“Memangnya apa yang ingin Anda katakan?” balas Reta was-was.“Oh, kamu tipe yang suka to the point ya?” Dirga berdecak senang. “Ya, itu bagus.”“Lalu, apa inti yang ingin Anda bicarakan pada saya, Pak Dirga?” tanya Reta sekali.Reta mencoba tetap tenang meski sekarang jantungnya seperti genderang ditabuh kencang. Dia tak tahu seperti apakah isi hati dan pikiran Dirga. Yang dia tahu adalah Dirga tipe pria arogan yang sangat percaya diri dengan kekayaan dan ketampanannya.“Saya perlu membayar berapa padamu agar kamu mau menolak permintaan mama saya?”“Eh?” Reta terperangah. “Maksudnya?”“Tolak permintaan mama saya,” suruh Dirga. “Kamu dapat tawaran berapa dari mama saya? Nanti saya ganti lebih?”Reta paham maksud ucapan Dirga. Namun, harga diri Reta sedikit tersinggung ketika Dirga mulai melanjutkan kalimat-kalimatnya lain.“Kamu mau apa? Uang berapa milyar? Nanti saya berikan. Yang penting kamu tolak semua tawaran mama saya dan jangan pernah muncul lagi di depan mama saya,” terang Dirg
“Iya, saya mau,” jawab Reta dengan lantang.Senyuman jahat tersungging di bibir Reta. Dia memutuskan untuk membalas dendam pada Dirga yang selalu memandangnya dengan rendah.“Be-beneran mau?” balas Rumi dengan riang. Wanita itu tampak sangat antusias dengan jawaban dari Reta.“Iya, Bu Rumi. Saya bersedia menikah dengan anak Ibu,” tutur Reta. “Tapi, saya tidak bisa berjanji bisa memberikan cucu secepatnya pada Ibu. Ibu kan tahu sendiri kalau anak Ibu membenci saya. Ditambah lagi, anak Ibu belum bisa move on dari mantan pacarnya.”“Nggak masalah. Yang penting mau menikah dengan anak saya saja saya sudah seneng,” terang Rumi girang. “Biar pikiran anak saya lebih terbuka.”“Iya, Bu. Saya sudah pikirkan masak-masak. Saya maau menjadi menantu Ibu. Semoga Ibu tidak kecewa ya? Saya punya banyak kekurangan soalnya. Termasuk lumpuh.”“Nggak masalah. Nanti Ibu temani kamu berobat ke Singapura,” balas Rumi. “Um, berarti kamu jangan panggil saya Ibu lagi ya?”“Terus panggil apa?”“Mama lah. Kan sa
“Ret, serius kamu nerima tawaran buat nikah sama anak Bu Rumi?” Ninda terpukau menatap sahabatnya itu.Reta tersenyum dengan penuh percaya diri. Dia mengambil sambal bawang pedas di meja ruang tengah dengan bahagia.“Iya, aku udah putusin buat nikah sama anaknya Bu Rumi,” Reta melahap nasi lele bakarnya. Dia suka makan lele bakar dan tempe goreng. Selain harganya murah, rasanya enak.“Tapi, bukannya kamu nggak mau nikah? Kenapa mendadak berubah pikiran?” Ninda menatap penasaran sahabatnya itu.Reta menatap Ninda. Dia kemudian menceritakan bagaimana Dirga menipunya dengan undangan wawancara kerja itu.“Pak Dirga itu arogan banget. Dia sombong banget. Sampai kesel hatiku,” celoteh Reta. “Aku bakal bikin dia sadar meski dia kaya dan tampan, semua itu bakal percuma.”“Dengan cara menikahinya?” balas Ninda bingung. Dia belum bisa menangkap maksud Reta.“Iya. Aku bakal bikin hidup dia sengsara sampai dia mau mengubah sifatnya!” balas Reta penuh keyakinan.“Kamu yakin mau menikah dengannya?
