“Sayang, jani jangan bekerja berlebihan, hmm?” ujar Arion menatap istrinya itu dengan lekat.Emily mengedipkan matanya dan tersenyum lebar, “Iya sayang! Aku janji tidak akan kerja berlebihan. Lagi pula kamu tidak memiliki sekretaris ‘kan? Siapa yang akan mengatur jadwalmu?”Arion mencubit gemas hidung istrinya itu, “Aku bisa memakai sekretaris baru sayang. Ayo, masuk.” Emily yang berdiri di depan pintu mobil sontak menoleh ke arah suaminya.“Oh… jadi mau ganti sekretaris baru?” gumamnya menatap tajam sang suami.Deg!Arion panik melihat ekspresi istrinya, “Sa… sayang. Bukan itu maksud aku.”“Jadi mau gantikan aku? Atau mau aku bantu carikan?” cecar Emily yang langsung masuk ke dalam mobil.”“Hati-hati sayang.” Seru Arion panik dan ingin memasang seatbelt.“Tidak usah, bisa sendiri!” seru Emily memalingkan wajahnya acuh tapi membiarkan Arion memasangkan seatbelt miliknya.Usai memasang seatbelt, Arion menutup pintu mobil dan mengitari mobil. Masuk ke dalam kursi kemudi. “Sayang? Aku su
Begitu Erik keluar dari ruangan kerja suaminya itu, Emily menatap tajam ke arah Arion dan mengerucutkan bibirnya.Arion tersenyum dan menghampiri Emily yang tengah duduk di sofa. “Ada apa sayang?” Arion duduk di sisi Emily dan merangkulnya mesra.Emily mengerucutkan bibirnya, “Jadi, Erik yang jadi sekretaris kamu yank? Bukan…?”Arion mencubit lembut hidung mancung wanita berkulit putih bersih itu, dan memberikan kecupan di bibir ranum Emily. “Bukan apa, hmm?”Emily tersenyum dan menjulurkan lidahnya sedikit, bertingkah salah tingkah—menggemaskan. “Uhm, aku pikir tadi si Mia yang dari divisi manajemen yang akan jadi sekretaris kamu.”Arion mengerutkan keningnya, “Mia?”“Iya, Mia. Yang tadi tegur kamu di pas di lobi, wanita cantik, seksi dan dewasa.” Terang Emily.Arion menggelengkan kepalanya, “Ahh, yang tadi. Aku tidak mengenalnya, sayang.” Ujar Arion terus terang.Emily mengangguk paham, ia tahu suaminya itu pria seperti apa, sejak awal dia adalah sekretaris Arion. Jadi dia sangat ta
“Erik berikan materi meeting hari ini kepada Reynard dan Felix.” Ujar Arion saat mereka berada di dalam lift.“Baik Tuan muda,” jawab Erik dan memberikan beberapa lembar materi yang sudah ia jilid dalam dua rangkap. Ia berikan masing-masing satu kepada Reynard dan Felix.“Oh iya, ini Erik yang akan menjadi sekretarisku yang mengisi pekerjaan Emily. Kamu sudah pertnah bertemu dengannya ‘kan Fel?”Felix mengangguk, “Iya.”Erik sedikit menunduk sebagai salam perkenalan, “Mohon kerjasamanya, Pak Reynard, Pak Felix.” Sapa Erik dengan formal.Felix dan Reynard balas mengangguk, “Tentu saja, Pak Erik.”Reynard menepuk bahu Erik, “Santai saja dengan kami. Jangan kaku seperti itu.” Ujarnya tersenyum ramah.“Ok cukup perkenalannya, sekarang aku jelaskan dengan singkat tujuan meeting pagi ini.” Sela Arion dengan nada serius.Ketiga bawahannya itu kembali terfokus. Reynard dan Felix menatap serius ke arah Arion karena mereka berdua belum mendapatkan info apapun.“Aku ingin membatalkan project Tri
Erik mulai menyiapkan suara pemungutan suara yang harus ia kerjakan secara mendadak. Semua kertas kosong itu di bagikan kepada para petinggi yang berjumlah 30an kepala.“Silahkan tulis suara anda di kertas kosong ini, serta cantumkan nama anda, karena yang kami hitung bukan beradasarkan jumlah suara melainkan jumlah total saham dari anda sekalian.” Ujar Felix yang berdiri di tengah-tengah.“Tapi bagaimana dengan beberapa petinggi yang tidak hadir saat ini?” tanya seorang pria yang berada di kubu tidak setuju dengan keputusan Arion.Arion tersenyum, “Kami akan menghubungi para pemegang saham tersebut!” sahut Arion dan melihat ke arah Erik untuk menyambungkan sambungan telepon kepada beberapa pemegang saham yang tidak hadir.Erik paham dan mulai menyambungkan panggilan video grup kepada beberapa pemegang saham yang tidak hadir, yang di antaranya adalah Max, Kenan, Ethan dan Finley serta empat orang lainnya.“Aku langsung saja memberikan suaraku!” seru Max yang tidak ingin berbasa-basi.
