Keina hanya bisa mengerjapkan matanya tidak percaya akan pemandangan yang berada di hadapannya. Shiren Athalia, wanita pertama yang sangat dicintai oleh Alden berada dalam jarak pandangnya saat ini. Setelah satu tahun menghilang dari kehidupan mereka, bagaimana bisa Shiren kembali?
"Shiren..." Keina bergumam kecil. Nafasnya terasa sangat sesak saat ini. Dalam kehidupan pernikahan mereka yang memang hambar tidak pernah terbayangkan bahwa Shiren akan kembali."Alden, siapa dia?"Seperti dirinya, Shiren terlihat mengerjapkan matanya dengan bingung. Namun berbeda dengan mereka, Alden terlihat menganggap pertemuan mengejutkan ini dengan santai."Dia istriku. Keina Nayara,""Apa? Istrimu?"Secara otomatis tubuh Shiren yang sedari tadi merapat menjauhkan dirinya dari genggaman Alden. Ia menatap tidak enak ke arah Keina dengan tatapan bingung."Maaf aku, kami..." Shiren terlihat tergagap, raut wajahnya menunjukkan kepanikan yang sangat.Seharusnya Keina mengamuk saat ini, seharusnya Keina mengumpati mereka berdua karena telah melakukan hal yang begitu menjijikkan di depan matanya, namun lidah Keina terasa kelu. Ia sama sekali tidak bisa melakukan apapun mengingat pernikahan dirinya dan juga Alden bukanlah pernikahan yang normal pada umumnya."Tidak perlu dijelaskan, Shiren. Dia memang istriku, tapi itu bukanlah apa-apa,""Apa maksudmu bukan apa-apa? Aku sama sekali tidak tahu dia istrimu. Sebaiknya aku pergi dari sini, Alden."Alih-alih menjelaskan situasinya kepada istrinya, Alden malah mengejar Shiren yang hendak berlalu dari hadapan mereka. Keina hanya bisa terperangah, ia menggigit bibirnya menelan kekecewaan karena dianggap patung oleh Alden."Kenapa kau yang harus pergi dari sini?"Shiren terlihat menghentikan langkahnya, ia menatap bingung ke arah Alden."Bukan kamu yang harus pergi dari sini, Shiren." Alden menatap ke arah Keina dengan tatapan jijiknya membuat sekujur tubuh Keina terasa semakin membeku."Dia juga tahu bahwa aku tidak pernah mencintainya dan hanya mencintai kamu, Shiren. Kau tidak perlu pergi dari sini karena dia bukan apa-apa."Bukan apa-apa.Keina tersenyum dengan getir. Kata-kata itu seolah makin merobek relung hatinya. Keina menghela nafasnya lalu mengangkat wajah, mencoba menahan bendungan tangis yang mulai mengembang di sudut matanya."Alden benar. Aku yang harus pergi dari sini."Plaak!Apa yang terjadi di depannya sungguh di luar dugaan. Shiren tiba-tiba mendaratkan sebuah tamparan ke pipi Alden."Kau benar-benar keterlaluan, Alden."Setelah berkata seperti itu, Shiren mengambil tas tangannya, ia menatap ke arah Keina lalu berkata, "Aku sungguh tidak tahu dia sudah beristri. Aku permisi."Melihat Shiren yang berlalu, Alden segera mengejar wanita itu. Keina hanya bisa terduduk dengan lemah dengan air mata yang kembali mengalir. Bahkan Alden sibuk mengejar dan membujuk Shiren, bukan dirinya.****"Minum ini."Keina hanya bisa tertegun melihat obat pencegah kehamilan yang dilemparkan oleh Alden malam ini. Wajah Alden memerah karena efek alkohol. Keina mendesah, hari ini seberapa banyak pria itu menenggak minuman haram itu?"Aku tidak mau melakukannya kali ini." tolak Keina. Ia sudah tahu apa yang hendak dilakukan Alden, apa lagi jika bukan meminta haknya.Mata Alden seketika berubah geram mendengar ucapan Keina, "Tidak mau?"Ia mendekat ke arah wanita itu lalu mencengkram bahunya dengan kuat, "Kau pikir kenapa aku sampai melakukan hal ini, hah? Shiren marah padaku karena ulahmu. Bukankah kau yang harus bertanggung jawab tentang hal ini?"Keina meringis mendapati sikap Alden yang menjadi kasar. Meski begitu Keina tidak akan diam saja, ia balas menatap nyalang ke arah Alden, amarahnya sendiri sudah di ambang batas, "Aku bukan boneka, Alden Nathaniel,"Karena efek alkohol yang tengah diminumnya, Alden menjadi gelap mata. Matanya melebar mendengar teriakan Keina. Alden melempar obat ke