Arion, masih berbaring di tempat tidur, menatap Emily, mengagumi cara Emily menggerakkan pinggulnya, dan merasakan gelombang hasrat yang mengalir dalam dirinya. "Oh my, sayang," erangnya, melengkungkan punggungnya saat Emily menggenjotnya. "Kamu melakukannya dengan baik sayang, ini sangat enak!" Arion meraih ke atas, mencengkeram pinggul Emily dengan erat, dan menarik sang istri lebih keras ke atas tubuhnya. Emily terkesiap, rambutnya yang panjang mengalir di atasnya seperti air terjun. Arion meremas payu-dara Emily, menghisapnya dengan kuat. "Oh my, sayang!" Emily mengerang, pinggulnya bergerak lebih cepat. "Jangan berhenti!" Nafas Arion memburu saat berat badan Emily menindihnya. Dia dapat merasakan kehangatan Emily menyelimuti dirinya, cairan kewanitaannya melapisi tubuhnya. Sensasi itu terasa luar biasa. Emily mendesah kuat, tangannya menopang di dada bidang Arion. "Yon," erangnya, "aku..sudah dekat." Pinggulnya bergoyang liar, dan Emily dapat merasakan orgasmenya meningkat,
Keesokan harinya, tepat jam 10 pagi, Arion bersama Emily tiba di bandara, di mana sebuah private jet dengan emblem Bangsawan keluarga Harold tengah menunggu mereka. Begitu tiba, seorang pramugari menyambut mereka dengan ramah, “Selamat pagi, Tuan dan Nyonya. Nama saya Lisa, saya akan melayani Anda selama penerbangan.” Ucapnya dengan sopan sambil membawa satu koper milik Emily yang baru turun dari bagasi. Arion dan Emily tersenyum dan mengangguk, “Pagi Lisa, dan tersimakasih.” “Silakan Tuan, Nyonya.” Lisa menuntun kedua pengantin baru itu dengan hati-hati. Arion dengan sigap membantu sang istri naik di tangga peswat untuk masuk ke dalam. “Silahkan duduk Tuan, Nyonya” Lisa berkata sambil membungkuk hormat menyiapkan tempat yang nyaman untuk Arion dan Emily. “Terima kasih, Lisa. Kamu sangat baik.” Emily berkata sambil tersenyum. “Sama-sama Nyonya.” Jawab Lisa sambil mengatur buah-buahan dan cemilan untuk Arion dan Emily. Kemudian ia berkata, “Jika Tuan dan Nyonya membutuhkan sesuat
Berbeda dengan suasana mencekam di Berlin. Pagi ini Reynard di jemput oleh bawahan Max—Ayah dari Eleanor.Karena kondisinya yang masih belum memungkinkan untuk menyetir sendirian. Kemarin saja saat bercinta dengan Eleanor, luka bekas operasinya sempat mengeluarkan darah. Hal itulah yang membuat dirinya dan Eleanor terlambat turun ke Restaurant.Berselang beberapa menit, akhirnya Reynard tiba di perusahaan yang dimiliki oleh Max, perusahaan yang bergerak dalam bidang IT, “Tuan Reynard silahkan langsung ke ruangan Tuan Max. Beliau sudah menunggu anda.”“Terima kasih Pak Yoga.” Balas Reynard dan turun dari mobil.Dan begitu ia melangkah, ponselnya berdering. “Lea?” gumamnya begitu melihat layar ponselnya.Ia tersenyum dan menjawab panggilan telpon Eleanor, “Halo?”“Iya halo… Bagaimana luka kamu, Rey? Kamu di mana?” tanya Eleanor, khawatir.“Sudah mendingan. Aku di Apartment hanya istirahat, memulihkan tubuh.”“Ohhh…” jawab Eleanor dengan nada pelan. “Mau aku ke tempatmu?”Reynard terseny
Reynard keluar dari ruangan kantor Max, dengan langkah tergesa-gesa, hatinya berdebar-debar. Bahkan ia tidak sempat berpamitan kepada Pak Roni—asistent Max.Pintu lift terbuka di depannya, dan tanpa ragu, ia melangkah masuk. Lift mulai bergerak ke bawah dengan gerakan halus, namun pandangan Reynard terus sibuk memandangi layar ponselnya yang gemetar di genggamannya.Matanya terus memperhatikan layar ponselnya yang terus menunjukkan panggilan tak terjawab kepada Eleanor.Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi Eleanor kembali, tapi wanita cantik itu tidak kunjung menjawab panggilan teleponnya.Ting!Lift akhirnya tiba di lantai dasar. Pintu terbuka dengan lambat, dan Reynard keluar dengan langkah cepat. Ia melewati lobi kantor yang ramai dengan kegaduhan karyawan yang tengah beraktifitas.Pemandangan itu hanyalah latar belakang samar dalam benak Reynard, yang fokusnya terpecah oleh kegelisahan mencari tahu keberadaan Eleanor.Dia merasa bersalah karena menutupi hal ini dari Eleanor
