Share

Bab 2 : pertemuan pertama

Jessy bersama 31 gadis lainnya memasuki ruangan utama tempat para wanita yang sudah ditangkap dikumpulkan. Begitu masuk kedalam, Jessy  sedikit terkesima dengan ruangan tempat ia berdiri. 

Ruangan ini begitu megah dengan ukiran antik di tiap dindingnya yang berwarna emas. Selain itu, di ruangan ini terdapat beberapa patung estetik yang diletakkan di sudut ruangan. Sangat jauh berbeda dengan tampilan luarnya yang terlihat seperti pabrik terbengkalai yang terlihat menakutkan.

Tak lama kemudian, dari arah pintu yang berbeda terlihat seorang pria dengan pakaian formal datang memasuki ruangan tempat Renata dan para gadis lain berdiri saat ini. Kedatangannya diikuti beberapa pria gagah dengan pakaian serba hitam yang memegang senjata berupa pistol yang tersampir apik di kaki sebelah kiri.

Pria itu memiliki wajah yang yang cukup tampan dengan tatapan mata yang begitu tajam dan mengintimidasi, membuat Renata ketakutan hingga menundukkan kepalanya.

"Selamat datang di camp milikku para gadis cantik. Semoga kalian tak takut dengan tempat ini," pria itu berkata dengan nada sedingin es yang membuat bulu kuduk merinding ketakutan. 

Sambutan yang terdengar mengerikan itu disambut dengan gelak tawa beberapa pria yang berdiri di setiap pintu, menjaga agar tak ada satupun tawanan yang bisa meninggalkan tempat ini.

"Kalian adalah gadis terpilih yang akan menjalani kehidupan seperti neraka sedari sekarang. Maka dari itu, persiapkan mental dan tubuh kalian," pria itu menyeringai lebar dengan tatapan tajam yang senantiasa membuat para gadis meringkuk ketakutan.

Jessy menelan ludah paksa mendengar kalimat mengerikan itu. Sang gadis menahan air matanya agar tak jatuh. Tubuhnya bergetar dengan detak jantung yang begitu cepat seperti hendak keluar dari tempatnya. Tangannya bertaut satu sama lain dibalik ikatannya, berdoa agar tidak menarik perhatian pria mengerikan itu. 

"Wah lihat, ada boneka manis yang tertangkap disini," 

Suara maskulin dan dominan itu terdengar diseluruh penjuru ruangan. Para gadis yang berada disana saling melirik satu sama lain menggunakan isyarat mata, menanyakan siapa yang pria itu maksud.

Pria itu berjalan ke arah samping kiri dekat dinding dengan langkah pelan, membuat suara gesekan antara sepatu dan lantai begitu terdengar jelas di ruangan yang senyap ini. Suara menggema itu terasa sangat menakutkan layaknya musik kematian bagi yang mendengarnya. 

Tubuh Jessy bergetar ketakutan karena pria mengerikan itu ternyata berjalan kearahnya. Ia ingin berlari kencang saat ini, meringkuk dibawah selimut dan berharap semua ini hanyalah bagian dari mimpi buruknya. Akan tetapi, rasa takut mengalahkan segalanya hingga sang gadis merasa jika kakinya menempel pada lantai yang ia pijak saat ini .

"Angkat kepalamu," perintah pria itu seraya menyalakan satu buah rokok dan menghisapnya dengan perlahan.

Jessy tak menuruti perintah pria di hadapannya karena ketakutan. Bahkan, sang gadis semakin menundukkan kepalanya, hingga poni yang ia miliki menutupi wajah cantiknya.

Pria itu menatap kesal pada Jessy karena gadis itu tak menuruti ucapannya. Maka dari itu, ia memegang dagu Renata dengan kasar lalu mengangkat kepalanya yang tengah menunduk agar bertatapan dengannya.

"Kenapa kau mengabaikan perintahku? Apa kau sudah bosan hidup, gadis kecil?"

Mulut Jessy sedikit terbuka. Akan tetapi, tak ada satupun kalimat yang keluar dari bibir mungilnya yang berwarna merah alami itu. Pria itu kembali menghisap rokoknya dan menghembuskan asap rokok  itu pada Renata. Hal ini membuat sang gadis terbatuk dengan tindakan gila yang pria itu lakukan. 