sudut ruangan lalu menatap Keina nyalang, "Persetan dengan obat ini. Kau sudah menghancurkan hidupku, Keina!"BruughAlden melempar tubuh Kania dengan kasar ke arah kasur."Apa yang kau lakukan?""Kau bilang apa, hah? Boneka? Kau sendiri yang telah masuk ke dalam kehidupanku dan ingin menjadi boneka. Kau yang merusak seluruh rencanaku!"Sraaak!Alden merobek pakaian Keina, Keina terbelalak saat Alden menindihnya dengan sangat kasar. Keina mulai merasa takut melihat tingkah Alden, ia memukul dada Alden dengan kuat, "Alden hentikan!"Meski Keina sudah menangis dan memberontak sekuat tenaga, Alden tidak mendengarkannya. Ia terus merobek pakaian yang Keina kenakan hingga hampir separuhnya."Bukankah kau yang selalu menginginkan sentuhanku? Jujur saja.""Tidak, hentikan."JlebbTanpa aba-aba Alden memasukkan miliknya secara kasar terhadap Keina. Tubuh Keina serasa remuk tiap kali Alden menghunjam miliknya beberapa kali. Alden bahkan tidak perduli dengan tangisan Keina yang memohon padanya untuk berhenti. Ia hanya terus mendesah mencari kepuasannya sendirian. Sakit. Sangat sakit. Inti tubuh Keina terasa terbelah dua di bawah sana tiap kali Sean melakukan penyatuan."Kau menyukainya, iya kan? Kau menyukai sentuhanku, seperti wanita jalang di luar sana."Keina hanya bisa menangis mendengar hinaan yang diungkapkan oleh Alden. Seluruh tubuhnya sakit dan yang lebih membuatnya sakit adalah hatinya. Perkataan Alden seolah merobek seluruh batinnya hingga ke dalam.Setelah melampiaskan seluruh nafsu dan amarahnya, Alden terkulai lemas di samping. Keina bangkit dengan air mata yang masih mengalir, ia memunguti pakaiannya yang berserakan lalu pergi ke kamar mandi.Keina membuka keran air membasuh tubuhnya sambil menangis. Pernikahan macam apa ini? Apa ia masih bisa terus bertahan dengan pernikahan ini? Keina terisak dengan pedih, meski ia mencintai Alden, ini sudah di luar batas kemampuannya.Setelah berpakaian dengan lengkap, Keina membuka kopernya lalu memasukkan beberapa pakaian ke dalamnya. Setelah membereskan beberapa helai pakaian, Keina bangkit lalu menarik koper itu. Ia menatap ke arah Alden yang masih tertidur dengan pulas. Ia sudah tidak sanggup lagi, hatinya terlalu sakit saat ini.Keina memanggil supir pribadi mereka, dengan hati yang teramat pedih ia berkata, "Antar saya ke rumah orang tua saya."****Alden mengerjapkan matanya, ia memijat kepalanya yang terasa berputar setelah ia mabuk-mabukkan semalam. Alden bangkit lalu tertegun saat melihat betapa kacaunya kamar ini.Alden meremas rambutnya dengan kasar saat menyadari apa yang sudah terjadi. Astaga... Apa yang sudah ia lakukan? Apa semalam dia menjamah Keina dengan paksa? Ada perasaan sesal yang menelusup hatinya saat mengingat tangis Keina semalam. Pasti sangat sakit, ia yakin Keina pasti merasa sangat kesakitan karena ulahnya.Alden seketika bangkit lalu mencari keberadaan Keina. Sebrengsek apapun dirinya, semalam ia pasti sudah di luar batas. Ia menyakiti fisik Keina begitu parah tanpa sadar.Namun, meski ia sudah mencari ke seluruh sudut rumah, Keina tidak ditemukan di manapun. Langkahnya terhenti saat melihat lemari kamar Keina yang telah kosong.Sial, apa Keina telah pergi?"Bapak mencari Ibu?"Alden mengangkat alisnya saat supir pribadi mereka menghampirinya, "Ya, Bapak tahu dimana Keina?""Semalam Ibu meminta saya untuk mengantarkannya ke rumah.""Rumah?""Ya rumah orang tuanya. Ibu juga berpesan agar Pak Alden menemuinya di sana."Kening Alden seketika berkerut samar, apa Keina begitu marah padanya hingga pergi ke rumah orang tuanya sekarang?Saat ia tiba di kediaman keluarga Keina, Alden disambut oleh wajah Tiana yang menatapnya dengan panik."Alden, sebenarnya ada apa? Kenapa Keina datang membawa koper semalam? Apa kalian bertengkar?"Alden menghela nafasnya panjang mendengar penuturan Tiana, ia tidak menyangka jika Keina akan mengambil langkah