Pesawat pribadi yang mereka tumpangi, membawa Arion dan Emily, akhirnya mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Berlin-Tegel. Arion, pria tampan dengan hazel biru safir dengan senyum penuh kehangatan, merangkul Emily, memandu istrinya dengan hati-hati keluar dari pesawat.Emily tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pramugari yang dengan ramah melayani mereka selama perjalanan. Udara dingin Berlin menyambut mereka begitu mereka melangkah keluar dari pesawat.Arion merapatkan jaket yang di kenakan Emily, dan merangkul erat istrinya itu.Sebuah mobil Rolls-Royce hitam elegan sudah menunggu tepat di landasan pacu. Arion dan Emily, berdua mengenakan pakaian santai, masing-masing dengan kacamata hitam, berjalan dengan elegan menuju mobil tersebut. Sementara itu, Erik, asisten kepercayaan Arion, dengan cermat mendorong troli berisi barang bawaan mereka.Ketika mereka tiba di mobil, Erik dengan sigap membuka pintu, memberi hormat dan mempersilakan Arion dan Emily masuk. Setelah meng
“Kamu yakin ingin pergi?” tanya Reynard mengabaikan pertanyaan Eleanor.“Iya Rey…” jawab Eleanor singkat.Reynard memejamkan matanya, ia menghela napas. Dengan lembut ia menarik tangan Eleanor.Eleanor mengerutkan keningnya, “Mau kemana?” ke apartmenku.Dan di saat mereka tiba di Loby, terlihat Felix sedang mondar mandir. “Haahh… Kalian sudah bertemu?”Reynard mengangguk pelan sebagai jawabn dan melewati Felix begitu saja, pikirannya benar-benar kacau saat ini.“Hey ada apa?” tanya Felix penasaran.“Lebih baik kau pergi temua Kak Cecil.” Sahut Reynard meninggalkan Felix yang kebingungan. Membuat pria itu melongo.Reynard membawa masuk Eleanor ke dalam lift. Wanita cantik itu hanya diam. Dan hal itu membuat Reynard semakin frustasi, Eleanor yang ia kenal tidak pernah berhenti mengomel, sekarang diam tak mengeluarkan sepatah kata pun.Ting!Pintu lift terbuka.Reynard yang tidak melepaskan tangan Eleanor menariknya dengan lembut, berjalan menuju unit apartmentnya.“Kamu tadi dari dalam?
“Aku tidak euhmp….” Reynard melumat bibir Eleanor begitu intens, menahan kepala belakang wanita cantik itu. “Percaya padaku, Lea. Aku serius denganmu…” Ucapnya lirih begitu melepaskan ciumannya. Reynard menyandarkan keningnya di pundak Eleanor. Suara napas mereka terdengar begitu berat akibat ciuman intens yang baru saja terjadi. “Don’t go please…” gumamnya lagi. Eleanor tersenyum mendengar ucapan Reynard, yah… dia hanya ingin mendengarnya langsung kesungguhan hati Reynard. Sebagaimana layaknya seorang wanita. Mereka hanya butuh sebuah pengakuan untuk menjadi pegangan mereka kedepannya. Begitu juga dengan Eleanor, apalagi dia sendiri tahu bagaimana pria yang ia cintai ini sejak dulu mencintai Emily, sahabatnya itu. Tapi seperti itulah cinta, penuh misteri yang kadang tidak membutuhkan logika. Wanita cantik itu memeluk dan mengusap kepala belakang Reynard dengan lembut “Terima kasih, Rey.” Ucapnya pelan. “Dan aku tidak pernah mengatakan kamu pria berengsek, jadi jangan berkata
Pria tampan itu menyisipkan anak rambut Eleanor ke belakang telinganya, Reynard terdiam beberapa saat dan berkata, “Eleanor, maukah kamu menjadi kekasihku?” Eleanor tersipu dan tersenyum lembut, “Tentu saja, Rey.” Reynard menekan kepala belakang Eleanor , membuat wajah mereka tak berjarak. Reynard kembali melumat bibir kekasihnya itu dengan lembut. Di sesapnya bibir bawah Eleanor, dan wanita cantik itu membalasnya dengan melumat bibir atas Reynard. Mereka berciuman dan saling melumat cukup lama. Suara decapan dan desahan kecil terdengar semakin menuntut, Reynar melepaskan lumatannya dan berkata. “Apa ada cara mencegahmu pergi, sayang?” Eleanor menaikkan tangannya dan membersihkan sudut bibir Reynard, “Hmm, sepertinya tidak bisa karena kalau Ayah sudah menyuruhku pergi, artinya aku harus pergi.” “Ok, ini juga akan menjadi ajang pembuktianku ke Uncle dan Ayah bahwa aku serius denganmu.” Ujar Reynard tegas. “Ududuhhh… Yang lagi serius nih…” Eleanor menggoda kekasih itu. “Sayanggg…