Austin melangkah masuk ke dalam ruang rapat utama yang terletak di lantai 13 itu. Ruang meeting yang dulu dengan mudahnya ia menghamburkan 500 milyar untuk Steve demi sang kekasih hatinya itu lepas dari mantan suaminya yang berengsek.Tapi semua itu menjadi masa lalu yang sangat berharga bagi mereka, bahkan kehidupan Steve dan Jennifer juga sudah sangat membaik dan stabil di Amsterdam bersama sepasang anak angkat. Di mana ternyata Steve lah yang memiliki masalah pada gangguan sperma, dimana bisa menjadi sperma tidak cukup, tidak sehat atau bahkan tidak bergerak.Namun, karena tidak ingin mengulangi hal yang sama. Steve dan Jennifer membicarakan hal tersebut dengan sangat baik, bahkan Jennifer sendiri tidak keberatan akan hal itu. Bagi mereka saat ini, kebahagiaan merekalah yang utama.Arion berjalan menghampiri sang Daddy, ia sendiri cukup terkejut dengan kehadiran Austin, karena dari pembicaraan mereka sebelumnya, Austin hanya akan melakukan panggilan video untuk memberikan suaranya.
Setelah selesai mengumumkan AE Project Building, Arion keluar bersama sang Daddy. Sedangkan Max, Ethan, Kenan dan Finley bersama Reynard, Felix dan Erik masih terlihat sibuk dalam memberikan sejumlah uang tunai kepada para investor itu. “Dad, aku tidak sangka Daddy akan langsung hadir di pertemuan ini.” Arion membuka percakapan dengan Austin. Austin tersenyum dan menepuk pundak putranya itu, “Itu karena Daddy akan mendukung apapun keputusanmu, dan Daddy akan selalu berdiri di sisimu. Jadi, jangan pernah ragu dalam melangkah jika menurutmu itulah yang terbaik.” Arion mengangguk paham, “Thank you Daddy.” “Hem, lebih baik kita langsung ke ruanganmu, your mom ada di sana bersama istrimu.” Arion menjawab dengan senyuman lebar. Kedua pria tampan berhazel biru yang wajahnya bak pinang di belah dua itu berjalan beriringan. Para staff yang lewat menyapa mereka dengan sopan dan penuh hormat. Mereka berdua memakai lift khusus untuk CEO yang kangsung menuju lantai ruangan Arion. Ting! Pin
“Arion Harold! Apa kau masih mau bicara berputar-putar? Katakan semuanya sebelum aku langsung ke tempatmu dalam waktu sesingkat-singkatnya dan memukul kepalamu!” tukas Brice dengan penuh penekanan, alhasil membuat pria tampan itu menghela nafas—menyerah.“Sorry uncle, keadaan begitu mendesak dan semua terjadi begitu tiba-tiba. Maaf tidak memberi kabar kepada uncle dan aunty tentang pernikahanku.” Arion menjelaskan dengan nada penuh penyesalan.“Hei berengsek! Apa kamu pikir aku permasalahkan hal itu? Aku tidak mau seperti Daddymu yang—” Brice berhenti berbicara,jika mengingat saat itu membuat dirinya sadar dan bersumpah tidak akan menutupi apapun lagi dari pria yang sangat ia hargai itu.Yah, kecuali statusnya yang merupakan seorang Mafia.“Hah lupakan, apa kau masih tidak sadar apa yang aku permasalahkan?”“Tidak uncle.”Terdengar suara umpatan dan helaan nafas Brice di seberang sana, “Di mana si berengsek yang sudah mencari masalah denganmu? Katakan padaku? Akan aku bereskan sampai
Usai berbincang cukup lama dengan Brice, Arion segera menghubungi Pak Norris.Hanya butuh nada dering kedua, Pak Norris menjawab panggilan teleponnya, “Iya Tuan Muda?”“Aku ingin menanyakan di mana mayat Raul?”“Mungkin peti mati beserta mayatnya akan tiba dalam beberapa menit di depan pintu rumah Fabio Manfredo, Tuan Muda.” Jawab Pak Norris terdengan penuh keyakinan.“Hmm baiklah. Aku serahkan sisanya padamu. Dan Tolong kirimkan semua data-data yang berkaitan dengan keluarga Manfredo.”“Baik Tuan Muda, saya akan segera menyiapkannya dan mengirimkannya kepada anda.”“Hmm, baiklah. Terima kasih.”Arion memutuskan panggilan telponnya dan memijit keningnya. “Aku harap secepatnya tidak lagi berurusan baik dengan Raul dan keluarganya sendiri.” Gumamnya bermonolog.Yang ia khawatirkan hanya satu, Emily. Ia harap istrinya itu hidup dengan baik dan mengubur masa kelamnya. Trauma yang membuat sang istri begitu terpukul.Seketika ia tersadar jika terlalu lama meninggalkan Emily di dalam kamar s