Share

Berpaling

Suara berisik membuat Sandra berlari masuk ke dalam kamarnya. Untungnya saat ia masuk ke dalam kamar, Rayhan sudah tertidur.

Keesokan paginya, Sandra menyiapkan sarapan di atas meja. Menata makanan dengan apik agar saat semua anggota keluarga bangun, makanan sudah siap santap. Mbok Sukra juga membantu sejak pagi.

Diam - diam, Arya mengamati Sandra dari kejauhan. Irama jantungnya berdegup kencang.

"Kenapa selalu seperti ini, saat menatap istri sahabatku? Gelora rasa yang tak biasa. Ia seperti permata, kilauannya saja mampu menggetarkan dada. Apa jadinya jika permata seperti dirinya, menjadi bagian dari hidupku?"

"Apa - apaan pikiranku! Pagi ini setelah sarapan, aku harus mengirimkan laporan instalasi menara." Arya bicara sambil menepuk dahinya sendiri.

Arya berjalan mendekati Sandra dan menyapanya.

"Hai selamat pagi! Bagaimana tidurmu semalam?" Arya tersenyum menatap wanita pujaannya.

Sandra tidak menjawab. Ia menatap nanar kearah Arya.

"Ada apa?"

Belum sempat Arya melanjutkan pertanyaannya lagi, Rayhan datang ke meja makan.

"Selamat pagi Arya." Rayhan menyapa sembari tersenyum.

"Pagi bro! Maaf untuk kemarin. Aku meninggalkanmu sendiri dan naik ke perahu bersama istri dan anak anakmu. Aku harap kau tidak marah tentang hal ini."

"Bahas apaan sih? Biasa sajalah. Aku tidak marah kok. Sandra, ku berikan kebebasan dalam hal apapun, termasuk berteman. Dia adalah milikku. Dia tidak akan berpaling kepada lelaki lain. Jadi untuk apa aku marah karena hal sepele seperti itu." Rayhan bicara penuh percaya diri.

Jawaban Rayhan berhasil membuat hati dan pikiran Arya menjadi cemas, gundah gulana. Matanya menunduk, ia mengernyitkan dahi.

Melihat perubahan raut wajah Arya yang drastis, Rayhan menepuk bahu sahabatnya.

"Hai ada apa? Kenapa kau nampak gelisah?"

"Tidak." Arya menggelengkan kepala.

" Papa!" Ana dan Levin berlarian menuju ke arah Rayhan.

Rayhan lantas memeluk dan mencium kedua anaknya. Ia memangku putri kecilnya, bersiap untuk menyuapi Ana seperti biasanya.

Arya yang melihat pemandangan ini menjadi gelisah. Suasana hatinya kacau.

"Aku seharusnya bahagia melihat sahabatku bahagia. Kenapa aku sekarang? Apa aku cemburu?" Arya bicara dalam hati.

Mereka semua sarapan tanpa banyak bicara. Suasana hati Arya sedang tidak baik. Begitu juga Sandra, yang masih mengingat tamparan suaminya tadi malam.

"Permisi! Aku akan ke kamar sebentar. Ada tugas kantor yang harus segera dikirim." Arya beranjak pergi meninggalkan meja makan.

Di dalam kamarnya, Arya duduk dengan perasaan tidak tenang. Ia mengambil laptop, mencoba fokus untuk menyelesaikan pekerjaan.

Sementara di luar kamar, Sandra dan Rayhan sedang menonton TV.

"Kenapa kau diam saja? Kau marah kepadaku karena kejadian semalam?" tanya Rayhan ketus.

Sandra menatap dalam ke arah suaminya.

"Mas apakah kau lupa bahwa orang yang melahirkanmu juga seorang wanita. Tidak seharusnya kau memperlakukan wanita dengan kasar."

"Kasar? Jadi tamparanku semalam tidak berhasil menyadarkan kesalahanmu ya? "

"Apa salahku mas?"

"Hah! Luar biasa Sandra! Kau baru mengenal Arya beberapa hari. Dan sekarang, kau menjadi wanita yang tidak tahu diri." Rayhan kesal.

Sandra menghela nafas menjaga nada suaranya agar tidak meninggi.

"Mas, aku sedang bertanya kepada kamu. Apa salahku? Kenapa kamu malah membawa nama Arya ke dalam pembicaraan kita? Tunggu dulu, kamu marah soal perahu kemarin? Iya?"

"Pertanyaan bodoh macam apa ini? Suami mana yang tidak cemburu melihat istrinya berjalan bersama lelaki lain," sahut Rayhan.

"Pertanyaan bodoh? Bukankah kamu yang bodoh mas? Kamu yang jelas jelas menyuruh aku pergi bersama temanmu!"

