Share

8. Kesepakatan Bersama

Chika mengerjap beberapa kali selepas mendengar pertanyaan itu. Guratan tipis di wajah Dimas seakan menjelaskan keseriusannya.

"Jelas gue mikirin perasaan lo. Gue juga yakin, kalau lo bisa ngehindar dari hukuman," kata gadis itu.

Beberapa detik tak ada jawaban, Dimas menganggukkan kepalanya. "Iya, gue emang bisa menghindar," jawab Dimas sekenanya.

Bisa dikatakan, jawaban Dimas barusan adalah jawaban sebagai pihak yang mengalah. Enggan untuk memulai perdebatan yang terasa sia-sia—untuk saat ini. Pun dengan senyuman singkatnya, Dimas menerima situasi yang dia dapatkan.

* * *

Kehidupan Chika saat ini terasa jauh lebih baik. Pasalnya, usai dia mengatakan apa yang mengganjal dalam hatinya, gadis itu kembali bersikap seperti sebelumnya. Bahkan, sekalipun berada di rumah, Chika tetaplah gadis yang ceria. Apalagi saat berada di sekolah, bertemu dengan Dirga bukanlah masalah lagi.

"Hai,"

Itu adalah sapaannya pada kakak kelas sekaligus tetangganya untuk pertama kalinya disertai salah satu telapak tangan yang terangkat. Membuat Dirga hanya melihatnya tanpa memberikan reaksi apapun. Gadis itu melewati Dirga yang sedang duduk di depan kelasnya.

Namun, baru beberapa langkah melewati laki-laki itu, kedua manik Dirga mendadak menangkap langkah Chika yang berubah mundur. Dengan tangan yang menyatu di depan tubuh, serta senyuman tipis, gadis itu berdiri di hadapan Dirga. Entah kenapa, Chika juga memiringkan kepalanya sebelum bersuara.

"Kenapa?" tanya Dirga.

"Gue punya penawaran bagus," jawabnya.

"Penawaran apa?"

Senyumannya semakin lebar, membuat kedua pipinya semakin membulat. Kedua tangannya berpindah ke belakang sebelum menjawabnya.

"Lo belum pakai permintaan apapun ke gue," sejenak menjeda kalimatnya, Chika berdeham singkat. "Gimana kalau permintaan itu dihapus, dan gue bakal tutup mulut soal balapan lo?"

Keningnya mengerut, sedikit terkejut dengan perkataan gadis itu. "Tau dari mana soal balapan gue?" tanya Dirga.

"Orang nggak dikenal aja bisa gue ubek-ubek informasinya, apalagi lo yang tetangga gue," jawab gadis itu.

Dirga terdiam, dia tengah menggunakan kepalanya dengan penawaran yang diminta oleh Chika. Terlihat gadis itu yang memasang wajah cerah, seperti menunggu persetujuannya. Namun, beberapa menit selepasnya, Dirga menggeleng, dan salah satu tangannya ikut melambai guna mendukung penolakannya.

Tentu saja, hal itu membuat harapan Chika hancur seketika. Wajahnya tertekuk kecut, melipat kedua tangan di depan dada. "Kenapa nggak mau? Rahasia gue aman, rahasia lo juga aman. Sama-sama menguntungkan, kan?"

"Lebih untung di lo, sih,"

"Gue jadi ragu lo suka sama gue," kata Chika.

Dirga tertawa mendengarnya, dia menatap Chika yang masih memasang wajah kesalnya. Salah satu tangannya diletakkan pada kepala Chika, memberikan usapan lembut di sana.

"Rasa suka gue, nggak ada hubungannya sama penawaran itu," ucap Dirga sebelum memberikan tepukan ringan pada sisi kepala Chika.

Belum saja tangan Dirga menjauh dari kepalanya, Chika justru menahan pergelangan tangan Dirga. Gadis itu menyadari Dirga menggunakan tangan kirinya, bersamaan dengan pandangannya yang terarah pada luka di pelipis kanan Dirga.

Bukan hanya itu, Chika juga teringat akan luka yang berada di sudut bibir kiri Dimas. Entah kenapa, dia ingin mencurigai kedua laki-laki itu, hanya saja cukup ragu untuk bisa membuktikannya.

"Kenapa?" tanya Dirga mendadak.

Mengedipkan matanya beberapa kali, Chika tersadar. Dia menggeleng dan melepaskan tangan laki-laki itu. Lantas dengan cepat Chika mengesampingkannya, kembali membahas persoalan mereka sejak awal.

"Kalau gitu, lo juga harus ngabulin tiga permintaan gue. Biar adil," pintanya.