“Semua ini gara-gara perempuan lumpuh itu!” oceh Dirga sepanjang perjalanan menuju kantornya.Baru kali ini ada seorang perempuan yang berani melawannya dengan tegas. Biasanya para perempuan tidak berani menentang Dirga. Mereka memilih kabur atau mengambil uang yang Dirga berikan.“Sialan! Dia sepertinya ingin banyak,” decak Dirga. “Dia kira dia siapa? Berani-beraninya mau mengambil banyak untung dengan kondisiku yang seperti ini.”Dirga menghentikan mobilnya tepat di parkiran kantor. Dia mengambil ponselnya dan menelepon sekretarisnya.“Ada apa, Pak?” jawab sekretarisnya.“Suruh perempuan lumpuh itu ke kantor lagi. Bilang kalau aku ingin bicara dengannya siang ini,” tutur Dirga. “Ini perintah.”“Baik, Pak.”Dirga mendengkus kesal. Dia membuka pintu mobilnya dan mengayunkan langkah menuju lift yang ada di parkiran.Sementara itu, Reta sedang asik-asiknya menggambar di atas kasurnya. Sudah lama dia tak membuat sketsa dengan santai.Dia mulai berpikir untuk menambah beberapa gambaran ba
Reta membuka matanya. Tepat di depannya tampak wajah Dirga sedang melotot kaget kepadanya.Reta merasakan ada sesuatu yang empuk menyentuh bibirnya. Dia tersentak kaget saat menyadari bahwa bibirnya bersentuhan dengan bibir Dirga sekarang.Reta mengangkat kepalanya agar bibir mereka tak lagi bersentuhan. Sejujurnya Reta ingin segera bangun dari posisinya saat ini. Namun, bagian bawah tubuhnya tak bisa dia gerakan karena kelumpuhan yang dia derita.“Minggir!” Dirga melotot galak kepada Reta.“Kalau bisa minggir, aku pasti minggir,” balas Reta tak kalah kesal. “Aku lumpuh tahu. Aku—“Reta terdiam. Dia merasakan ada sesuatu yang menonjol di bagian bawahnya itu. Tepatnya di bagian bawah tubuh Dirga muncul sebuah tonjolan yang semakin lama semakin mengeras.Wajah Reta semakin merah padam. Dia tahu tonjolan apa itu.Refleks Reta memukul wajah Dirga. “Buruan! Angkat badanku!” jerit Reta memerintah. “Jangan mesum kamu!”“Aow!” Dirga mengusap pipinya yang terasa pedih dan panas karena pukulan
“Kenapa? Kamu nggak suka lihat aku?” tanya Reta menyelidik.Sudah satu jam dirinya di-make over oleh pegawai salon. Kini Dirga malah terpana dengan pandangan yang sulit untuk diartikan maknanya. Entah Dirga terpesona padanya. Atau sebaliknya, pria itu ilfeel melihat Reta didandani tebal.“Ah, nggak. Ayo,” Dirga menghampiri Reta. Dia kembali menggendong bridal perempuan itu.Tentu saja orang-orang di salon memandangi mereka dengan tatapan iri. Dirga sangat tampan dan memiliki perawakan tubuh ideal seorang pria. Meskipun wajahnya galak, pria itu tetap akan sangat mencolok saat tampil di depan orang-orang.“Pak, ini berlebihan nggak sih?” bisik Reta. “Ada yang fotoin kita lho. Kalau masuk sosmed gimana?”“Ya nggak gimana-gimana,” balas Dirga cuek. Pria itu tetap menatap lurus ke depan dan membawa Reta masuk ke dalam mobil.Reta berdecak. Pria itu sepertinya tidak memiliki rasa cemas jika wajah tampannya tersebar di sosial media.Justru yang lebih cemas saat ini adalah Reta. Dia tak terla
“Mau dibahas secepat ini?” Reta terkaget mendengar ucapan calon ibu mertuanya itu.“Iya,” sahut Rumi penuh semangat. Perempuan itu tersenyum lebar pada Reta. “Reta, Mama udah ada beberapa nomor wedding organizer. Kita bisa mulai hubungi satu per satu malam ini.”“Malam ini? Aku kan harus pulang,” ucap Reta bingung.“Ah, nggak perlu pulang,” timpal Rumi secepat kilat. “Ya, kan, Pa?”“Benar itu. Nginep aja di sini,” tutur Zidan memberikan izin.“Bukannya nggak sopan ya?” Reta menatap malu orang tua Zidan yang tampak menggebu-gebu itu.“Sopan-sopan saja. Kan kami yang bikin aturan,” terang Rumi dengan senyuman lebarnya. “Reta, kamu jangan sungkan-sungkan kalau sama kami ya? Mulai sekarang kamu udah resmi jadi calon menantu kami. Habis ini kamu ikut Mama ke mall. Kita cari cincin lamaran buatmu. Biar ada bukti kalau kamu itu menantu kami.”“Ah, bagus itu. Papa ikut juga deh. Udah lama nggak jalan-jalan,” kekeh Zidan. “Mumpung mau dapat menantu baru ini.”Pandangan Zidan melirik ke Dirga.
“Ikut saja pengobatan,” timpal Dirga. “Katamu kamu ingin bisa jalan, kan? Lakukan saja seperti yang kamu inginkan.”Reta terkesiap sesaat menatap Dirga yang ada di sisinya. Dia pikir Dirga tak akan tertarik dengan obrolan remeh-temeh Reta bersama Rumi dan Zidan. Mengingat sebenarnya Dirga sangat tidak suka dengan konsep pernikahan ini. Nyatanya, Dirga masih bisa menempatkan diri dengan baik. Minimal, pria itu tidak ada niatan untuk menyakiti hati orang tuanya. Tanda bahwa Dirga memang masih memiliki rasa hormat yang besar pada orang tua.“Nah, kan, udah di-ACC tuh sama Mas Suamimu,” celetuk Rumi. “Berarti habis nikahan, langsung ikut pengobatan aja ya, Mama. Nanti Dirga bisa ikut jenguk tiap weekend. Kalian bisa jalan-jalan di Singapura juga.”Celotehan Rumi terus berlanjut. Perempuan itu sungguh-sungguh bersemangat saat membahas tentang pengobatan Reta dan rencana selama tinggal di Singapura.Zidan pun menanggapi ucapan Rumi tak kalah antusias. Keduanya menunjukkan dukungan penuh pad