seceroboh ini semenjak pernikahan mereka. Jika seperti ini, rusak sudah semua citra menantu terbaik yang selama ini sudah ia bangun.Alden mengusap tangan Tiana dengan lembut, "Tidak apa-apa Ma, biar Alden yang membujuk Keina untuk pulang."Alden bergerak maju ke dalam rumah Tiana. Alden mendengus saat melihat Keina sudah duduk di sana seolah menunggu kedatangannya."Ayo kita pulang, Sayang. Aku minta maaf, kita bicarakan ini di rumah."Alden segera menarik tangan Keina, namun ia terhenyak saat Keina menepis tangannya dengan kasar. Sesuatu yang tidak pernah Keina lakukan selama mereka bersama. Tunggu, bukankah ini juga pertama kalinya Keina kabur meninggalkan rumah yang mereka tin
Saat Keina tidak sadarkan diri di hadapannya, Alden teramat shock. Ia tertegun menatap wajah pucat Keina yang terbaring di ranjang rumah sakit. Ada perasaan bersalah yang menelusup hatinya saat melihat Keina seperti ini. Kenapa Keina sampai pingsan? Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah dia sendiri yang menginginkan perceraian mereka, tapi kenapa Keina Nayara malah membuatnya cemas tepat sebelum perceraian mereka terjadi?"Bisa saya bicara sebentar dengan keluarga?"Alden yang tengah menatap ke arah Keina seketika mengalihkan pandangannya ke arah dokter yang sudah memeriksa Keina."Saya ayahnya, bagaimana keadaan anak saya, Dok?""Apa tidak ada suaminya? Saya harus bicara dengan suaminya."Semua orang di sana terlihat menatap ke arah Alden. Alden mengerjapkan matanya dengan bingung. Suami? Kenapa dokter Keina tiba-tiba membahas mengenai suami?"Ah, maaf dokter, tapi kenapa Anda menanyakan perihal suami anak saya?" Tanya Handika, raut wajahnya menunjukkan rasa penasaran yang teramat se
Meski Keina sudah bersikeras bahkan hampir memohon untuk ikut dengan orang tuanya saja, semua orang menentang keinginannya dengan keras. Tepat setelah ia dipulangkan dari rumah sakit, Keina tetap diserahkan kepada Alden dan memintanya kembali ke rumah tinggal mereka."Ingat Alden, jangan pernah menyakiti Keina dan jaga dia baik-baik. Keina sedang mengandung penerus perusahaan kita. Ingat, Papa akan selalu mengawasi kalian berdua,"Keina menghela nafasnya panjang mendengar banyak wejangan yang diperuntukkan oleh Alden dan juga dirinya dari orang tua mereka. Bahkan saat Keina hendak bangkit dan berjalan sendirian saat turun dari mobil setelah diantar oleh mertuanya, Reyman dan juga Audrey malah berteriak mengagetkan dirinya dan juga Alden."Apa yang kamu lakukan, Alden? Cepat papah istrimu ke dalam!"Keina terlihat melebarkan matanya saat Alden menarik tubuhnya lalu melingkarkan tangannya ke arah pinggang Keina sementara tangannya yang lain memeluk pundak Alden."Aku bisa jalan sendir
Pembohong.Keina tahu ia sudah menjadi pembohong ulung yang berbakat saat ini. Ia baik-baik saja saat ini dan menerima hubungan Sean dan Shiren itu semua bohong. Mana mungkin ia baik-baik saja saat melihat kontak Shiren Athalia di layar ponsel Alden? Saat ini ia merasa sesak, sangat sesak hingga Keina memilih menghindar.Bukannya ia tidak merasakan sakit lagi, bukannya ia sudah tidak memiliki perasaan apapun di hatinya, namun untuk mengulangi kembali perasaan cintanya yang selalu tidak berbalas, Keina tidak bernyali. Lebih baik seperti ini, lebih baik ia merasa sakit hingga semakin membenci pria di hadapannya dan membuat perasaannya hilang seluruhnya."Ya Shiren?"Keina memejamkan matanya saat mendengar suara Alden yang menyambut panggilan Shiren. Ini hanya sementara, rasa sakit ini hanya akan dirasakan sementara olehnya dan akhirnya Keina pasti tidak akan memperdulikannya lagi. Keina tersenyum miris lalu beranjak berjalan menuju kamar. Ia tidak akan mendengarkan keseluruhan percakapa