"Ya udah, iya," Dirga memalingkan pandangannya. "Asal nggak minta gue buat ikut aksi lo," katanya.

"Lo salah, itu justru satu dari tiga permintaan gue," pungkas Chika yang langsung meninggalkan laki-laki itu.

Chika menggigit jarinya saat kecurigaannya kembali muncul. Bagaimana bisa secara tiba-tiba Chika mencurigai Dimas yang memberikan luka di pelipis Dirga? Tapi, bagaimana dengan luka Dimas? Bahkan, Chika tak tahu apakah Dirga juga sama kidalnya dengan Dimas atau tidak.

Gadis itu sedikit menjambak rambutnya saat sulit memikirkan hal tersebut. Toh, tak ada hubungannya dengan dia. Rasanya juga mustahil untuk mereka bertemu dan bertengkar. Pun dengan satu decakan kecil, Chika menghilangkan hal yang tak seharusnya dia pikirkan itu.

Sedangkan Dirga yang masih berada di posisinya itu terdiam usai bertemu dengan Chika. "Mungkin ada bagusnya dia salah paham sama gue," gumam Dirga.

Tubuhnya bersandar, lantas melipat kedua tangannya dengan hembusan nafas cukup panjang. Laki-laki itu hanya memikirkan cara supaya Chika tetap percaya bahwa dia menyukainya. Dia juga mulai memikirkan permintaan yang akan dia minta pada gadis itu.

"Apa dua permintaan lainnya, ya?" ucapnya yang masih bingung dengan sisa dua permintaan yang harus dikabulkan Chika.

Dirga lelah dengan pemikiran tak berujungnya itu. Dia menepuk kedua pahanya sebelum bangkit dari tempatnya duduk guna berjalan masuk ke dalam kelasnya. Namun, baru saja meletakkan bantalan duduknya, teman sebangkunya melontarkan kalimat yang membuatnya menoleh kebingungan.

"Baru berapa hari sekolah di sini, udah dapet pacar aja," kata teman sebangku Dirga. "Adek kelas," ucapnya lagi.

Ah, Dirga tahu siapa yang dimaksud temannya itu. Pun dengan begitu santai dia menjawabnya. "Oh dia. Hm, gue emang suka sama dia. Tingkahnya imut," kata Dirga disertai dengan anggukkan kepalanya.

Temannya itu tersenyum senang, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dirga sendiri juga hanya menanggapi reaksi itu sekenanya. Toh, ini juga memperkuat rencananya untuk memastikan Chika tetap percaya dengan perasaannya.

"Udah berapa lama pacaran?"

"Belum pacaran. Gue juga baru sebulan suka dia,"

"Sebulan? Berarti udah kenal lama?"

Dirga menaikkan alisnya sebelum memberikan jawaban terakhirnya itu. "Sekitar sebulan lebih sedikit. Karena gue baru jadi tetangganya dia," pungkasnya.

Konversasi itu berlalu begitu saja, pembahasan tentang asmara Dirga juga telah berakhir. Akan tetapi, rasa penasarannya akan sesuatu tiba-tiba muncul. Pribadi itu tak bisa menahannya.

"Gue boleh nanya sesuatu, nggak?" tanya Dirga.

"Tanyain aja. Gue tau banyak tentang sekolah ini,"

Senyuman singkat Dirga mendorong dirinya untuk tetap bertanya. "Kayak kejadian beberapa hari lalu, apa pernah ada murid sini yang dapet laporan dari luar sekolah?" tanya Dirga.

"Nggak banyak yang dapet. Biasanya mereka dari anak-anak pejabat, pengusaha, ya sejenisnya penguasa banyak duit," jawab temannya itu.

"Apa aja yang mereka lakuin di luar sekolah?"

Laki-laki yang menjadi teman sebangku Dirga itu mengubah posisi duduknya menghadap Dirga sebelum menjawab pertanyaan itu. "Sejauh ini yang ketahuan cuma kekerasan. Tapi, sisa kejahatan lainnya belum terungkap, karena kurangnya bukti," jelasnya.

Ini dia yang membuat Dirga bertanya-tanya kenapa Chika juga melakukan tindakan kriminal di luar sekolah. Mengingat perkataan Dimas tentang ayah Chika yang merupakan narapidana atas tuduhan penipuan.

"Apa yang bokapnya lakuin? Dan siapa bokapnya dia?" tanyanya dalam hati.

Entah kenapa, Dirga merasa jika tak ada yang tahu siapa ayah Chika, atau bahkan perbuatan apa yang dilakukan ayahnya. Chika juga tak mendapat surat laporan apapun dari luar sekolah. Bukankah Chika masih distatus aman dari laporan?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status