Papa : Dek, kata Dio kamu sakit. Udah enakan?Sudah hampir satu bulan sejak ibunya bertanya kepergiannya ke Makassar, sang ayah tidak bertukar kabar dengan Tara.Tara Givanka : Udah, Pa.Papa : Jaga kesehatan, Dek, ibu kan kerja.Tara Givanka : Iya, Pa.Papa : Papa tunggu libur semester nanti.Tara berdecak malas membaca pesan terakhir ayahnya, ia memilih tak membalasnya lagi dan memasukan ponselnya ke dalam tas, lalu menghampiri Eva dan Dio yang sudah menunggunya di meja makan.“Perutnya udah enakan, Dek?” tanya Eva yang menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.“Udah, kok.” Tara duduk di sebelah Dio yang tak mengangkat wajahnya dari piring.“Kira-kira pulang pukul berapa?”“Nggak tahu.” Tara meneguk susu putihnya sedikit, lalu menatap ibunya dengan tanya. “Kenapa?”“Oke, langsung pulang, ya.” Eva menjeda, beralih menatap Dio. “Dio juga libur dulu lesnya.”Dio menoleh. “Kenapa?”“Nanti malam om Arsen mau ngajak dinner sama keluarganya.”Sepasang kakak-beradik itu saling tatap, seolah menga
Raka berjalan melewati kelas XI IPS 1 dengan sedikit melirik ke dalamnya. Harusnya setelah mata pelajaran penjaskes selesai ia menyusul teman-temannya ke kantin karena bel istirahat akan berbunyi lima belas menit lagi, tapi Raka memilih mampir ke kelasnya lebih dulu untuk mengganti sepatunya. Di barisan kedua dekat jendela, Raka dapat melihat Karina sibuk dengan bukunya sendirian di tempatnya.“Woy!” Nando menepuk bahunya dari belakang. “Lihatin siapa, sih, lo? Pacar atau mantan?”“Sialan lo,” Raka menepis tangan Nando yang menggelayut di bahunya. “Kepo banget jadi orang.”Nando tertawa. “Ya elah, sensitif amat lo kayak cewek PMS.”“Sensitif?! Raka hamil?” tanya Tian dari belakang.“Itu positif, tulil.” Jaffar memukul punggung Tian dengan botol kosong di tangannya.“Kok lo ngurat, sih, Jap?!” seru Tian tak terima.“Makanya otak jangan taro di rumah!” seru Nando.“Gue kantongin!” sahut Tian sewot. “Emangnya elo, otak ditaro di roomchat gebetan,” cibirnya.“Kayak yang tahu aja gebetan g
TV menyala menayangkan acara kartun kesukaan Arlan tiap sore meskipun sang empunya sibuk menyusun lego ultraman ditemani Raka yang asyik memainkan ponselnya. Sesekali ia memerhatikan kedua perempuan berbeda generas yang mengisi dapur sejak sore tadi, setealh banyaknya obrolan yang mengalir panjang, sekarang mereka tengah mengobrol mengenai fashion remaja masa kini, sementara tangan keduanya sibuk mencetak adonan kue. “Mami juga masih pengin pakai fashion remaja saat ini, lucu-lucu gitu. Modelnya simpel tapi nggak norak. Jadi ingat masa muda dulu,” celoteh Kiera. Sebelum Tara menimpali, Raka sudah lebih dulu menyeletuk, “Bagus deh, Mi, ingat masa muda. Jadi sadar kan sekarang udah tua.” Sebuah lemparan gunting kecil mengenai Raka, membuat sang empunya mengerjap kaget. “Astagfirullah, kalau kena muka Raka ini bahaya loh, Mi. Bisa dilaporin ke kak Seto ini.” “Gak usah nyahut. Ini urusan cewek!" balas Kiera. Tara yang melihat perdebatan mereka hanya tertawa. Berada di sini memang se
Pukul sembilan pagi tadi akad sudah dilaksanakan dengan lancar. Keluarga dari pihak Arsen masih bercengkrama di gazebo halaman belakang rumah sembari menunggu makan siang siap. Karena dari Eva sendiri hanya mengundang teman dekat dan keluarga inti yang sudah pulang sejak tadi.Tara menguap beberapa kali dan melirik jam di ponselnya. Kapan mereka balik?Berbanding terbalik dengan Kaila yang sangat bersemangat sejak kemarin, bahkan saat fitting kebaya saja Kaila memaksa ingin ikut memilih. Meskipun tidak mengerti, Kaila tetap menyimak obrolan para orang tua.“Bu, aku ke sana dulu ya, mau ikut siapin makan siang,” ucap Tara.“Nggak usah, biar bi Eti aja,” ujar Kaila.Eva yang melihat wajah lesu Tara pun mengangguk, “Nggak pa-pa. Jangan lama-lama. Gak enak sama keluarga besar.”Sebenarnya itu hanya alibi agar ia bisa keluar dari obrolan membosankan itu. Sejak tadi obrolan hanya seputar bisnis keluarga. Tara menghampiri bi Eti yang sibuk memindahkan mangkuk besar berisikan sayur yang masi
