“ Makanlah terdahulu, kau kelihatan kekurangan energi.” Sahut pria yang menatapku.
Kepalaku terasa pusing, badanku mulai terasa sakit dan membengkak. Aku perlahan menyentuh kepalaku dan merasakan sesuatu yang aneh. Aku mencoba merabanya kembali. Ternyata mereka telah memerban bagian kepalaku dan membersihkan bercak-bercak darah yang masih membekas akibat kecelakaan sebelumnya.
Ya, tak perlu ragu bagiku untuk menyantap hidangan dari mereka. Jikapun mereka memiliki rencana jahat terhadapku. Pastinya mereka telah melakukannya saat aku pingsan.
“ Terima kasih kembali untuk hidangannya. Aku akan kembali sekarang.” Ucapku yang telah menikmati beberapa hidangan.
Aku bangkit dan mulai melangkahkan kakiku menuju pintu rumah mereka. Mereka bahkan hanya diam dan tak mencegahku. Kakiku menjadi sangat lemas, tenagaku belum optimal, tubuhku jatuh kembali kelantai. Pria itu kemudian membantuku berdiri dan memerintahkanku untuk duduk kembali.
“ Aku Bashra. Te
Sesosok yang tak asing sedang berdiri dengan mengenakan kemeja rapi dan potongan rambut pendek berwarna gelap sedikit kemerahan, dia memakai kacamata pelajar dan siap untuk memulai hari ini. Enam hari lalu pembantaian Dorrothy terjadi, namun media sama sekali tidak menaikkan berita tersebut kelayar dunia. Dalam enam hari itu pula, sangat banyak yang telah berkembang dan berubah secara dominan. Seperti Ethnic Grasumian yang mulai merubah sudut pandang mereka terhadap Immanuel dan mulai menitik beratkan seluruh permasalahan ini kepada Jackson Terrence sebagai dalangnya. Bagaimana seorang Laire yang keras kepala itu bisa menurunkan keegoisannya? Itu karena Jonathan menghubungi Hansell Clasvoki tentang diriku sebelumnya, dan setelah benar-benar yakin, maka Hansell memaketkan sebuah surat penting tentang apa yang dia ketahui selama ini kepada Jonathan dan Jonathan memberitahukan berita besar itu kepada Laire dan Laire menyampaikannya
Aku duduk dibangku kantin yang bersebelahan dengan taman kampus. Lawan mejaku adalah Liliana dan disampingnya Estelle duduk. Disebelahku ada Kyo, Rinski dan Hans. Aku tidak tahu kemana Rey pergi saat itu. Lima bangku dari aku duduk, aku melihat gadis baru itu, maksudku Aeri. Dia duduk sendiri dan menikmati roti panggang yang dia beli di kantin. Daguku berpangkukan telapak tanganku, aku hanya memperhatikan Rinski yang mengajak Estelle dan Liliana berbincang. Sesekali Liliana mencoba melirikku, dia sungguh memiliki insting yang baik dan masih ingin memastikan sesuatu dari penyamaranku. “ Eh, Maaf.” ucap Aeri. Tanpa sengaja dia menyenggol seorang pelayan yang menghantar makanan. “ Oh Tuhan, apa mereka benar-benar tidak bisa menjaga tubuh mereka dari menabrak orang-orang.” Besitku dalam hati. Erina berjalan kesebuah meja, dia duduk disebuah meja yang membelakangi kami. Di meja itu juga terlihat punggung seorang wanita, sepertinya Erina kena
Pria tadi bernama Ivan untuk marganya aku belum mengetahui. Sedangkan gadis yang sebelumnya bersama Ivan bernama Melody. Diruangan itu pula ada tiga orang lainnya dan belum memperkenalkan diri mereka. Sambutan mereka tidak sehangat Oscar dan teman-temannya. Aku tidak tahu harus memulai darimana, mereka semua terlihat tenang dan sibuk dengan ponsel mereka pribadi. Sepertinya mereka sedang menunggu beberapa orang lagi agar mereka memulai perkumpulan mereka. Sudah hampir sepuluh hari lebih aku tidak memegang pobsel dan komputer, itu membuatku sedikit iri kepada mereka sekarang. Pandanganku masih menatap keluar jendela, aku mulai membuka sedikit jendela tersebut agar udara dapat masuk. Cuaca hari ini cukup bagus dan bersahabat, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. “ Woaaahhh, melelahkan.” Ucap Ivan sembari meregangkan tubuhnya diatas bangku. “ Oh iya, apa kau tidak berniat menceritakan perjalananmu hingga kau bisa berada disini saat ini?” s
Pandangan Liliana terpaku kearahku, dia dengan setumpuk rasa penasaran masih membaluti sanubarinya, sekaligus dia mencoba memahami maksud ucapan Tania. Tapi, bagaimanapun juga dia masih ragu dengan perasaannya dan hanya diam tanpa mengabarkan apa yang dia pikirkan. Aku melukiskan senyumku kearah pandangan Liliana sembari berharap dia benar-benar mengenaliku. Huft Tania sedikit menghela nafas dan memberitahukan kepada Liliana yang masih ragu untuk menjawab, bahwa pria yang dia bertanya kepada Liliana adalah Kenshin Marsum. “ Ah, mungkin kau tak mengenalnya Lily karena dia memang berdandan seperti badut.” Jelas Tania. Dawan sedikit tersentak setelah mendengar apa yang diucapkan Tania, dia merasa bahwa aku telah benar-benar mati, Namun Liliana seperti yakin bahwa ini adalah aku. Liliana mengangguk dan mengakui bahwa aku salah satu keluarganya dan meminta Tania untuk tidak terlalu menekanku. Dawan mendekatiku dengan penasar
