Masih di hari hari pencarian.
Sekretaris Pete berusaha sekuat tenaga untuk menemukan gadis itu, dia berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai gadis istimewa yang mungkin saja ada di sudut negeri.
Dia tidak ingin salah memilih, memberikan undangan pada gadis yang tidak tepat, yang berakibat akan ada amarah dan gertakan dari tuan muda yang begitu dia jaga.
Di dalam kantornya, Reynold terlihat begitu sibuk dengan pekerjaannya, beberapa kali dia melirik ke arah jam tangan mahal yang melingkar di tangan kirinya.
Siang ini dia ada janji dengan sekretaris Pete, ada tiga gadis yang harus ditemuinya.
Reynold sejatinya adalah sang casanova,
PencarianSetelah Natasya keluar dari kantor tuan muda Reynold, sekretaris Pete sudah bisa menebak apa yang telah terjadi, bagaimana situasi di dalam, sama seperti halnya kemarin, tidak ada yang bisa diperjuangkan. Sekretaris Pete berusaha mempersiapkan gadis kedua. Mungkin saja akan lebih beruntung. Dia adalah Diana, anak seorang pemilik perkebunan di pinggiran kota Jakarta. Penampilannya cukup menarik, itu menurut sekretaris Pete. Kulit putih bersih bak keramik bening yang menyilaukan mata, rambut sebahu yang terurai bergelombang. Wajah oval dengan mata bulat yang berhias bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir merah, cukup seksi dan menggairahkan bagi siapa saja yang melihat. Usianya masih sekitar dua puluh tahun, jiwa muda yang bergairah penuh semangat yang membara, kekuat
Matahari Sore"Bagaimana sekretaris Pete, sudah ada perkembangan?" tanya kakek Hamzah kepada sekretaris Pete yang berdiri di belakangnya."Maaf tuan, saya belum menemukan gadis itu," ucap sekretaris Pete seraya menunduk.Seperti biasa setiap sore, kakek Hamzah berdiri di jendela kaca yang berhadapan langsung dengan taman indah, taman indah peninggalan menantunya yang begitu dia sayangi, mennggu matahari terbenam yang nampak menyejukkan hati. Dia berdiri, dengan tangan di belakang, berusaha menegakkan tubuhnya yang mulai rapuh karena tua. "Berusahalah sekretaris Pete, bantu aku sebisa mungkin," ucap Tuan Hamzah tanpa membalikkan tubuh."Saya akan berusaha sebisa mungkin tuan
Takdir Reynold terlihat sibuk di kantornya, pekerjaan seolah tak ada habisnya, begitu banyak hal yang harus dia kerjakan. Beberapa kali sekretaris Pete membantu Reynold menyiapkan beberapa berkas yang harus dia tanda tangani. Mereka berdua sama sibuknya, tidak ada waktu sedikitpun untuk sekedar menenggak secangkir kopi yang sudah tersaji di meja, masih utuh dan sudah menjadi dingin. "Tuan muda, hari ini ada meeting dengan pak William di Hotel Graha jam 11 siang, lalu saya ingatkan lagi nanti sore ada peringatan meninggalnya nyonya Elle dan tuan Alex," sekretaris Pete mengingatkan beberapa jadwal yang hari ini harus dikerjakan oleh Reynold. "Iya, aku sudah ta
Si cantik"Aldo, jemput saya sekarang," Reynold terlihat berbicara dengan seseorang di telephone, dia adalah Aldo supir pribadinya yang sedang tidak di tempat karena mengantar Monalisa."Baik tuan," jawab Alno singkat.Beberapa menit setelahnya Mobil mewah berwarna biru tua itu telah sampai di depan lobby hotel. Melihat mobilnya sudah siap, Reynold segera melangkahkan kaki menuju ke arah mobil dan bergegas memasukinya. Aldo terlihat mendongakkan kepala, memandang ke kiri dan ke kanan seolah mencari sesuatu."Apa yang kau cari Aldo?" tanya Reynold setelah melihat prilaku aneh Aldo."Sekretaris Pete tuan muda,"
Perbincangan serius "Kakek, aku sudah mengambil bunganya," ucap Reynold ketika memasuki rumah dan bertemu dengan kakeknya. Reynold terlihat meraih tangan kakeknya itu dan menciumnya lembut. "Bisakah aku meminjam seratus lima puluh ribu? Aku naik taxi dan aku tidak memiliki uang cash," lanjut Reynold. "Minta bik Inah untuk membayar tagihan Taximu," perintah kakek Hamzah. "Baiklah kek," ucap Reynold singkat lalu dia berlalu untuk mencari bik Inah. Reynold me
Masih ada rasa"Aldo! Aldo!" teriak Reynold memanggil supir kepercayaannya tersebut."Iya tuan muda," jawab Aldo sambil berlari tergopoh gopoh menghampiri tuan mudanya tersebut."Masuk ke ruangan saya," ucap Reynold sambil berjalan menuju ke arah ruang kerjanya.Di dalam ruang kerja Reynold yang nyaman dengan nuansa putih dan abu abu, Reynold duduk di kursi kerja empuk dengan busa tebal, dia duduk sambil memainkan kursi yang bisa berputar dan bergerak lincah, dia menggerakkan kursinya ke kiri dan kekanan, dia terlihat melihat ke arah Aldo yang sudah berdiri di hadapannya."Aldo, di mana kau antar Monalisa pulang?" tanya Reynold."Maaf tuan muda, no
Salah mengenali"Bibi Rose, hari ini aku tidak bisa bekerja sampai sore, aku akan ke rumah paman Pete untuk menjenguknya," ucap Devanka pada bibi Rose. "Baiklah Devanka, kau harus mengurusnya, dia sendirian," ucap bibi Rose yang sudah sangat mengenal sekretaris Pete. Sejarahnya, dulu sekretaris Pete pernah menjalin hubungan dekat dengan keponakan bibi Rose, mereka hampir menikah, namun Tuhan berkata lain, calon istri sekretaris Pete yang bernama Vivi mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia. Sekretaris Pete sangat terpukul dengan kejadian itu dan itu juga yang membuatnya enggan untuk jatuh cinta lagi atau bahkan untuk menikah, padahal usianya tidak muda lagi. "Bawakan ini untuk sekretaris Pete, dia
SahabatJam menunjukkan pukul 14.30.Devanka berjalan santai menuju ke arah rumahnya. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kios bunga bibi Rose dan juga kediaman sekretaris Pete. Di depan rumah Devanka sudah ada pak Lumawi, ayah Devanka. Terlihat berdiri menunggu anak kesayangannya pulang. Dari kejauhan pak Lumawi melambaikan tangan ketika melihat anaknya datang, dia menyambut kedatangan anak gadisnya dengan gembira."Ayah, kenapa di luar? Ayah bisa menunggu Devanka di dalam rumah saja," ucap Devanka seraya meraih tangan ayahnya, menciumnya lembut lalu menjatuhkan pelukan hangat."Tidak apa ap