana orang tersebut berada bukan?”

“Menurutmu di mana Rosena?”

“Entahlah Sean. Teka-teki ini kelihatan mudah tapi entah kenapa aku sulit menangkapnya.”

Dimtri sedari diam saja memerhatikan ketiga temannya, dia hanya sibuk mengawasi keadaan sekitar. Kedai yang cukup ramai, menurutnya ini sebenarnya agak kurang nyaman. Hingga tiba-tiba dia mengambil gelas beernya, dan terpikir sesuatu saat matanya tidak sengaja melihat tulisan di kertas milik Yugo, karena kebetulan lelaki itu duduk di sampingnya.

“Kenapa kamu?” Sean menyenggol lengan Dimitri yang sudah melamum sedari tadi.

Dia kemudian meneguk beernya sesaat, kemudian memandang ketiga rekannya. “Kalian tahu, kata-kata di dalam teka-teki itu mau tidak mau sedikit mengingatkanku pada pria yang sempat menjadi ayahku.”

“Sebentar, apa maksudmu kita harus mengunjungi makan ayahmu dan menggalinya untuk mendapatkan peta itu?” Sean sumbang pendapat yang cukup mengejutkan.

“Tapi jika memang ayah-“

“Sekarang dia bukan ayahku,” ucap Dimitri dingin.

“Hey kawan. Aku rasa aku setuju dengan Dimitri, kata-kata seperti ingatlah ingat dia yang pernah meracau di masa lampau. Dia gila tapi dia punya rahasia. Itu seperti mendeskripsikan pria bernama Jack yang tak lain dan tak bukan adalah ayah salah seorang teman kita. Kejadiaan itu sudah lama, dengan kata lain terjadi di masa lampau. Kalian juga tahu, orang-orang pada saat itu menganggapnya gila bukan?”

“Wow, aku tidak menyangka akan secepat ini. Tidak ada kandidat lain?” tanya Sean.

“Reinas Brown, Melisya Huggletorn, Uberius Clint, tiga orang itu juga sempat meracau sebelum ini. Mengakibatkan kericuhan di distrik Ferista juga Ourtha.”

“Mungkin tiga orang itu, kalian tahu opsi mantan ayahku terlalu ambigu, dia sudah mati. Sementara ketiga orang tersebut ada di penjara bawah tanah istana petinggi negeri.”

Gletak.

Yugo meletakkan gelasnya kencang di meja. Ia mendapatkan kesimpulan yang amat bagus di otaknya. “Ya itu dia! PENJARA!”

“Hah apa maksudmu?”

“Begini Rosena, kalimat Dia yang dianggap hilang, tapi sebenarnya hanya mendekam. Kau tau, mendekam… kalimat yang sangat cocok dengan ungkapan bui atau penjara. Dan… Tempat tidurnya gelap, padahal dia ada di tempat yang paling gemerlap. Ruang bawah tanah itu gelap, tapi istana adalah tempat paling gemerlap di negeri ini.”

“Wow, Yugo kesimpulan yang hebat. Nah sekarang ayo berangkat ke distrik Ferista. Ibu kota kita yang megah.” Seankemudian berdiri dan merapikan mantelnya, juga perlengkapan senjatanya.

“Apa memang benar?”

“Coba saja dulu. Daripada kita hanya berdiam.”

“Ta-tapi Sean, bagaimana caranya kita masuk? Istana tidak bisa diakses semudah Kita memasuki Pasar Raflero.”

“Sebentar.” Yugo kembali merogoh ranselnya, setelahnya dia mengeluarkan buku tipis dari dalamnya. “Ini adalah peta negeri ini, dan lihatlah ini.” Dia menunjuk ke salah satu garis berwarna merah. “Itu adalah jalan rahasia yang bisa kita gunakan. Total ada tiga, tapi dari itu semua kita ambil yang di bagian paling Timur, untuk memangkas waktu.”

