Share

Part 11

Hari Senin kali ini berbeda dari biasanya, karena aku ditugaskan oleh kantor untuk mengikuti pameran yang menampilkan hasil UMKM atau hasil karya warga Ibukota Milton. Pameran kali ini dilaksanakan di kota Aare, kota asalku. Sudah menjadi agenda rutin kantor mengikuti pameran-pameran yang diadakan baik diluar kota ataupun dalam kota. Tujuan kantor mengikuti pameran untuk mengenalkan produk-produk UMKM Ibukota Milton dan membantu memasarkannya.

Sudah sedari hari Sabtu aku pulang ke kota Aare. Tim kali ini yang berangkat ke kota Aare, ada 4 orang yaitu aku, Angga, Martin dan Shela. Pameran ini diadakan oleh pemerintah kota Aare dengan mengundang daerah-daerah lain yang akan dilaksanakan selama 1 minggu kedepan.

Sebenarnya dari kantor disediakan akomodasi hotel dan transportasi selama jalannya pameran, berhubung acaranya diadakan dikotaku, aku memilih untuk tinggal dirumahku sendiri dan mencairkan saja uang akomodasiku.

Sedangkan 3 temanku yang lain tinggal di hotel yang berada tidak jauh dari venue pameran. Shela sudah aku ajak untuk ikut menginap dirumahmu saja, tapi dia menolaknya karena tidak enak dengan keluargaku kalau harus menginap sampai 1 minggu.

"Halo Angga, lo dimana?gue udah di stand nih, tapi kok kalian ga ada?"

Sesuai janji yang kami sepakati di grup, aku sudah sampai di venue pukul 7 pagi. Tapi ketiga partnerku belum ada yang datang.

"Bentar Del, ini kita baru dapet taxi online-nya. Tunggu 10 menit kami sampai."

Setelah menutup telepon Angga, aku menatap sekitar. Tak sengaja aku membaca spanduk yang terpasang di tengah panggung hiburan bertuliskan 'Selamat Datang Walikota Jendra Andriansyah pada Pembukaan Pameran UMKM Nasional'.

Sudah lebih dari 3 minggu ini aku dan Jendra tidak bertemu ataupun berkomunikasi, sejak terakhir Jendra meneleponku di malam dia meninggalkanku di restoran. Akupun tidak berusaha menghubunginya, toh hubungan kami tidak sedekat itu untuk intens saling menghubungi satu sama lain. Lagian Jendra pasti sibuk dengan pekerjaannya.

Tak ingin terlalu memikirkan Jendra, aku kembali melanjutkan langkahku menuju stand kantor kami yang terletak cukup dekat dengan panggung hiburan.

10 menit kemudian, teman-temanku datang. Bergegas kami merapikan stand, kurang dari 1 jam lagi acara pembukaan dimulai. Shela tiba-tiba menghampiriku dan berbisik, "gue denger nanti Pak Walikota dateng ya?lo gak ada kabar-kabaran gitu sama dia kalau lo ada disini?"

"Gak, gak ada kabar-kabaran lagi gue sama dia. Udah lo bantuin Martin tuh nata flyer biar nanti orang-orang gampang ngambilnya." Aku berusaha mengalihkan pembicaraan, malas untuk membahas Jendra.

"Iih lo kebiasaan deh, mesti ngalihin pembicaraan," cemberut Shela meninggalkanku menuju ke depan stand untuk menata flyer di meja.

"Dela, ntar lo sama gue ya yang wakilin waktu acara pembukaan." Ujar Angga tiba-tiba.

"Lo sama Shela ajalah, gue mau jaga stand aja deh." Tolakku.

"Duh si Shela ga bakalan betah lama-lama duduk anteng selama acara pembukaan, masak iya gue sendirian disana sih," Angga tetap memaksaku untuk ikut.

"Emang harus ya ikut duduk disana?"

"Iyalah, kan pembukaannya belum ada warga umum masuk. Masak pas pembukaan Walikotanya pidato kagak ada orang, makanya masing-masing perwakilan wajib ikutan pas acara pembukaan." Ujar Angga menggebu.

