Grace terdiam. Jujur saja, saat ini pikirannya memang hanya ada Edward. Mungkin Ethan berpikir Grace tak pernah memahami kata-kata yang dia ucapkan tentang Edward. Tapi dia salah, Grace memahami segalanya meski dia menutupi dengan berpura-pura bodoh.
“Ayah pasti akan membuatmu berpisah dengan Edward melalui cara apa pun. Grace, aku tak tahu siapa yang pada akhirnya nanti akan bersama denganmu. Tapi kupastikan Edward akan mengorbankan sesuatu untukmu dengan matang. Dia mencintaimu, sangat mencintaimu meski dia tak pernah bisa mengatakannya. Aku pun ... men—“ Ethan terdiam dia malu melanjutkan kalimatnya. Dia malu mengulang-ulang perasaannya terhadap Grace.
“Katakan saja.”
“Aku juga menyukaimu seperti yang kukatakan. Mungkin lebih dari sekedar suka. Jika kau paham.”
“Semua berhak memilih siapa yang dicintai, dan aku tak berhak melarang. Tapi, aku belum pernah memiliki hubungan dengan siapa pun. Semua pasti menganggapku murahan dengan sikapku yang semaun
Keduanya sampai di South Haven, sebuah kota kecil dengan pesona pantai di sekelilingnya. Tempat itu adalah sebuah tempat rahasia yang Ethan tak pernah tunjukkan pada siapa pun, di saat dia penuh dengan masalah, dia akan lari ke South Haven, mengasingkan diri dari keramaian dan berpikir. Ethan tak pernah mengajak Karen ke South Haven. Grace adalah gadis pertama yang diajaknya mengunjungi resort miliknya yang tertata rapi dengan dekorasi indah. Di sepanjang jalan masuk beberapa pepohonan rindang sengaja diletakkan di sana menyerupai gerbang masuk yang terbuat dari ranting pepohonan. Grace tak henti-hentinya mengagumi resort yang terlihat nyaman dan asri itu. “Indah sekali,” ujar Grace melayangkan pandangan ke sekeliling. “Kau makan dulu, setelah itu baru kita mencari pakaian. Tak mungkin kau memakai pakaian seperti itu,” kata Ethan seraya menunjuk pakaian yang dikenakan Grace. Pakaian yang hanya menutupi dada dan juga bagian bawah lebih menyerupai celana dalam.
Ethan agak terkejut mendengar kalimat Grace. Nada suara Grace terdengar serius, gadis ini tak main-main bahkan lebih berani dari Karen. Karen tak pernah mau menentang, dia hanya pasrah dengan keadaan, menerima, dan mengikuti apa yang dia mau. Dia ingat saat dia memperjuangkan Karen dulu, melakukan segala hal bodoh, Karen yang terus ditekan dan diteror justru memberi keputusan untuk melepaskannya. Jika bukan karena saat itu Ethan hampir mati, Karen mungkin sudah menyetujui keputusan ayahnya untuk meninggalkannya. Karen kembali padanya dan kabur bersamanya karena Ethan yang mengancam jika Karen meninggalkannya, maka dia tak akan pernah melihat Ethan selamanya. Dia yang meminta Karen untuk memperjuangkan cintanya. Lukisan yang Karen buat adalah lukisan Ethan yang menyayat tangannya, dan dijadikannya sebagai peringatan keras bagi dirinya. Karen tak bisa meninggalkan Ethan saat itu karena dia merasa bertanggungjawab dengan kehidupan Ethan yang telah dikorbankannya. Di lua
“Kenapa aku tak bisa melakukan apa pun?” “Ed, kalau kau masih berpikir dan terus berpikir. Besok sudah harinya, kau mau berdiam diri seperti ini? Taktik apa yang sedang kau pikirkan, hah?!” tanya Vanes jengkel. “Biarkan aku berpikir, masih ada beberapa puluh jam. Temani aku ke bar, aku ingin minum, lalu mabuk sampai aku tak sadarkan diri!” “Lalu bagaimana kau bisa berpikir?” tanya Vanes bingung. “Itu urusan belakangan, aku benar-benar sudah lelah!” * Apa yang ditakutkan Ethan menjadi kenyataan. Mrs. Jason pun sudah mengetahuinya, dia bersiap-siap kembali ke Detroit menyusul suaminya. Wanita diktator dan keras hati itu sudah menyiapkan sebuah pesawat pribadi yang akan segera membawanya ke Detroit, dan membuat kejutan yang lebih menakutkan ketimbang suaminya. Dua setengah tahun yang lalu, dia pun ikut andil berusaha memisahkan Ethan dan Karen. Tak ada rasa kasihan di dalam hati wanita itu. Mrs. Jason hanya menganggap kedua putran
