Keesokan paginya, Vannesa Lee sudah meminta Awan segera bersiap, karena hari itu ia harus bertemu dengan para CEO Sanjaya Grup dan juga RA Grup. Hal ini dikarenakan posisi Awan yang merupakan orang namor satu di kedua perusahaan besar tersebut. Semenjak Awan memerintahkan Vannesa Lee membentuk sebuah tim untuk mengambil alih Sanjaya grup. Ia telah melakukan tugasnya dengan begitu baik. Tapi, ini tidak sesederhana membicarakannya. Bagaimanapun, Sanjaya Grup merupakan sebuah konsorsium raksasa dengan cabang bisnisnya yang telah menyebar luas di seluruh dunia. Apalagi, setelah pertarungan besar di manor Sanjaya dua bulan yang lalu, Awan mengalami cidera yang paling parah dan membuatnya hilang ingatan hingga sekarang. Sementara itu, petinggi klan Sanjaya yang dipimpin oleh Charlote, bibi Awan dengan dibantu oleh Vannesa Lee, telah berbagi tugas untuk menjalankan perusahaan.Tentu saja, kehadiran Awan sangat diperlukan untuk memberikan kepercayaan lebih pada setiap CEO yang telah diperca
"Apa paman ada di sini, bibi?" Tanya Awan penasaran. Terutama alasan kenapa pamannya di tempatkan jauh dari vila utama. Padahal, di sana tersedia lebih dari cukup kamar untuk menampung pamannya."Ya, kamu akan tahu sendiri saat melihatnya nanti." Jawab Charlote dengan senyum seperti dipaksakan. Charlote membawa Awan menuju salah satu kamar yang ada di dalam rumah. Di sana ada beberapa perawat yang ditugaskan secara khusus untuk merawat seorang pria tua yang sedang terbaring di atas kasur dengan kondisi yang begitu memprihatinkan. Alasan kenapa Awan sampai berpikir seperti itu, karena pria tersebut terlihat begitu kurus dengan mata cekung. Kulitnya juga terlihat menyusut, sehingga sekilas terlihat keriput seperti orang tua.Awan memperhatikan lebih detail lagi kondisi pria tersebut dan ia menjadi terkejut ketika coba menebak identitas pria tersebut, "A-apa dia paman Frans?""Iya." Jawab Charlote dengan mengangguk sedih. Tampak matanya berkaca-kaca. Setiap kali melihat kondisi sang adi
"Benarkah? Tapi, kenapa aku tidak merasa kekuatan apa-apa?" Tanya Awan bingung. Ia merasa tidak ubahnya seperti orang biasa, sementara Charlote mengambarkan betapa kuatnya mereka. Hal itu, membuat Awan bingung dan meragukan ucapan Charlote."Seperti yang bibi bilang, kamu akan menyadarinya begitu ingatanmu kembali nanti. Sampai saat itu tiba, kamu jangan berhenti mencoba untuk mengingat siapa dirimu yang sebenarnya. Kami semua, juga akan membantumu untuk mengingat semuanya kembali."Selanjutnya, Charlote menceritakan. Jika organisasi the Shadow ternyata telah sejak lama menemukan teori tentang cara pembuatan serum iblis tersebut. Mereka telah mencobanya puluhan tahun yang lalu, saat itu mereka berhasil mendapatkan sedikit darah Kelvin.Uji coba mereka membuahkan hasil. Hanya saja, untuk itu mereka butuh lebih banyak DNA Kelvin untuk mengembangkan penelitian mereka. Jelas saja, mereka tidak akan berani meminta langsung ataupun memaksa untuk mengambilnya. Apalagi mereka sudah tahu sendi
Awan tergelak, mengira Charlote sedang bercanda soal penunggu cincin. Bagaimana mungkin cincin kecil ini bisa ada penunggunya? Bukankah itu hanya cincin biasa? Tapi, ketika melihat ekspresi serius Charlote, Awan berusaha menahan tawanya karena tidak ingin menyinggung bibinya."Baiklah, aku akan menjaga cincin ini, bi.""Baguslah! Mungkin kamu menganggap ini hanyalah mitos, tapi kamu akan menyadarinya sendiri saat melihatnya sendiri suatu saat." Ujar Charlote meyakinkan."Sekarang, kamu akan ikut dengan Lana ke suatu tempat. Mungkin, jika berada di sana, ingatanmu bisa cepat kembali."Awan terkejut karena ia masih harus pergi ke suatu tempat setelah ini."Hmn, kemana, bi?""Kamu akan segera mengetahuinya sebentar lagi."Benar saja, Lana ternyata baru saja datang dan menunggu di depan rumah kecil tersebut."Bibi tidak mengantarmu ke sana. Bibi hanya bisa berdoa, agar ingatanmu bisa segera pulih.""Baik, bi."Awan beranjak ke sisi tempat tidur dan berpamitan pada pamannya. Melihat betapa