Pria itu makin mencengkeram dagu Jessy seraya memangkas jarak diantara keduanya hingga tersisa satu jengkal saja. Jessy menahan napas saat jarak dirinya dengan pria itu begitu pendek. 

"Kenapa ada berlian ditengah kubangan lumpur?" 

Pertanyaan aneh itu keluar dari mulut pria itu dengan seringai iblis yang tercetak di wajah tampannya yang seperti seorang aktor ternama. Mata coklat tajamnya bertatapan langsung dengan mata hijau milik Jessy yang terlihat ketakutan. Mata doe gadis itu terlihat berkaca kaca dengan bibir yang bergetar.

"T-tuan..."

"Sebut namaku, Terry Walter,"

Jantung Jessy berdetak kencang karena yang menghampiri nya adalah ketua Mafia yang paling ditakuti dan paling kejam seperti kata teman temannya. Lidah gadis itu terasa kelu, sangat sulit untuk bicara seolah pita suaranya tengah rusak.

"Tuan Terry, aku mohon lepaskan aku," cicit Jessy pelan hampir seperti bisikan halus Jika Terry tak mendengarnya dengan baik. 

"Kenapa aku harus melepaskanmu, boneka manis?"

Terry mengelus pipi Jessy yang begitu halus layaknya porselen mahal yang mudah pecah. Sentuhan seringan bulu itu membuat Jessy ketakutan dalam diamnya. Terry tertawa puas melihat gadis yang tengah ia pegang dagunya merasa terintimidasi dan berada dibawah kendalinya. Perasaan senang dan puas menyeruak di hati pemuda itu.

"Karena..." Jessy menggantungkan kalimatnya mencari kata yang pas untuk menjawab pertanyaan dari Terry. Mata Jessy melirik ke arah lain, berusaha menghindar dari tatapan tajam pria itu.

"Karena anda tak memiliki alasan apapun untuk menahan saya dan teman teman saya disini,"

Terry tertawa kencang mendengar jawaban dari Jessy, diikuti oleh beberapa pria yang merupakan anak buahnya. Tawa Terry terdengar mengerikan di telinga Jessy.

"Tak memiliki alasan apapun untuk menahanmu?" Ulang Terry menekankan jawaban Jessy yang terasa menggelikan untuknya. Pria itu berkata dengan nada mengejek yang tak bisa ia sembunyikan.

"Jawabanmu terdengar lucu, boneka kecil. Tapi aku hargai keberanianmu untuk menjawab perkataanku," ejek Terry dengan nada rendah, membuat Jessy merasa malu sekaligus merasa tak nyaman disaat yang bersamaan. 

"Hanya saja, aku tak perlu alasan apapun untuk menahanmu, boneka kecil. Kau mau tahu alasannya?" 

Terry memainkan rambut hitam panjang milik Jessy dengan pelan sambil sesekali menghisap rokoknya. Ia bertanya dengan nada main main agar suasana tak terlihat tegang. Namun, nada suara Terry yang seperti ini justru terdengar lebih menakutkan untuk Jessy dibandingkan dengan saat Terry berbicara dengan nada dingin.

Jessy menganggukkan kepalanya dengan kaku, sedikit penasaran mengapa pria itu berani menangkap para gadis ditempatnya tinggal.

"Karena kau tak memiliki jaminan apapun untuk dibebaskan. Kau tak berharga dan tak akan ada yang mencarimu saat kau hilang. Itulah alasanku menahanmu dan teman temanmu disini, bukankah yang aku katakan itu benar, boneka kecil?" bisik Terry dengan nada rendah. Ia menjauhkan wajahnya dari telinga Jessy untuk melihat respon gadis itu.

Perkataan Terry membuat hati Jessy hancur berkeping-keping layaknya batu yang dihantam oleh palu. Kata kata itu sangat tajam dan mematikan. Wajah Jessy terlihat terluka dengan bibir yang melengkung turun. Melihat sang lawan bicara tak bisa berkutik lagi membuat senyuman tercetak lebar di bibir milik pria itu.

" Jadi, terima takdirmu untuk berada dibawah kendaliku jika kau mau dicintai, boneka kecil,"

"Aku tak akan pernah menuruti keinginanmu, Tuan Terry!" 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ne
namanya yang benar yang mna sih, renata atau Jessy. kok gak nyambung sama sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status