Di sebuah cafe, Nola menyandarkan punggungnya pada kursi empuk sambil menyesap ice chocolatenya. Dia mengulas senyum saat Jones datang."Ada apa lagi?" tanya Jones, menjatuhkan tubuhnya ke kursi dengan kesal."Aku sedang bekerja. Jadi, jangan menggangguku," sambung Jones penuh penekanan."Kau sedang sibuk. Tapi, kau tetap mau datang saat aku telepon. Kau memang teman yang baik," tukas Nola meletakkan ice chocolatenya kembali ke meja. Dia kemudian mengambil ponselnya untuk dijadikan cermin sambil memperbaiki lipstiknya.Jones nyaris menggeram. "Itu karena kau selalu merengek kalau aku tidak segera datang."Nola mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak akan menyerah, Jones. Aku akan tetap berjuang demi Edgarku."Jones mengusap wajahnya kasar penuh dengan emosi. "Edgar lagi Edgar lagi. Kenapa orang di sekitarku semuanya selalu tergila-gila pada si bajingan itu?""Ya, karena dia tampan dan kaya," jawab Nola enteng. "Meski, pria di depanku ini juga tampan dan kaya. Tapi, yang aku inginkan tetap
Edgar dan Lolita mencapai klimaksnya bersamaan. Karena Edgar lupa membeli pengaman. Dia mengeluarkan cairannya di luar.Lolita memeluk Edgar sangat erat sampai Edgar bisa merasakan payudara gadis itu menekan dada bidangnya."Om kita lakukan lagi di kamarku," pinta Lolita yang langsung disanggupi oleh Edgar.Edgar menggendong Lolita dan menghempaskan tubuh Lolita pelan ke atas kasur. Saat Edgar hendak merangkak pelan ke atas Lolita. Lolita bergeleng, menghentikannya.Alis Edgar tertaut bingung. "Ada apa?"Lolita menahan senyumnya. Dia kemudian berbisik, "Aku ingin mencoba gaya baru, Om."Edgar menarik satu alisnya ke atas. "Gaya baru? Memangnya gaya-gaya bercinta yang kau tahu apa saja, Lolita?" tanyanya meremehkan Lolita. Namun, setelah gadis itu menempelkan bibir berbisik ke telinganya. Edgar membulatkan kedua mata terkejut."Kau tahu semua itu dari mana, Lolita?""Dari internet, Om. Aku penasaran, jadi aku ingin mencobanya," jawab Lolita tersenyum malu, semakin membuatnya menggemask
Satu bulan berlalu dengan begitu cepat. Hubungan Edgar dan Lolita semakin dekat, tanpa gangguan. Nola harus berangkat ke Los Angeles untuk memenuhi panggilan penting pimpinan agensi model tempatnya bernaung. Sementara, Jones sedang disibukkan dengan pekerjaannya.Edgar baru saja melakukan rapat dengan beberapa investor. Dia memutuskan untuk mulai melaksanakan proyek terbarunya. Setelah produknya lumayan diminati masyarakat, meski tidak sesukses produk yang telah dicuri idenya oleh perusahaan Angel Corp. Tapi, itu tetap berhasil membuka kesempatan perusahaan Beauty Corp untuk semakin melebarkan sayapnya."Tuan, hadiah ini saya taruh di mana?" tanya Franklin membawa kotak kado berukuran sangat besar. Di dalam kotak itu terdapat boneka beruang raksasa."Taruh di sana dulu," balas Edgar menunjuk ke arah pojok ruangan kerjanya. Dia lalu bergumam sambil mengusap dagunya penuh pertimbangan."Boneka sudah. Kue tart chocolate sudah. Kado yang lainnya sudah. Tiket nonton sudah. Kurang ….""Kura
Lolita terpekik saat melihat seisi kamarnya dipenuhi oleh kado pemberian Edgar. Di sana terdapat buket bunga raksasa, kotak kado berukuran besar yang tak dia tahu apa isinya. Lalu, terdapat juga buket uang, ponsel baru, tas, sepatu, dan alat make up lengkap."Om, ini terlalu banyak. Uang Om pasti habis banyak untuk membeli ini semua kan? Harusnya Om lebih berhemat." Lolita bertanya dengan mulut yang masih menganga.Edgar membalasnya dengan enteng. "Ini tidak seberapa. Uangku tidak akan pernah habis hanya untuk membeli hadiahmu."Lolita menelan ludahnya dengan susah payah. Benar, kata Edgar. Uang pria itu tidak akan pernah habis hanya karena dipakai untuk membeli hadiah-hadiah ini. Karena uang Edgar sangat banyak sampai tak terhitung.Franklin berdeham pelan. Kedua orang di depannya itu sama sekali tak mengindahkan keberadaannya. Dia melepaskan bagian kepala beruang agar dia bisa bernapas lebih leluasa. Berada di dalam kostum tebal ini membuatnya gerah."Ehem …."Lolita dan Edgar spont
