Bernard melompat turun dari mobil, dia sudah tiba di rumah Jasmine. Otaknya blank, yang dia pikirkan sekarang adalah bertemu dengan Jasmine. Dia harus memberikan penjelasan. Shit! Bernard mengumpati dirinya yang begitu bodoh.“Jasmine sayang. Jasmine?” Bernard menekan bell rumah, berharap Jasmine sudah pulang.Ceklek!Pintu terbuka. Alih-alih Jasmine yang muncul, malah Jelena yang muncul.“Bernard?” Kening Jelena mengerut, menatap Bernard ada di depannya.“Jelena, di mana Jasmine?” tanya Bernard cepat dan panik.“Jasmine belum pulang. Kau lihat saja mobilnya tidak ada.” Jelena menunjuk ke garasi mobil, dan benar bahwa mobil Jasmine tidak ada. “Memangnya kau tidak tahu Jasmine ke mana? Terakhir dia bilang padaku pergi sebentar. Aku pikir dia ke apartemenmu.”Bernard mati kutu mendapatkan pertanyaan dari Jelena. Jika saja Jelena tahu, pastinya dia akan habis dimaki-maki oleh Jelena. “Jelena, maaf. Aku harus mencari Jasmine. Ada hal yang harus aku jelaskan padanya.” Dengan terburu-buru,
Tubuh Jasmine bergeming di tempatnya melihat sosok pria yang memanggilnya adalah Bernard. Pancaran matanya menunjukkan kebencian dan jijik. Kepingan memori mengingat tentang kejadian tadi malam yang dia lihat. Selama ini, Jasmine telah tertipu oleh cinta Bernard—yang terlihat tulus. Pria yang terlihat tulus itu hanya menunjukkan kepura-puraan.“Jasmine? Kenapa bisa kau bersama Xavier?” Bernard mendekat ke arah Jasmine, tapi Xavier langsung menghadang. Xavier tak mengizinkan Bernard mendekat ke arah Jasmine. Tampak raut wajah pria itu mulai kesal akan tindakan Xavier.“Pergi kau, Berengsek!” usir Xavier tegas, dengan sorot mata tajam.Bernard membalas tatapan tajam Xavier. “Kau ini siapa! Kenapa ikut campur urusanku dan Jasmine?! Aku ini kekasih Jasmine! Beraninya kau mengusirku!”Xavier menyunggingkan senyuman sinis. “Kekasih? Kau dan Jasmine sudah berpisah—sejak di mana Jasmine memergokimu berselingkuh.”Bernard menggeram penuh amarah. Xavier terlalu banyak ikut campur akan urusannya
Keheningan membentang dari dalam mobil. Manik mata Jasmine sejak tadi menatap Xavier yang mengemudikan mobil—dengan tatapan tajam penuh kemarahan dan emosi yang membakar dirinya. Kepingan memori menjadi emosi yang memuncak di kala mengingat pria yang mengemudikan mobil di sampingnya ini—mengatakan bahwa dirinya adalah milik pria itu. Sungguh! Pria berengsek itu sudah benar-benar gila—dan otak tak beres.“Kenapa kau mengatakan pada Bernard, aku ini milikmu?” seru Jasmine seraya mengepalkan tangannya dengan kuat. Sudah sejak tadi Jasmine berusaha keras untuk menahan emosi di dalam dirinya. Kali ini, dia tidak lagi bisa menahan diri.“Kau memang milikku,” jawab Xavier dengan nada dingin, dan tegas. Tersirat tidak ada raut wajah bersalah darinya.Jasmine mengembuskan napas kasar. “Kau sudah gila! Kau ini tunangan kakakku! Kenapa bisa-bisanya kau mengaku-aku, aku sebagai milikmu?!”Xavier menepikan mobilnya ke pinggir jalan. Tatapan mata pria itu dingin dan tegas pada Jasmine yang mengamuk
Jelena khawatir pada Jasmine yang tidak pulang. Dia belum bilang pada orang tuanya tentang Jasmine yang tak pulang. Kebetulan, kedua orang tuanya memiliki acara yang padat sampai lupa menanyakan Jasmine. Terlebih usia Jasmine bukan lagi anak-anak. Jadi pastinya Johan dan Mila percaya bahwa Jasmine dan Jelena bisa menjaga diri dengan sangat baik.Jelena mencoba menghubungi Jasmine, tapi tidak ada hasil, adiknya tidak menjawab panggilan teleponnya. Tidak hanya Jasmine saja, tapi Xavier juga tak menjawab teleponnya. Ada apa ini? Kenapa kebetulan seperti ini?Hati Jelena terasa ganjal. Tidak biasanya Jasmine ataupun Xavier tidak bisa dihubungi bersamaan. Mata Jelena terpejam sebentar. Dia menepis pikiran buruknya. Tidak mungkin Jasmine melakukan hal aneh.Ceklek!Pintu rumah terbuka. Jelena mengalihkan pandangannya, menatap terkejut Jasmine dan Xavier yang basah kuyub. Dengan raut wajah panik, Jelena menghampiri mereka.“Jasmine? Xavier? Kenapa tubuh kalian basah kuyub?” tanya Jelena bing