Mulut ketiga temannya menganga lebar. Bagaimana bisa lelaki itu sedari tadi mengeluarkan barang-barang berguna dari dalam ranselnya?

“Kau?”

“Kalian tahu, tepat sesaat sebelum kakek meninggal dia membekaliku ini semua, dia juga bercerita mengenai empat manusia yang akan menyelamatkan negeri. Dan sekarang aku semakin yakin, itu adalah kita.”

“Ah baiklah. Ayo berangkat.” Sean kemudian keluar dari kedai, disusul yang lainnya.

Mereka memacu kuda mereka dengan kecepatan sedang ke arah Utara, menuju distrik Ferista. Meewati pemukiman yag padat, dan juga jalan setapak yang di sisi kanan dan kirinya adalah hutan.

-Four Adventure-

Mereka tiba di sebuah gorong – gorong dekat Istana bagian Timur. Kuda-kuda mereka sebelumnya telah dititipkan pada seorang pedagang roti. Dan kini mereka berempat berjalan mengendap-ngendap melewati terowongan tersebut. Mereka berjalan secara beruntun.

“Kapan kita akan sampai?” Bisik Rosena.

Yugo yang berada paling depan, sekaligus memegang petunjuk dari buku mengucapkan bahwa mereka sebentar lagi akan sampai. Sean pun terus menggumamkan kata sabar, bagi Rosena yang ada di belakangnya.

Setelah melewati lika-liku gorong-gorong yang lembab dan gelap mereka akhirnya tiba di sebuah lubang pintu kayu yang rapuh. Mereka pun membentuk lingkaran sebelum masuk, berdiskusi sejenak, dan berusaha saling mengingatkan jika memang  akan terjadi kecerobohan nantinya. Pada akhirnya satu persatu dari mereka pun masuk ke bagian penjara bawah tanah itu, kembali mengendap-ngendap sembari meraba dinding bebatuan yang cukup tajam untuk menuntun mereka.

“Di mana ya selnya?”

“Aku juga tidak tahu Dimitri, semoga kita bisa mengelabui penjaga nantinya agar mendapat sedikit petunjuk.”

Terdengar suara berat yang datang dari sisi kanan mereka, kiranya itu adalah para penjaga. Mmebuat langkah mereka sejenak berhenti.

“Sudah satu minggu wanita tua bernama Celestia dan pemimpin kita Negia mendatangi sel lelaki itu, terus memaksanya untuk memberi tahu tentang peta. Rasanya aku ingin berjaga saja di atas, aku tidak kuat dengan siksaan Tuan Negia kepadanya, apalagi setelah mendengar jeritannya.”

“Kau benar, aku juga sependapat denganmu,” balasnya pada teman si pengawal.

Rosena menutup mulutnya dengan tangan erat-erat. Sean, Dimitri, dan Yugo saling bertatapan, mereka bertiga menyadari bahwa keberuntungan memang ada di pihak mereka. Dengan cepat keempatnya berusaha mengikuti jejak dua pengawal tadi karena rupanya mereka akan mengantarkan makan siang pada pria yang tadi mereka bicarakan.

Selepas banyak angkah yang mereka lewati, mereka tiba di sel orang yang kiranya mereka cari. Sebab ketika pengawal itu berhenti di selnya dan memberinya makanan, salah satu diantaranya berkata bahwa siapapun yang di dalam sel itu sebaiknya memberikan petanya agar tidak terus disiksa. Baru kali ini keempat remaja itu melihat pengawal yang begitu berbelas kasih secara langsung. Bagitu si pengawal pergi ke sel selanjutnya, dan benar-benar menjauh, mereka berempat pun menghampiri dia.Beruntung selnya berada di paling ujung, sehingga tidak ada tahanan lain juga yang melihat mereka menyusup.

“Hey, permisi,” bisik Rosena pada seorang pria yang nampak punggungnya saja di hadapan mereka berempat.