Bel pulang telah berbunyi seantero sekolah setengah jam yang lalu. Tara duduk di bangku di sisi lapangan menemani Karina yang hari ini ada jadwal ekskul taekwondo. Perempuan itu bergabung dengan teman-temannya yang lain di tengah lapangan untuk pemanasan, sementara Tara sibuk dengan ponselnya mendownload film untuk menemaninya dua hari ke depan selama weekend.Seperti biasa, Dio selalu ada jadwal bimbingan tiap sore membuat Tara mau tak mau harus menyesuaikan jadwal adiknya yang pulang lebih sore. Dulu, ia akan dengan senang hati pulang lebih dulu dan mengurung diri di kamar, namun, saat ini Tara belum terbiasa berada di ruang yang sama dengan Kaila. Hanya berdua.Dio : Balik duluan gak? Tara Givanka : Gak.Dio : Oke.Tara Givanka : Sip.“Besok jalan, yuk, Tar,” ajak Karina yang mengambil botol minum di sebelah tasnya di dekat Tara.Tara tak menanggapi.“Ayolah, gak tiap minggu kita jalan, ‘kan?”“Pergi ke Gramedia, berjam-jam di sana keliling nyari buku yang udah pasti gak bak
Setelah Sabtu malam dihabiskan dengan berjam-jam di gramedia, dilanjut window shopping, dan mangkir di Richeese sampai pukul sembilan, minggunya Tara habiskan dengan menonton film di laptop seharian penuh. Ia hanya keluar kamar saat makan dan mengambil camilan di dapur. Berusaha minim kontak dengan siapapun untuk menjaga mood-nya sampai besok.Dan akhirnya kembali lagi ke rutinitas semula, siap-siap untuk senin pagi. Ia menyisir rambutnya asal, meraih tasnya lalu segera keluar kamar dan ikut sarapan lantai bawah. Bertepatan dengan Dio yang baru keluar dari kamarnya. Mereka sempat bersitatap sebelum Tara membuang pandang lebih dulu.“Jadi, pacar Kak Raka yang baru itu saudara tiri lo?” ujar Dio tanpa tedeng aling.“For you information, dia juga saudara tiri lo.”Tak mengindahkan tatapan datar kakaknya, Dio menuruni tangga lebih dulu. Di meja makan sudah ada Arsen, Eva dan Kaila yang menunggu.“Pagi, Dio,” sapa Kaila menunjukkan giginya. Yang dibalas dengan senyum tipis oleh empunya.“T
Pagi ini hujan kembali mengguyur kota Bogor seperti beberapa hari terakhir. Sialnya, hari ini Tara lupa membawa payung, membuat tasnya dijadikan pelindung di atas kepala. Ia menepuk-nepuk seragamnya yang sedikit basah ketika sampai di Koridor IPS.Sebuah hoodie mendarat di punggungnya. “Daleman lo keliatan,” kata si pemilik hoodie.Tara menajamkan tatapannya. Ia tahu pemilik suara ini, khas guyonan. “Apa?” tanyanya menyadari tatapan Tara yang tidak enak. “Gue cuma gak mau orang lain yang lihat hal di balik seragam lo itu langsung horny.”“Mereka nggak serendah itu cuma karena lihat punggung gue. Kecuali lo, Septian!” balas Tara seraya memakaikan hoodie tadi. Beruntungnya koridor sudah sepi, mungkin karena hujan, mereka lebih memilih tinggal di kelas daripada berada koridor yang dingin.“Parah sih, masa gue,” katanya sembari tawanya.“Woi, Septi! Gue cariin tahunya malah di sini,” ujar Nando dan yang lainnya dari arah tangga.Jaffar mengelus dagunya seraya memerhatikan Tara. “K
Tara dan Kaila baru saja tiba di ruang keluarga, sudah ada kedua orangtua mereka dan Dio yang anteng duduk di sofa. Sebenarnya tadi Kaila datang ke kamar Tara dan membujuk saudaranya itu untuk ikut bergabung menonton TV.Ia sempat bertanya-tanya, hampir dua bulan tinggal di sini, intensitas mereka berkumpul selayaknya keluarga pada umumnya dapat dihitung jari. Eva maupun Arsen tidak pernah memaksa untuk ikut bersantai, kecuali jika ia memang sedang dalam mood baik saat ditawari oleh Kaila. Apalagi Dio, lelaki itu lebih memilih mengunci diri di dalam kamar.“Habis belajar, Tar?” tanya Arsen.Tara mengangguk singkat. “Iya, Pa.”“Nanti ajarin Kaila juga, ya? Sebentar lagi ‘kan kalian ujian menjelang libur akhir tahun.”Tara mengangguk lagi. Ia melirik Kaila yang ikut melihat acara TV di sebelah Dio.“Udah dikasih tahu kapan ujiannya?" tanya Eva.“Dua minggu lagi, Bu,” jawab Kaila.“Kalau nilai rapornya udah keluar nanti kita langsung liburan.”“Mau liburan ke mana, Pa?” Mendadak mata Kai