“Tunggu sebentar. Kau begitu tenang mengatakan ini, apa kau sudah tahu sebelumnya?” Grace mengangguk, hanya itu saja tak memberi penjelasan lain. Kemudian Grace berjalan mendahului Ethan, dan terus menyusuri sepanjang pantai. Ethan membiarkan Grace, dia tak mengejarnya. “Ethan.” Ethan mengenali suara yang memanggilnya dari belakang. Dia menoleh ke belakang, dilihatnya Kevin sedang berdiri. “Kau?” “Apa kabar?” “Ba-bagaimana kau bisa menemukan aku dan Grace?” “Kau tak mengecek handphone milikmu?” tanya Kevin. “Maksudmu?” “Grace menghubungiku semalam menggunakan handphonemu, memintaku datang kemari untuk menjemput kalian. Kau tak mau berterima kasih padaku? Jauh-jauh aku kemari untuk membawa kalian kembali ke Detroit,” ujar Kevin sekali lagi. “Untuk apa Grace menghubungimu?” “Entahlah. Tak perlu menggunakan mobilmu, biarkan mobilmu tinggal di sini. Kau dan Grace ikut denganku. Jangan membuat
Vanes dan Mark sampai di South Haven, dan mereka pun memutuskan untuk segera kembali bersama Grace, Kevin, dan Ethan di dalam satu mobil untuk mengalihkan perhatian jika ada yang mengikuti mereka. Edward sendiri tak bisa dihubungi, dia menghilang tanpa kabar, dan mereka tak tahu di mana Edward saat ini. Sedangkan waktu terus berlalu mendekati acara pertunangan yang sudah disusun dengan rapi oleh kedua orang tua Edward. “Kira-kira ke mana Edward?” tanya Ethan. “Kami tak tahu, dia menghilang dari kamarnya tadi pagi. Nomornya pun dimatikan. Apa kau tahu ke mana dia biasanya pergi untuk menenangkan pikirannya?” Mark menyahut dari bangku depan. Mereka semua benar-benar dilanda kebingungan, sebentar lagi jam tujuh malam, tak ada tanda-tanda Edward akan menghubungi mereka. “Aku tak tahu,” jawab Ethan singkat. Mereka berlima menuju hotel di mana acara pertunangan akan diadakan. Ketika melewati lobby, banyak sekali orang berlalu lalang, sepertinya mere
Tanpa diminta Kevin berjalan ke arah sebuah grand piano, membuka tutup, dan mulai memainkan sebuah lagu. Cathy tak paham kenapa Kevin memainkan piano, padahal situasi sedang tegang antara dirinya dan Grace. Semua tamu undangan terhanyut dan mulai turun ke lantai dansa bersama pasangan masing-masing. Grace menerima sebuah paper bag berisi barang yang dimintanya dari Vanes, dipakainya toe-shoes tersebut. Kemudian dia menarik rambut panjangnya ke atas, mengikat, lalu menyanggulnya. Cathy tak mengerti apa yang akan dilakukan Grace saat itu. “Kau siap, Van?” tanya Grace. “As always, Princess!” seru Vanes tak sabar menunggu yang akan dilakukan Grace. Alunan lagu romantis yang dibawakan Kevin seketika berubah menjadi lagu lain. Kevin memainkan komposer lagu dari Tchaikovsky, yang biasa dimainkan ketika pertunjukkan balet Swan Lake. Grace melepas bagian bawah gaun hitamnya, dan semua orang tak menyangka di balik gaun panjang itu ada sebuah rok tutu be
“Kau gila. Kita keluar darimana?” “Aku, Ethan, Mark, dan Vanes akan menghadapi bodyguard-bodyguard suruhan ayahku. Kevin kau bawa Grace naik ke lantai paling atas, bawa dia ke helipad. Helikopter pribadiku beserta orang kepercayaanku ada di sana menunggu,” kata Edward sembari berbisik pada Kevin dan dijawab dengan sebuah anggukkan. Grace menatap Edward dengan tatapan tak percaya, dia pikir Edward sudah tak peduli. Tak disangkanya justru Edward datang di detik-detik terakhir. Grace berlari bersama Kevin sementara keempat orang itu menghalau para bodyguard bertubuh kekar. Kevin membawa Grace melalui pintu darurat, tanpa berhenti terus berlari dan berlari. Dilihatnya Grace sudah sangat lelah dengan napas tersengal-sengal masih berusaha menapaki anak tangga. Tanpa banyak bicara dia mengangkat tubuh Grace ke depan dada dan membawanya naik ke atap hotel, ke tempat yang diminta Edward. “Kau—“ “Aku masih kuat, santai saja.” Keempat pem
Timothy menurunkan keenam orang itu di pantai, lalu setelahnya dia pergi meninggalkan mereka. Edward menggendong tubuh Grace, rupanya gadis itu benar-benar lelah dan tak sadar kalau sudah tiba di South Haven. “Aku penasaran, apa yang akan dilakukan ayah dan ibu untuk menjauhkan kita dari Grace,” ujar Ethan tiba-tiba sebelum memasuki lobby resort. Setelah ini pasti akan banyak kejutan yang diberikan kedua orang tua kakak beradik itu. “Aku tak mau memikirkannya. Saat ini yang ada di dalam pikiranku hanya tantangan yang kau berikan padaku, Ethan. Kau tahu dengan jelas, aku akan melakukan apa pun demi Grace. Aku tak mau kehilangannya!” “Kalau begitu, tantangan ini akan tetap kau teruskan? Kau tahu berarti segala konsekuensi yang akan kau hadapi jika kau gagal?” “Kenapa kau begitu bersikeras untuk mendapatkan Grace, Ethan?” Ethan menghentikan langkahnya saat Edward bertanya. Ethan merasa inilah saat yang tepat untuk mengatakan apa yang telah dirasa