GAIRAH CINTA TERLARANG
PART 53
Kling ...!
[Tan, kita jadikan, ke rumah orangtua Roby?]
Isi chat yang Revan kirimkan untukku.
[Jadi, tapi, jangan bilang sama Ayah dan Ibu, Ya?]
Pintaku pada Revan, aku tidak ingin membebani mereka.
[Siap!] Balasnya.
Aku menuruni tangga. Kepalaku celingak-celinguk mencari keberadaan Revan. Namun, batang hidungnya tidak aku temui.
[Kamu dimana?]
Kukirimkan pesan untuknya.
[Di halaman belakang sama Ayah.] balasnya.
[Ayo, jalan sekarang!] Ajakku
[Ok, pamit sama calon Ayah mertua dulu, Ya, hahahhahahha ...!] Aku tersenyum tipis melihat sikap Revan yang mulai berani bercanda denganku.
Setelah pamit kepada ayah dan ibu, kami berdua melakukan perjalanan menuju rumah orangtuanya Roby. Kebenaran harus diungkap, jangan sampai Roby mati sia-sia karena ulah manusia licik seperti Satria.
"Ayah kamu baik, ya, Tan," ujar Revan.
"Hmmm
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 54"Ibu nggak ngerti, Nak, saat Pak Alex bilang Roby kena serangan jantung, Ibu nggak percaya, tapi ... kata tetangga Ibu benar seperti yang ditulis dalam kertas di tangan kamu, Nak!" Air mata Bu Narsih kembali deras, dia larut dalam isakan meratapi putra semata wayangnya."Aku lihat, Van!" Pintaku, Revan mengarahkan kertas di tangannya ke arahku. Jelas tertulis di kertas bahwa Roby meninggal karena serangan jantung."Apa maksud dari semua ini, Van?" tanyaku pada Revan yang sedang membolak balik kertas yang dia pegang. Bu Narsih menatap kami dengan mata yang berkaca-kaca. Hatiku sedih melihat wajah tuanya yang harus kehilangan anak dengan cara yang tidak wajar. Revan hanya mampu mengeleng pelan, dia tidak mampu menjelaskan tentang hal yang terjadi."Bu!" Panggi Revan lembut, bulir bening menetes dari sudut mataku. Secepat kilat, kuseka dengan ujung jemari."Kenapa, Nak?" tanya Bu Nars
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 55Bu Narsih menatap kami silih berganti, gejolak amarah mulai memudar dari sorot matanya."Apa yang bisa aku lakukan untuk membantu kalian?" tanyanya tanpa melihat ke arah kami."Izinkan kami melakukan autopsi pada jenazah Roby, Bu," pinta Revan."Itu artinya makam Roby harus dibongkar, ya?" tanyanya lagi."Iya, Bu," jawab Revan."Saya tidak rela!" tegasnya. Bu Narsih bangkit dan menutup pintu dengan kerasnya."Bagaimana ini, Van?" tanyaku bingung."Kamu dekati dia pelan-pelan, mungkin hatinya bisa luluh, Tan!" Saran Revan padaku. Tubuhnya dihempaskan pada kursi plastik di sampingnya. Rasa kecewa tengah membayanginya."Ibu," panggilku lembut. "Bu, Kita bicarakan baik-baik," sambungku lembut."Pergi kalian!" teriaknya."Kami tidak akan pergi sampai Ibu memberikan kami izin untuk mengautopsi jenazah Roby!" tegasku."Terserah kalian !" teriak B
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 56Aku memilih diam, malas melanjutkan karena aku tahu perbincangan ini tidak pernah ada ujungnya."Urusan Roby, biar aku yang urus setelah ini, kamu tidak perlu memikirkannya lagi. Hasilnya nanti aku beritahu, Ya." Revan mengedipkan matanya ke arahku."Aku masih penasaran, Van," ungkapku."Ini semua berbahaya untuk kamu, aku tidak ingin kamu kenapa-napa, Tan," ujar Revan. Binar kekhawatiran terlihat dari ekspresi wajahnya."Baiklah, tapi kamu juga harus hati-hati," ujarku pada Revan."Siap! Pinjam ponsel kamu, Tan?" Revan meletakkan tangan di depanku."Untuk apa, fokus aja nyetir, Van," ujarku."Jadi nggak mau kasih ni, ya sudah," ujar Revan dengan menampakkan wajah cemberutnya."Ya Allah Van, dari dulu kamu tu nggak pernah berubah, ce
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 57Aku mencoba mengingat gelombang suara yang baru saja menembus gendang telingaku."Siapa kamu? Kamu mau apa?" cercaku dengan pertanyaan yang mendiami pikiranku untuk sekarang ini."Kau tidak perlu tahu siapa aku, yang perlu kau lakukan, hentikan mencari tahu penyebab kematian Roby!" tegasnya. Nada bicaranya terkesan emosi."Memangnya kamu siapa, hah?" tanyaku kesal. Aku mencoba menantangnya."Kau tidak perlu tahu Tania, kalau kau mau cerai dari Satria, cerai secepatnya, jangan banyak tingkah, sok jadi detektif, lakukan saja urusanmu, jangan campuri urusan orang lain!" teriaknya dihadapanku sampai cipratan ludahnya mengenai wajahku. "Siapa kamu, hah? Buka penutup mataku, biar aku bisa melihat siapa kamu, jangan jadi pencundang!" teriakku tidak mau kalah. Aku yakin, wanita itu takut aku melihat wajahnya sehingga dia memasang penutup mata di wajahku."Masih mau mem