“Tuan, Anda mendapatkan undangan dari Larison Group. Perusahaan di mana Nona Jasmine bekerja juga mendapatkan undangan dari Larison Group. Jadwal undangan pesta jamuan makan malam adalah lusa. Apakah Anda berkenan untuk hadir?” Iram melaporkan pada Xavier yang baru saja tiba di penthouse. Sudah sejak tadi, Iram menunggu Xavier kembali.“Luxe London Beauty Co, mendapatkan undangan daru Larison Group?” ulang Xavier memastikan seraya duduk di sofa. Dia menggerakkan tangannya—memberikan isyarat pada pelayan—untuk membawakan minuman beralkohol.Tak selang lama, pelayan mengantarkan sebotol wine dan gelas berkaki tinggi. Pelayan sudah tahu, apa yang menjadi kesukaan Tuannya. Xavier meminum perlahan wine—dan tampak berpikir sejenak.Iram menganggukkan kepalanya. “Benar, Tuan. Pun saya dengar yang mewakili Luxe London Beauty Co adalah Nona Jasmine.”Xavier terdiam mendengar apa yang Iram katakan. Dia tampak berpikir, mengambil keputusan. Ada rasa janggal, karena biasanya Lux London Beautu Co,
Jasmine harus datang ke pesta seorang diri. Dia mengajak Ivy, tapi malah Ivy sedang berkencan dengan pria yang dia temui di aplikasi dating. Pun dia sudah mengajak Jelena, tapi Jelena sibuk mengurus cabang salon yang ada masalah. Dia tak bisa memaksa, karena memang Jelena ada masalah.Jasmine tampil cantik malam itu. Gaun berwarna emerald dengan model kemben, menyempurnakan penampilan Jasmine. Rambut panjang terjuntai indah menutupi punggung telanjangnya. Make-up flawless menyempurnakan wajahnya. Beberapa tamu undangan menyapa Jasmine, dan tentu wanita itu menyambut para tamu undangan yang menyapanya. Berada di bidang marketing dan penjualanan, membuat Jasmine harus menjadi sosok yang ramah pada semua orang.Tak sedikit orang yang memuji penampilan Jasmine. Wanita itu tampak sangat cantik. Pujian bagi Jasmine hanyalah basa-basi. Wanita itu hanya menanggapi dengan senyuman samar—dan tak terlalu menanggapi serius.Jasmine duduk di posisi sedikit jauh, demi tidak terlalu menjadi pusat p
Xavier bergeming di tempatnya, belum sama sekali bergerak. Sepasang iris matanya memancarakan kekhawatiran dan kecemasan nyata. Hanya saja, dia mengingat bahwa apa yang ada di dalam pikirannya, tak boleh diungkapkan pada CEO dari Larison Group.“Oh, begitu. Baiklah, Tuan Larison. Aku ingin ke toilet sebentar.” Xavier segera berpamitan pada Jack Larison. Hatinya sudah tak tenang, seakan ada tanda bahaya—yang mengancam.Jack Larison tersenyum hangat. “Ya, silakan Tuan Coldwell. Aku pun ingin menyambut para tamu undangan lain. Nikmati pesta ini. Terima kasih sudah datang.”Xavier tetap membalas senyuman dari Jack Larison. Lantas, dia segera menyingkir dari kumpulan banyak tamu undangan, dan segera menghubungi sang asisten, “Buka CCTV pesta Larison Group. Temukan keberadaan Jasmine! Aku hanya memberikan waktu padamu sepuluh menit!”Xavier menutup panggilan telepon itu, dia mengumpat kasar. Hatinya berkata bahwa Terjadi sesuatu pada Jasmine. Dalam hati, jika benar Bernard berani berbuat ma
Bibir basah Bernard mengecupi bibir dan leher Jasmine. Tangannya membelai lembut payudara Jasmine. Dosis obat yang diberikan Bernard pada Jasmine begitu tinggi, membuatnya tidak berdaya sama sekali.Tubuh Jasmine sangat indah. Bernard memuja keindahan tubuh sang kekasih. Sudah sejak lama dia menginginkan ini. Namun, setiap kali dia meminta selalu tak pernah diberikan. Sekarang dia akan meminta, meski dengan cara licik.Jasmine hanya miliknya. Bernard ingin menjadikan Jasmine miliknya seorang. Cara ini pasti mampu membuat Jasmine memaafkannya, dan kembali padanya. Dia tidak akan pernah membiarkan Jasmine dimiliki oleh pria lain.Bernard menindih tubuh Jasmine, hendak ingin melepas gaun yang dipakai oleh Jasmine. Namun tiba-tiba …BrakkkPintu kamar hotel terdobrak sangat keras. Sontak, Bernard terkejut di kala pintu kamar hotelnya terdobrak. Tampak raut wajah Bernard berubah melihat Xavier berdiri di ambang pintu.Mata Xavier menyalang tajam penuh amarah melihat Jasmine terbaring di ra