Share

Rencana

Keenam orang itu, kini sudah berkumpul di ruangan Belle, untuk membahas rencana untuk misi mereka selanjutnya.

Dan misi yang akan segera mereka jalankan kali ini, akan lebih sulit dan pastinya lebih beresiko daripada misi mereka sebelumnya.

"Baiklah, misi kita kali ini mungkin sedikit lebih sulit dari misi kita yang biasanya." Belle memulai pembicaraan, "Aku mendapat pesanan dari pasar gelap, yaitu sebuah guci kuno dari Dinasti Tang yang baru di temukan. Dan besok, guci itu akan dikirim ke museum nasional. Dan pengawalan pengiriman itu pasti akan sangat ketat, jadi kita harus lebih berhati-hati."

Mereka mendengarkan penjelasan Belle dengan serius. Karena itu menyangkut kesuksesan misi dan tentunya keselamatan mereka semua.

"Pasar gelap akan memberi harga yang sangat tinggi untuk guci itu. Dan mereka bersedia memfasilitasi kita dengan mobil sport yang sudah di modifikasi, karena kita akan mencegatnya saat pengiriman." Belle membuka sebuah kertas, berisi gambaran strategi yang sudah dirancangnya. Dia menerengkan keseluruhan strategi itu secara rinci.

"Besok kita akan berangkat," kata Belle seraya mengulurkan tangannya kedepan, diikuti yang lainnya.

"Sukses!" teriak mereka secara serentak.

Setelah rapat itu selesai, Belle berpamitan dengan teman-temannya. Dia ingin pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kakaknya, sebelum dia menjalankan misi berbahaya itu, besok.

Mendengar hal itu, Leo langsung menawarkan dirinya untuk mengantar Belle, ke rumah sakit. Dan Belle pun mengiyakan tawaran itu.

"Aku saja yang menyetir." Leo mengambil kunci mobil dari tangan Belle.

Sepanjang perjalanan, tak ada obrolan diantara mereka dan ada hanya keheningan.

Leo tampak fokus pada jalanan di depannya, sambil sesekali melirik Belle. Sedangkan Belle sendiri, masih memikirkan kejadian semalam. Gambaran betapa panasnya adegan ranjang antara dirinya dan Bryan semalam, benar-benar masih terekam jelas dalam otaknya.

"Aku tidak menyangka, pengalaman pertamaku justru bersama orang asing," batin Belle, "Walaupun Bryan itu perfect dan sesuai dengan tipe pria idamanku, tapi tetap saja aku hanya tau namanya."

Belle berfikir, apa mereka masih punya kesempatan untuk bertemu lagi atau hanya sebatas one night stand saja.

*

Sementara itu, Bryan kini sudah berada di markasnya. Dia mendapatkan info bahwa kelompok yang tengah menjadi targetnya, kemungkinan besar akan beraksi besok demi mendapatkan guci Dinasti Tang.

"Aku akan berusaha sebisaku, karena kudengar mereka sangat sulit di tangkap." Bryan menatap sang Kapten dengan serius.

Sang kapten tersenyum sambil menepuk bahu Bryan, "Setidaknya dapatkan informasi tentang identitas mereka. Meskipun sedikit, itu akan sangat berguna,"

"Baiklah, kalau tidak ada yang lain saya permisi dulu, Kapten." Bryan memberi hormat pada sang Kapten, sebelum dia meninggalkan markasnya.

Dia akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk adiknya yang baru beberapa hari lalu melahirkan.

Ya, adiknya menikah di usia muda karena dia hamil. Jadi untuk menutupinya, kedua belah pihak keluarga sepakat untuk menikahkan mereka berdua, meskipun harus melangkahi Bryan yang belum menikah.

Sesampainya di rumah sakit, Bryan berjalan menuju kamar rawat adiknya.

Namun langkahnya terhenti tatkala matanya menangkap sosok yang tidak asing untuknya, "Bukankah itu Belle, si Kucing Kecil?"

Bryan mendekat dan mencoba mencuri dengar percakapan Belle dan seorang pria, yang tidak dia ketahui siapa.

"Apa yang dokter katakan?" tanya Leo pada Belle.

Mendengar pertanyaan Leo, tampak kesedihan yang mendalam pada raut wajah Belle, "Belum ada perkembangan."

"Sabarlah, kakakmu pasti akan sembuh." Leo menenangkan Belle dan menyanderkan kepala Belle di bahunya.