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 58"Ponsel kamu mana, Tan? Berulang kali aku hubungi tidak kamu angkat." tanya Revan pelan.Aku meraba-raba saku gamisku, lalu, mengeluarkan ponsel pintarku dari saku."Pantesan, Van, ponselku mode silent," ujarku pelan."Hmmm ...!" desis Revan diiringi senyum datar."Van, besok kita ke kontrakan Roby, ya?" Ajakku pada Revan, seketika Revan menatapku penuh dengan tanda tanya."Untuk apa, Tan?" tanyanya heran."Kita harus menemukan jejak orang yang menghabisi Roby, Van," ujarku. Jiwa belum tenang, jika semua ini masih menjadi misteri."Baiklah!" Revan mengiyakan ajakanku.Sesampai di rumah, Revan menceritakan semuanya kepada Ayah. Kemarahan Ayah memuncak, dia ingin melaporkan kasus penculikanku kepada pihak kepolisian. Setelah, aku katak
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 59Revan memindahkan kalung tersebut ke dalam plastik. Aku berusaha mengingat di mana aku melihat kalung itu, tapi pikiranku seakan buntu."Tan, kalungnya kok ada inisial T coba kamu lihat!" Seru Revan sembari memperlihatkan benda tersebut."Iya, ini sama seperti kalungku, Van." Aku membuka kalung di leherku. Lalu, memperlihatkan pada Revan."Iya, Tan, sama-berlian liontinnya juga sama persis," ujar Revan seraya membolak-balik kalung yang dia angkat mengunakan kayu. Pantas saja aku seperti sering melihatnya karena kalung yang Revan temukan tidak ada bedanya dengan milikku.Aku menjelaskann pada Revan, jika kalung yang aku kenakan adalah pemberian Satria. Revan menatapku sesaat, lalu melempar pandangan ke arah lain."Hmmm ...! Apa jangan-jangan ... ini kalung wanita yang bernama Thalita-- wanita yang Satria nikahi sebelum ke Hongkong, Tan?" tanya Revan padaku. Sedangkan ja
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 60Anton menyetujui permintaanku untuk bertemu di dekat rumah orangtuaku. Revan mengurusnya dalam sekali hentakan jari. Revan menawari untuk menjemput. Namun, segera kutolak. Dengan status yang belum jelas tentu akan menimbulkan banyak fitnah dan gunjingan dari orang sekitar."Baiklah. Terserah kamu saja, tapi ... kamu janji, hati-hati jangan ceroboh!" Revan memberi nasehat untukku."Iya," jawabku singkat.Mobil Revan berhenti di depan sebuah Restoran ternama di dekat rumah Ayah. Hari ini aku telah membuat janji dengan seorang pengacara kenalan Revan. Aku ingin masalahku dengan Satria segera usai."Aku nggak turun, ya," ujar Revan padaku."Iya, nggak apa," jawabku seraya membuka pintu mobil, meraih tas dan mebenahi baju dan hijabku."Anto sudah di dalam, meja no 12, kalau ada apa-apa, segera hubungi aku," ucapnya sebelum aku turun.Aku tidak menjawab, hanya memberikan isyarat bahwa aku m
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 61"Ini siapa, Mbak?" tanya Marsya dengan menunjuk ke arah Anton."Ini Anton, Sya," jawabku seadanya."Selingkuhan Mbak yang nomor berapa ini?" tanyanya sinis. Senyum sarkas mengembang di bibirnya.Rasa terkejut mendadak menyerang mendengar pertanyaannya. Anton menatapaku penuh tanda tanya."Huusssh ...! Ngomong apa kamu, Sya. Ini Anton pengacara Mbak," ujarku pelan. Aku tidak ingin orang-orang memperhatikan kami."Maaf, Pak! Ini adiknya Satria," ujarku dengan rasa malu yang memenuhi dada karena ucapan Marsya. Anton hanya mengangguk tanpa ekspresi."Nggak perlu aktinglah, bilang saja ini selingkuhan, Mbak," ujarnya lagi dengan nada menghina."Diam Sya! Pergi dari sini!" tegasku padanya.Marsya sepertinya ingin mempermalukanku di depan umum."Aku tidak mau pergi, ini tempat umum. Jadi, Mbak tidak punya hak mengusir aku," ujar Marsya dengan angkuhnya. Tangan