Lelaki itu kemudian membalikan badannya, dan menatap pada keempat orang asing di hadapannya. Sementara itu, keempat remaja yang diberi pandangan itu justru lemas seketika. Rasanya sendi lutut mereka hilang seketika, detak jantung mereka yang memang sudahh berdegup kencang karena takut apabila tertangkap, kini semakin tak karuan akibat melihat siapa yang ada di balik jeruji besi itu.

“Dia yang dianggap hilang, tapi sebenarnya hanya mendekam. Dia yang dianggap telah mati sebenarnya masih ada di balik jeruji. Itu yang petunjuk mau kita jabarkan. Kita- kita salah memprediksi orang,” lirih Yugo.

Dimitri menjatuhkan dirinya, bertekuk lutut di hadapan jeruji besi hitam yang dingin itu. Sementara itu Rosena langsung memegangi bahu lelaki itu.

“Dimitri, anakku?”

“Tidak, tidak, bukan seperti ini.” Lelaki itu menunduk dalam, tak percaya akan apa yang ada di hadapannya.

Pria itu, Jack Saviero langsung bergegas berdiri. Jari-jarinya meraba dinding batuu di dalam sel sampai akhirnya berhenti di satu titik. Jari-jarinya seperti berusaha mengelupas dinding itu, dan mereka berempat hanya diam menyaksikan. Sampai pada akhirnya sisi tembok itu gompal dan Jack mengambil semacam kertas yang tertanam di dalamnya. Setelahnya ia langsung berjalan mendekati Sean.

“Ini ambilah, dan cepatlah pergi dari sini. Jangan sampai tertangkap dan carilah tanaman itu sampai dapat.”

“Kau sudah tahu?” Sean menerima peta itu.

“Aku selalu yakin akan perkataan di buku itu yang megatakan aka nada empat orang yang menyelamatkan negeri ini, dan Isaac selalu berkata anakku akan menjadi salah satunya kelak.” Ia menjatuhkan pandangannya pada lelaki yang kini tengah tersungkur di bawahnya.

Ia pun ikut berjongkok, melihat putranya yang sudah tumbuh besar dan tampan. “Dimitri, kau sudah sebesar ini. Maafkan ayahmu ini jika memang kau bisa. Selamat berjuang nak,” ucapnya sembari menahan air mata.

“Cepatlah pergi, tidak usah pedulikan aku. Kalaupun aku mati di sini itu akan lebih baik. Karena aku memang sudah mati bukan?"

“Terima kasih, Paman.” Yugo kemudian mengangkat tubuh Dimitri, begitupun Sean yang mengangkat tubuh Rosena yang bergetar karena menangis.

Mereka pun meninggalkan sel tersebut, dan berjalan berbalik arah. Meninggalkan  Jack Saviero yang selepas itu disiksa kembali. Pihak istana pun tahu bahwasannya peta itu telah di bawa pergi oleh pihak lain. Tak kehilangan harapan, Celestia, si wanita tua misterius itu menggunakan bakat menerawangnya untuk memprediksi peta tersebut. Tadinya ia memutuskan tidak bisa melakukannya namun karena ia dijanjikan hadiah lebih oleh Negia, dia pun menbuat ramuan yang membantu bakatnya itu semakin tajam. Pihak istana, yang jelas dipimpin Negia itu pun kiranya akan berhasil menggambar peta itu sendiri dengan kata lain membuat duplikat peta itu.

Cahaya kini menyirami tubuh keempat remaja itu selepas keluar dari gorong-gorong. Mata Rosena dan Dimitri masih memerah akibat menangis. Yugo dan Sean pun masih tak percaya akan apa yang dilihat, segalanya terjadi begitu saja, sangat cepat.

“Sedang apa kalian? Habis menyusup dari istana ya?” Suara asing itu sontak membuat tubuh keempat remaja yang semula bergetar karena terkejut akan apa yang terjadi kini membeku serempak. Matilah riwayat mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status