"Arghh!!!"Beberapa barang berserakan di bawah lantai di hadapan Shiren Athalia. Shiren menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan kasar, setelah melampiaskan amarahnya, ia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Sial, menyebalkan sekali! Padahal ia sudah merencanakannya sejauh ini, tapi lihat apa yang terjadi? Keina hamil katanya? Cih! Seorang pria tetap saja pria, padahal Alden bilang bahwa hanya dirinya yang ia cintai, tapi dia malah menyentuh perempuan sialan itu!Kata siapa ia merelakan Aldennya menikah dengan orang lain? Tidak, Shiren tidak pernah merelakannya. Ia menghilang dari hadapan Alden karena desakan orang tuanya yang memberikannya banyak uang, namun setelah uang itu habis, Shiren merasa hampa. Ia menginginkan Alden kembali, ia butuh sesuatu yang lebih dan ia pikir ia harus merebut Alden kembali dan menjadikan pria konglomerat itu menjadi miliknya lagi.Padahal Shiren sudah sejauh ini, padahal satu langkah lagi selesai Shiren bisa menjadi Nyonya Syarakar di kediaman mewa
Alden membuka jas bajunya lalu menekan leher Keina yang tengah muntah dengan hebat. Perasaannya menjadi semakin cemas saat melihat wajah Keina yang semakin pucat pasi."Kenapa kau masih ada di sini? Kau tidak pergi ke kantor?"Alden mendesah melihat Keina yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang dirinya yang belum pergi ke kantor."Bagaimana bisa aku pergi jika melihatmu kacau seperti ini? Aku tidak akan pergi."Baru saja ia membalas perkataan gadis itu, Keina kembali muntah. Dengan cekatan Alden kembali membantu wanita itu. Alih-alih merasa jijik, Alden merasa sangat iba melihat kondisi Keina yang seperti mabuk parah.Apa ini yang dinamakan morning sickness? Alden baru melihatnya secara langsung seperti ini. Melihat Keina yang kepayahan karena rasa mual yang dideritanya membuat Alden merasa sangat tidak tega."Ayo ku bantu,"Keina terlihat menolak bantuannya secara halus, "Aku bisa berjalan sendiri, tidak apa-apa."Alden hanya terdiam melihat kekeraskepalaan Keina. Dengan langkah
Akhirnya ia pergi sendirian untuk memeriksakan kandungannya. Keina menghela nafasnya saat mendapati tatapan para ibu hamil yang mengantri bersamanya ditemani suami mereka. Ia menggigit bibirnya melihat suami mereka memperhatikan istrinya dengan baik. Keina memejamkan matanya mengusir pemikiran buruk itu. Jangan iri, Keina Nayara, jangan iri pada mereka yang pernikahannya baik-baik saja dan normal seperti pada umumnya.Keina memilih mengambil salah satu majalah di tempat ruang tunggu. Sebaiknya ia berpura-pura membaca majalah saja daripada memikirkan hal yang tidak perlu."Bu Keina Nayara?"Keina seketika bangkit saat mendengar namanya dipanggil oleh perawat, "Iya? Saya Keina.""Mari Bu, ikut saya."Keina mengangguk lalu mengikuti langkah perawat yang membawanya ke arah ruang dokter."Silahkan masuk Bu,"Keina tersenyum dengan ramah lalu membuka pintu. Sepertinya dokter yang akan ia temui berbeda dari dokter yang kemarin."Selamat pagi Dokter, saya Keina Nayara.""Astaga, ternyata ini
Saat Keina masih di perjalanan, ponselnya seketika berdering. Keina mengambil ponselnya yang berada di tas tangannya, dengan cepat ia mengangkat panggilan itu saat mengetahui panggilan itu berasal dari Audrey, ibu mertuanya."Ya Ma?""Kamu dimana, Sayang?""Ah aku... Aku di rumah," kilah Keina enggan menjelaskan lebih lanjut. Ia tidak mau jika Audrey mengetahui bahwa ia pergi sendiri untuk memeriksakan kandungannya."Kamu yakin di rumah? Mama ada di rumah kalian dan kata asisten rumah tangga kalian kamu pergi ke dokter hari ini."Keina seketika tersentak, ia memijat kepalanya mendengar penuturan Audrey. Sial, kenapa Audrey harus datang sekarang di saat ia tidak ada di rumah?"Nanti Keina jelaskan Ma, sebentar lagi Keina sampai."Ia segera turun dari mobil yang dinaikinya setelah sampai lalu bergegas masuk ke dalam.Bi Ningsih, asisten rumah tangganya terlihat bergegas menghampirinya lalu membawakan barang bawaan yang ia bawa."Sejak kapan Mama datang?""Baru saja Non, maaf Non Ibu tad