"Jadi kakaknya sakit? Tapi siapa pria itu? Apa itu pacarnya?" Bryan yang mendengar percakapan mereka sedikit merasa iba pada Belle, tapi tak dapat dipungkiri jika dia tidak suka melihat Belle dekat dengan pria lain.

Bryan pun memilih untuk segera menemui adikanya, karena rasanya ini bukan waktu yang tepat untuk menemui Belle.

Sesampainya di depan kamar rawat sang Adik, Bryan terlebih dahulu menghela napas panjang kemudian baru membuka pintu ruangan itu.

"Kapan kau akan menikah Bryan? Kau itu sudah kepala 3, mau sampai kapan kau jadi perjaka tua?" tanya seorang wanita yang tengah duduk di sebelah ranjang pasien.

Inilah yang Bryan tidak suka. Pertanyaan yang selalu saja dia dengar setiap harinya, sungguh membosankan.

"Ma, aku tidak ingin buru-buru," jawab Bryan pada wanita yang ternyata adalah ibunya itu, "Lagipula aku sudah bukan perjaka lagi sekarang," lanjut Bryan dalam hati.

Seraya menggendong sang cucu dia berkata dengan nada menyindir, "Lihatlah Angel, dia bahkan sudah memberikan mama cucu."

"Itu salahnya sendiri. Siapa suruh dia hamil duluan." Namun celetukannya itu, justru membuatnya seketika teringat kembali pada Belle. "Astaga, bagaimana kalau dia juga hamil?" ucap Bryan lirih.

"Apa kau bilang? Siapa yang hamil?" tanya sang ibu.

"Tidak ada. Mama salah dengar, aku pulang dulu."

Tanpa menunggu jawaban, Bryan bergegas keluar dari ruang rawat sang adik.

Sepanjang jalan menuju tempat parkir, pikiran Bryan tetus tertuju pada Belle yang mungkin saja hamil. Mengingat mereka tak menggunakan pengaman, semalam.

"Arghh!" Bryan mengusap kasar wajahnya, "Kalau dia hamil, maka aku harus bertanggung jawab padanya bukan?"

Kepala Bryan terasa pusing, karena sejak tadi sampai saat ini, saat dia sudah mengemudikan mobilnya untuk pulang keruma, pikirannya masih tak bisa lepas dari sosok Belle.

Bryan memukul setir kemudinya dengan kesal, "Sial! Wanita itu memenuhi otakku."

Tak berapa lama, mobil Bryan berbelok ke halaman sebuah rumah dengan pagar besi yang tinggi dan kokoh.

"Selamat datang, Tuan," sapa seorang wanita paruh baya, yang tidak lain adalah asisten rumah tangga di rumah itu.

"Bi tolong buatkan aku makanan ya,, aku agak lapar" katanya sambil mengusap perutnya, "Dan antarkan saja ke kamarku," tambahnya sebelum ia naik ke lantai atas, dimana kamarnya berada.

"Baik, Tuan."

Bryan merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah ke atas ranjang besarnya.

"Lebih baik aku mandi dulu agar pikiranku jernih dan terbebas dari bayangan wanita itu." Bryan mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi.

Namun saat air dari shower mulai membasahi tubuhnya, Bryan justru kembali terbayang dengan adegan ranjang panasnya bersama Belle.

Bryan merutuki dirinya, "Sial! Bagaimana bisa, seorang wanita membuatku hilang kendali."

Tidak salah jika Bryan merasa heran. Pasalnya, selama ini banyak wanita yang berusaha naik ke ranjang Bryan dab melemparkan dirinya secara suka rela.

Tapi Bryan selalu menanggapinya dengan dingin dan acuh. Tapi kenapa Belle bisa membuatnya hampir gila seperti ini? Itulah yang membuatnya bingung.

Setelah beberapa menit berkutat dengan air dan sabun, Bryan pun selesai dengan ritual mandinya.

Dia keluar dari kamar mandi kemudian berganti baju, dan tak lupa untuk menyantap makanan yanh sudah tersedia, sebelum dia tidur.

*

Disisi lain, Belle dan Leo juga sudah pulang ke rumah mereka masing-masing.

"Lelah sekali rasanya. Lebih baik aku tidur saja. Aku tidak mau mengingat-ingat lagi, kejadian semalam." pikir Belle

Belle merebahkan tubuhnya di kasur dan berusaha menutup matanya, hingga akhirnya dia terlelap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status