“ Setuju? Setuju apa? Aku pikie kau tak menyimaknya tadi.” “ Ya, setuju dengan penjelasanmu. Itu masuk akal dan aku setuju.” Kami melanjutkan makan siang kami, setelah kejadian sebelumnya tempat ini menjadi kosong dan hanya ada aku dengan Aeri yang seakan telah memesan seluruh restaurant ini. Selama menikmati hidangan, pikiranku hanya tertuju pada Aeri dan bagaimana dia bisa berfikir seperti itu, firasat merasa bahwa dia akan banyak membantu. Hal aneh juga terjadi, tiba-tiba saja Rakhisa, Bashra dan Arin datang ke Niceafood dan dengan seenaknya mereka bergabung denganku. Usut punya usut ternyata Aeri adalah salah satu dari keluarga Flanella, itulah yang dijelaskan Bashra setelah dia duduk disampingku. Memang aku tidak terlalu memikirkannya, namun aku menjadi sedikit was-was karena perasaanku yang merasa diriku seperti di awasi oleh orang – orang disekelilingku. Aku rasa jika bumi dan alam mampu berkata, mungkin mereka juga akan memberitahuku bahwa mer
Langit bergemuruh selayaknya suara kastil yang runtuh dihadapanmu, gelap jauh lebih gelap dari apa yang pernah kau lihat dilangit malam tanpa lampu, beberapa kilatan menyambar kebawah ditemani angin merah yang bergerak sangat cepat dan menyapu beberapa bagian. Aku berjalan perlahan menuju kearah pusat kota dimana angin itu berasal. Semua benar-benar gelap, mulai dari kehidupan hingga suasananya, pusat kota itu tampak tak asing bagiku, aku telah menginjakkan kakiku disebuah gapura taman yang tampak telah hancur, angin menyapu rambutku kearah kanan, terlihatku bangkai dan mayat yang tampak seperti tunggul pohon lapuk, sebagian lainnya berlari menyelamatkan dirinya masing-masing dari bencana dahsyat itu. “ Apa yang sebenarnya terjadi?” Aku berjalan semakin lambat dan melawan arah angin yang bergerak, terlihat manusia-manusia yang memiliki wujud aneh mulai menjauhi titik angin itu berada. Aku tak tahu pasti, seingatku aku hanya berbaring diatas kasur
Aku yakin sekali bahwa itu bukan hanya sekedar badai biasa, angin merah yang bertiup kencang dan menusuk setiap senti permukaan kulitku, tak bisa aku lupakan. “ Aku tidak yakin tapi gumpalan awan yang terlihat dimimpiku seperti perpaduan antara darah dengan langit malam. Dia hitam kemerah-merahan, angin itu juga membawa air yang dengan kecepatannya mampu menghasilkan rasa sakit ketika terkena kulit. Aku melihat disebuah banner yang terbang, dia tertulis sebuah alamat dan lokasinya di Lostcity.” Aku tersadar berkat sebuah banner, aku tersadar bahwa dimasa lalu banner tidak terlihat semodern didalam mimpiku, entahpun tidak ada. “ Aku sangat khawatir tentangmu, tapi setelah melihatmu datang hari ini, khawatirku telah hilang.” Jelas Lidya, dia sedikit menundukkan wajahnya. Apa yang dia jelaskan telah membuktikan bahwa dia memiliki mimpi yang sama denganku, dan itu menjadikanku yakin bahwa mimpiku bukanlah dari masa lalu, melainkan pertanda bencana
Awan mulai tergiring angin menuju Lostcity, seakan-akan mereka sedang mengadai pertemuan besar disana. Langit sore yang memerah kini mulai berdampingan dengan gelapnya awan. Aku masih tidak tahu apa yang akan terjadi di Lostcity, namun setelah melihat jauh kearah awan gelap yang menuju ke Lostcity, aku bisa memprediksi bahwa badai yang akan terjadi sangatlah besar. Pastinya kota-kota disekitarnya juga akan terkena dampak badai tersebut, meskipun tidak akan menimbulkan kerusakan yang terlalu besar dari titik badai. Hati menjadi kalut dan dibayangi akan orang-orang yang ku kenal disana. Aku jadi teringat dengan Meelan, Kyo, Rinski dan lainnya, tapi jika itu Liliana dan para Gresmonian, aku tidak terlalu mengkhawatirkan mereka sebab mereka bahkan bisa selamat dari tembakan peluru. Dari tadi aku merasakan seperti ada sesosok yang mengikuti aku dan Bashra, beberapa kali aku melirik kearah sekeliling, akan tetapi aku tidak menemukan siapapun disana, bahkan suara kak