Dengan terpaksa, aku mengiyakan. Tidak tega juga kalau Angga kesana sendirian, lagian sementara stand dijaga Martin dan Shela juga tidak masalah. Lanjut aku dan Angga menata display hasil UMKM yang kami bawa dari Ibukota.

Tepat pukul 09.00, Angga mengajakku menuju panggung hiburan tempat acara akan dibuka. Aku dan Angga mengambil duduk di deret nomor 3 pojok agar kami nantinya mudah untuk kembali ke stand.

***

Di deretan kursi depan ditempati oleh para petinggi daerah, kemudian dibelakangnya ditempati oleh peserta pameran dari perwakilan daerah. Aku dan Angga menempati kursi deret ketiga dari depan. Posisi yang strategis tidak terlalu mencolok, berharap Jendra tidak menyadari keberadaanku.

Menggelengkan kepala, membuang pikiranku, memangnya aku siapa sampai Jendra akan menyadari keberadaanku. Disampingku, Angga menyenggol lenganku, "kenapa geleng kepala?kepala lo pusing?"

"Gak apa-apa, lama banget acaranya dimulai."

"Sabar tinggal nunggu Walikota datang aja." Tak berapa lama, MC acara mengabarkan acara peresmian akan segera dimulai, meminta seluruh perwakilan daerah yang belum hadir, agar segera menempati duduk di di area panggung. Saat Walikota sudah sampai dan sedang menuju ke panggung.

"Del Dela, gue denger Walikota sini seumuran lo ya?"

"Hmm" jawabku tanpa minat.

"Gila ya umur 28 tahun udah sukses jadi Walikota, gak kayak lo malah jadi kacung pemerintah," ledek Angga.

Aku memutar bola mata malas tidak sakit hati sama sekali dengan ucapan Angga, "Sialan lo, bedalah. Dia dari dulu udah punya privilege. Sedangkan gue, bokap juga pegawai pemerintahan pastilah anaknya nurun jadi pegawai pemerintahan."

"Ya begitulah orang-orang kayak kita, udah bisa jadi pegawai pemerintahan aja orang tua udah bangga. Tos dulu dong kita sesama anak keturunan pegawai pemerintahan."

Saat kami sedang melakukan tos, tanpa sengaja pandanganku bertemu dengan pandangan Jendra. Dia juga sedang menatapku, buru-buru aku menurunkan tanganku yang sedang tos dengan Angga dan segera mengalihkan pandangan. Aku lirik melalui ekor mataku, Jendra sendiri segera menempati tempat duduknya setelah disenggol lengannya pelan oleh Aldo.

Setelah sambutan penyelenggara pameran dari Dinas Pariwisata, MC memanggil Walikota untuk memberikan sambutan dan meresmikan pembukaan pameran. Dengan mantap dan percaya diri, Jendra melangkah menuju panggung. Baru kali ini aku melihat langsung Jendra dalam balutan baju dinasnya, terlihat berwibawa dan aura kepemimpinan yang kental. Beberapa kali bertemu dengannya, baru kali ini aku mengakui aura kepemimpinannya.

Lagi, aku merasakan Jendra menatapku sebelum memulai pidatonya, aku mengalihkan perhatianku sesaat karena Angga mendekat berbisik di telingaku untuk mengajakku bicara.

"Gila, cakep banget Wali kota lo. Gue yang cowok aja mengakui dia cakep banget, jadi insecure gue." Angga berbicara bisik-bisik di telingaku.

"Asal lo tau aja, dia masih jomblo belum married. Lo menang lah dalam urusan jodoh." Balasku yang juga berbisik ditelinganya. Memang benar Angga menang untuk urusan jodoh, karena di usianya 28 tahun dia sudah menikah dan baru saja dikaruniai seorang anak.

Sedari tadi aku merasakan pandangan Jendra sesekali tertuju padaku saat menyampaikan pidatonya. Bukannya aku terlalu percaya diri, tapi beberapa kali aku menangkap basah dirinya saat menatapku. Dan kini pandangan matanya berubah tajam saat aku masih saling berbisik dengan Angga. Merasa tak nyaman, aku mengakhiri sesi saling berbisik dengan Angga dan mencoba kembali fokus dengan pidato Jendra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status