Grusak Grusuk.
Suara daun-daun kering yang ikut berjatuhan bersamaan dengan seseorang yang baru saja turun ke tepi gorong-gorong, tempat sekumpulan remaja asing yang habis menyelinap keluar. Orang itu memandang penuh perhatian pada tiga laki-laki dan satu perempuan. Sementara itu Dimitri, Yugo, dan Sean berusaha tenang karena dihadapannya ada penjaga luar istana, terlihat dari pakaian perakna yang di desain seperti zirah tapi bukan dari besi.
“Ayah,” panggil Jo pada pria yang tengah berdiri menghadap jendela kaca besar di lantai lima. Dia sendirian, persis seperti yang diharapkannya. Lelaki itu sempat membalikkan badannya ketika suara putrinya masuk ke indra pendengarannya. Tetapi ia kembali memandangi langit malam dari balik kaca jendela itu.“Ayah aku ingin bertanya.”
“Selamat pagi, Prajurit!”“Pagi!!” Jawab serentak orang-orang yang berpakaian perak itu.Mereka berbaris rapi dengan kudanya masing-masing. Corny Huffle, didampingi Negia dan Celestia di sampingnya terus mengingatkan intruksi pada para prajurit. Nantinya Negia dan Celestia akan dibawa menggunakan tandu mewah kerajaan.
“Sean berhenti!!” Teriak Yugo yang terus mengejar temannya itu.Sementara itu Dimitri dan Rosena menyusul Yugo dengan langkah cepat mereka. Atmosfir yang semula tenang, kini berubah menjadi tegang. Rosena terus saja meneguk ludahnya,ia tahu apa yang dilihat Sean bukanlah fatamorgana karena mereka saat ini sedang tidak ada di gurun. Yang Sean liaht adalah mindtrost. Sungguh sangat tidak disangka perwujudan makhluk itu ternyata begitu menarik, tidak ada buruk rupa sepertinya. Di mata Sean, mindtrost itu kiranya seperti ibunya. Ibu Sean memanglah cantic, tapi kali ini lelaki itu salah sangka.
Ratusan langkah telah berlalu, mereka akhirnya terbebas dari lembah Trost, tepatnya terbebas dari lahan tempat tinggal mindtrost. Sungguh, mereka berempat sangat lega menyadari satu mimpi buruk telah mereka lewati. Entah mimpi buruk apalagi yang akan mereka hadapi. Kini keempatnya tepat berada di tepi sungai. Duduk diatas bebatuan kerikil, dan tengah memberi air sungai pada Sean. Lelaki itu masih memiliki tangan dan kaki yang terikat, karena memang baru tiba di tepi sungai ini.Dimitri terus memasukkan air sungai pada mulut Sean, ini semua atas perintah Yugo. Lelaki itu bilang pengaruh mindtrost akan hilang jika memang kita berada di luar area tanah hitam itu sekaligus meminum air y
Rosena menyalakan obor sebagai penerangan untuk mala mini. Keadaan yang tadinya begitu gelap gulita kini mendadak menjadi terang. Mereka berempat baru saja makan malam, tentunya selain dengan bekal yang dibawa Yugo, juga dari hadil tangkapan ikan Dimitri yang dengan beruntung bisa mendapat empat ekor.Rosena yang semula duduk di bagian belakang kini pindah ke bagian depan, tepatnya di dekat Sean. Lelaki itu maish betah dan mesih belum merasa capai dengan posisinya yang tengah mendayung. Rosena terus memegangi obor itu, sekaligus mempertajam penglihatannya, karena sampai saat ini mereka belummelihat persimpangan cabang sungai ini.
Hap!Rosena dan ketiga temannya baru saja menapakkan kakinya di tanah kembali setelah berjam-jam mengarungi aliran sungai. Mereka cukup senang, meskipun perjalanan kali ini memaka cukup banyak waktu tapi setidaknya tidak ada gangguan apapaun selama mereka melakukannya. Kini mereka tengah berdiri sembari melihat-lihat pemandangan sekitar. Terlihat banyak tanaman rimbun berwarna hijau menempati area ini. Di sinilah perjalanan mereka selanjutnya akan dimulai, Hutan Wraud.
“Terus ke arah Barat Daya!!” teriak Corny ketika dirinya dan sekelompok prajurit telah memasuki wilayah hutan.Mereka memang sudah tiba di tepi sungai dekat hutan beberapa waktu yang lalu. Setelah meninggalkan perahu mereka kini mereka kembali berjalan, bahkan seorang Negia dan Celestia pun terpaksa berjalan karena tandu singgasana mereka ditinggal ketika terjadi kekacauan di lembah. Yah, sejujurnya kedua orang itu sangat tidak ingin melakukan ini, tapi mau bagaiman lagi.
Sean, Yugo, Rosenna, dan Dimitri agaknya sedikit menjauh dari suara yang mereka duga adalah pasukan istana. Mengapa mereka bisa berpikiran begitu? Jelas karena suara itu terlalu brutal jika diserahkan pada binatan. Sean sadar suara itu adalah pedang yang menghunus kesana kemari. Mereka semua jadi berpikir, bagaimana mungkin jika memang mereka bisa menyusul? Apakah mereka menggunakan sihir? Tapi kenapa tidak sejak lama, misalnya sejak mereka masih di lembah?“Hey di sini ternyata!!!” teriak seorang lelaki berambut hitam dari atas pepohonan.