"Eh aku menyuruhmu pergi bersama Arya tapi bukan berarti kalian juga harus naik perahu bersama," ujar Rayhan sembari menuding ke wajah istrinya.

"Sudahlah Mas! Percuma bicara tentang ini! Lakukan sesukamu."

"Sekarang kamu sudah berani menjawab ucapan suamimu dengan tidak sopan! Ingatlah statusmu sebagai seorang istri!"

"Mas juga sebaiknya ingat tugas sebagai seorang suami adalah menjaga marwah seorang istri."

"Apa kamu bilang? Jadi selama ini kamu anggap aku suami yang otoriter?" Rayhan melotot.

"Sudahlah Mas. Aku lelah. Aku mau ke kamar saja!"

Rayhan menarik tangan istrinya dan meremasnya dengan kencang. Hal ini membuat Sandra menyeringai kesakitan.

"Duduk di sini! Dengarkan aku bicara!"

"Apalagi yang perlu dibicarakan? Mas, tolong sadari. Pernikahan bicara tentang dua pribadi yang berbeda."

"Pernikahan bicara tentang kehidupan kedua anak manusia untuk saling melengkapi."

"Pernikahan adalah rumah bagi anak anak. Apalagi yang musti aku dengarkan dari kamu?"

"Semua kesalahan yang terjadi di dalam pernikahan kita, kamu limpahkan kepadaku dan aku menerimanya tanpa rasa ragu sedikitpun!"

Semua jawaban Sandra membuat amarah Rayhan kembali memuncak. Ia menyuruh kedua anaknya masuk ke dalam kamar.

"BRAK!" Rayhan membanting pintu kamar anak anaknya.

Sandra yang melihat ini, menjadi kecewa.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kemarahanmu kepadaku, ingin kau lampiaskan juga kepada anak anak? Aku yang melahirkan mereka, seorang diri di rumah sakit. Ketika aku melahirkan, kau malah asyik berkunjung ke rumah adikmu! Prioritasmu sejak dulu hanyalah dirimu dan keluarga besarmu! Bukan kami!" teriak Sandra.

Teriakan Sandra terdengar oleh Arya. Ia segera berlari, untuk melihat situasi yang terjadi.

"PLAK!"

"PLAK!"

"PLAK!"

Rayhan memukuli istrinya tanpa henti. Mbok Sukra yang melihatnya mencoba melerai, tapi tak digubris oleh Rayhan.

Rayhan mendorong Mbok Sukra hingga tersungkur ke lantai dan kepalanya membentur ujung meja. Pelipisnya tergores dan mengeluarkan sedikit darah.

Arya yang melihat hal ini, menjadi marah. Jiwa lelakinya yang ingin melindungi wanita pujaan, sudah tak tertahankan lagi.

Arya meraih bahu Rayhan. Membalikkan badannya, dan satu pukulan mendarat di pipi Rayhan.

"Rayhan! Sadar! Apa yang kau lakukan kepada istrimu!" Arya berteriak dengan suara melengking.

Sandra yang sedang marah dan kecewa, lari meninggalkan villa. Ia berlari seraya meratap. Air matanya mengalir deras. Kakinya telanjang tanpa alas kaki, pecahan kaca yang diinjak kini melukainya. Darah menetes meninggalkan jejak di sepanjang jalan.

Sandra menghentikan langkah di dekat jembatan. Ia menangis, hatinya hancur berkeping-keping, terbayang pukulan suaminya.

Seorang kakek pedagang bunga, memperhatikan Sandra yang saat itu sedang melihat kebawah jembatan sambil menangis. Ia juga melihat kaki Sandra yang penuh darah.

Karena merasa kasihan, kakek itu mendekati Sandra.

"Nak, kenapa kamu menangis? Ini kakek bawakan lidah buaya, untuk mengobati kakimu yang berdarah."

Sandra tidak menjawab. Ia masih menangis sesenggukan. Kakek tua dengan telaten mengobati kaki Sandra sembari mencoba menenangkan

"Nak, melihatmu menangis, kakek jadi teringat dengan cucu di rumah. Seberat apapun masalahmu sekarang, Allah pasti membantu. Semua yang terjadi di dalam hidup kita, itu yang terbaik yang Allah rencanakan."

Sandra tak menjawab apapun, air matanya menjadi semakin deras mendengar perkataan kakek tua.

Beberapa meter dari jembatan, terlihat Arya yang berlari dengan gelisah menatap sepanjang jalan mencari wanita pujaan hatinya. Tak lama kemudian, ia melihat Sandra yang duduk di bahu jalan dekat jembatan. Ada kakek tua yang menemaninya sedang mengobati kaki Sandra yang terluka.

"Sandra," teriak Arya.

Arya bergegas menghampiri Sandra. Mereka berdua berpelukan. Tangisan Sandra kini jatuh pada dekapan lelaki lain.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status