"Om, mau mengajakku ke mana?" tanya Lolita menahan tarikan Edgar di tangannya."Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Hari ini aku tidak bekerja karena hari ini begitu spesial," balas Edgar mengulas senyumnya.Lolita bergeleng pelan. "Daripada jalan-jalan, aku lebih ingin pergi ke makam mommyku, Om. Aku sudah lama tak menjenguknya."Genggaman Edgar di tangan Lolita mengendur. Dia mengangguk sambil tersenyum lembut. "Baiklah. Jika itu keinginanmu. Aku akan mengantarkanmu, Lolita. Tapi, sebelumnya kita pergi ke toko bunga."Lolita balas mengangguk. "Aku akan bersiap-siap, Om. Om tunggu saja di ruang tamu. Aku tidak akan lama. Aku cuma perlu mengganti pakaianku dengan pakaian yang lebih hangat.""Baiklah." Edgar keluar dari kamar Lolita dengan menutup pintu pelan.Lolita membuka lemarinya lebar-lebar. Berkat Edgar, dia jadi memiliki banyak pilihan pakaian. Dia meraih jaket, dan celana panjang, lalu sweter dengan gambar hati di bagian tengahnya. Dia segera mengganti pakaiannya, tidak ingin E
Sepulangnya dari pantai dan setelah puas menikmati sunset. Lolita dan Edgar sekarang berendam di dalam bathtub. Edgar menyesap sampanye di gelasnya. Dia lalu meletakkannya kembali ke tepi bathtub."Rasanya apa enak, Om?" tanya Lolita penasaran terhadap sampanye yang Edgar minum.Edgar tersenyum kecil, mengambil lagi gelasnya, lalu menyodorkannya pada Lolita. "Kau mau mencobanya?" Lolita bergeleng cepat. "Kalau daddyku tahu aku minum sampanye. Dia bisa memarahiku.""Baiklah. Kalau kau tidak ingin mencobanya. Lagi pula kau juga masih di bawah umur," tukas Edgar menghabiskan sampanyenya dalam satu kali tegukan.Lolita mengangguk mengiyakan. Meski, sebenarnya dia ingin sekali mencoba sampanyenya sedikit. Tapi, apa boleh buat, sampanyenya sudah Edgar habiskan."Lolita …." panggil Edgar memainkan jarinya di atas punggung telanjang Lolita. "Iya, Om. Ada apa?" balas Lolita bertanya."Sebentar lagi perusahaanku akan melakukan liburan ke Hawaii. Aku harus ikut bersama Franklin sebagai penang
"Om …." Lolita mengguncang tubuh Edgar pelan. Pria itu tidur di kamarnya semalam dan terus memeluk tubuhnya erat. Bahkan saat sudah menjelang pagi, pria itu tidak melepaskan pelukannya sama sekali."Om, tidak kerja? Sekarang sudah jam enam pagi," ucap Lolita pelan. Dia ingin menatap Edgar yang ada di belakangnya, tapi dia kesulitan. Karena kepala Edgar tersuruk di punggungnya."Hmmm …." Bukannya bangun, Edgar justru mengeratkan pelukannya di tubuh Lolita."Sebentar saja. Biarkan aku memelukmu lebih lama lagi, Lolita," ucap Edgar membuat Lolita berhenti membangunkan pria itu.Lolita akan membiarkan Edgar memeluknya lebih lama lagi. Sampai pria itu puas. Karena sebentar lagi, Edgar akan berangkat ke Hawaii, meninggalkannya sendirian.Kurang beberapa hari lagi. Jadi, Lolita ingin menghabiskan waktu bersama Edgar lebih lama dari biasanya.Lolita bergerak pelan, membalikkan tubuhnya agar bisa menatap wajah Edgar lebih dekat. Dia tersenyum melihat Edgar yang masih memejamkan kedua matanya.
"Om, kalau sudah sampai di Hawaii, hubungi aku ya," tukas Lolita berulang kali sebelum Edgar berangkat. "Iya, Lolita," balas Edgar tersenyum sambil mengusap lembut punca rambut Lolita. Lolita mengangguk. Dia memberikan pelukan erat sekali lagi. Edgar kemudian menggiring kopernya, melambaikan sebelah tangan untuk Lolita. "Aku tidak akan lama. Hanya dua hari di sana, dan aku akan segera kembali," ucap Edgar sebelum akhirnya dia menghilang ditelan pintu apartemen yang tertutup kembali. Lolita mendesah sedih. Dua hari? Dua hari pun akan terasa sangat lama tanpa kehadiran Edgar di sini. Lolita menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Tak bersemangat di pagi ini. Dia melirik ponsel yang ada di meja, beralih melihat televisi yang belum dia nyalakan. Selama dua hari, Lolita akan mengalihkan perhatiannya pada yang lain. Dia harus menyibukkan dirinya agar tidak sedih selama ditinggal Edgar berlibur. Lolita segera bangkit dari sofa, membawa langkahnya menuju televisi. Dia akan menyalakan televisi s