Awan menggeleng dengan sedikit desahan berat, "Aku tidak tahu, aku tidak bisa mengingatnya sama sekali. Tapi, ketika melihat makam ini, aku seolah merasa sangat dekat dengannya.""Apa kami sedekat itu dulunya?" Tanya Awan penasaran."Benarkah?" Bukannya Lana yang bersuara, justru Chiya yang berada di samping kiri Awan. Matanya tampak berbinar senang.Awan mengangguk dan tersenyum tipis, "Ya, Chiya. Dia kakakmu, bukan?"Chiya mengangguk cepat dengan mata berkaca-kaca. Tentu saja bukan karena sedih, melainkan perasaan senang di hatinya. Mendengar Awan mengutarakan kalau ia merasakan begitu dekat dengan Neo, membuat Chiya menjadi begitu bahagia. Itu artinya, kakaknya memiliki tempat yang spesial di hati Awan. Neo tidak salah melayani Awan dan mengorbankan nyawanya saat itu."Iya, Awan-sama. Dia, kakakku. Dia pernah bercerita kalau dia sangat bangga bisa melayanimu dengan seluruh jiwa raganya. Aku yakin, dia pasti ikut senang melihat anda baik-baik saja sekarang." Jawab Chiya dengan penuh
"Ini di mana, Dev?" Tanya Awan penasaran begitu mereka sampai di puncak sebuah bukit. Pemandangan di sana cukup bangus, mereka dengan mudah dapat melihat Villa Nirwana dan RA Commercial Street dari atas sana.Awan berpikir, tidak mungkin Devi membawanya ke sana tanpa tujuan yang jelas. Apalagi cuma sekedar untuk menikmati pemandangan, bukan momen yang seharusnya mereka lakukan. Di samping status mereka sebagai atasan dan bawahan di dalam klan, mereka juga berteman. Sehingga, sangat tidak tepat rasanya jika itu disebut sebagai sesuatu yang romantis.Devi tersenyum tipis, "Aku ditugaskan oleh kak Noura untuk membawamu ke sini. Ia berharap kamu dapat mengingat sesuatu dari sini."Awan akhirnya mengerti alasan Devi membawanya ke tempat ini. Awan berharap dapat mengingatnya seperti harapan Devi, tapi sayang sekali ia masih tidak menemukan satu kenangan pun yang bisa diingatnya.Awan hanya bisa menarik napas dalam, putus asa."Aku tidak dapat mengingat apapun, maaf." Ujar Awan tidak berdaya
Tentu saja Awan sangat kebingungan sekarang. 'Ada almarhum Angel. Tunggu, ini sudah tidak masuk hitungan. Ada Annisa, Amanda dan sekarang ada enam wanita lagi. Astaga! Apa yang sudah dilakukan oleh diriku yang dulu, sih? Apa dia kolektor cewek kali, ya?' Pikir Awan gugup. "Hahaha." Devi tertawa terbahak sampai memegangi perutnya. Dia tidak tahan karena berhasil mengerjai Awan."Dev, kamu tidak sedang mengerjaiku, 'kan?""Hahaha, kamu tuh lucu banget tau gak? Ekspresimu itu, bikin aku tidak tahan." Awan melotot kesal, karena sadar dirinya baru saja dikerjai."Tapi, serius. Memang ada enam wanita dan mereka itu sahabatmu waktu sekolah dulu. Eh, masih ada dua pria sebenarnya."Devi menceritakan siapa saja mereka dan menunjukkan pada Awan masing-masing foto mereka, sehingga Awan tidak perlu bingung ketika bertemu dengan mereka nantinya."Jadi, enam orang wanita yang kamu maksud itu termasuk kamu?" Tanya Awan dengan kesan mengejek. Ia berniat membalas godaan Devi sebelumnya. Awan menai
Mendengar percakapan mesum mereka dan hal jahat yang mereka rencanakan, Awan menjadi gugup. Di sana hanya ada mereka berdua. Sementara para preman ini berjumlah delapan orang, bagaimana mereka bisa keluar dari situasi seperti itu?Tentu saja yang paling dicemaskan Awan adalah keselamatan Devi, karena dia yang menjadi target para preman sange ini.Awan melirik Devi cemas, namun wanita yang diliriknya justru terlihat acuh tak acuh. Awan mengerti jika Devi bisa berkelahi. Tapi, musuh mereka ada delapan orang dan mereka semua berbadan kekar dan bertampang seram. Tidak mungkin, Ia dan Devi sanggup menghadapi mereka?Karena itu, Awan dengan menahan gugup segera berkata, "Ma-maaf, bang. Kami cuma sebentar di sini. Ka-kami akan segera pergi. Kami tidak ingin mencari gara-gara dengan abang-abang di sini." Mendengar Awan coba berkopromi dengan para preman kelas coro seperti ini, membuat Devi terkejut, 'Bukan gaya Awan banget'. Devi dengan cepat mencengkeram bahu Awan dan melotot ke arahnya, "A