"Saya sudah konfirmasi dengan dosen pembimbing 1 dan dosen pembimbing 2, Pak.”
Ryan mengangguk. Sekarang mereka tengah memperhatikan para pelaku usaha menengah di lapangan. Mereka terjun langsung ke lapangan untuk mengambil data dan wawancara.
“Kamu sudah siap?” tanya Ryan memandang Nadia yang terlihat grogi dan menggigit jari lentiknya, memperhatikan keramaian di depan matanya. Ia hanya khawatir kalau mereka merasa terganggu.
“Mereka tidak akan merasa terganggu. Karena ini juga untuk mereka semua. Kita akan membantu keluh kesah mereka. Jadi, jangan khawatir. Mahasiswa tidak boleh lembek dan juga lemah!"
Nadia mengangguk dan mengambil nafas dalam. Dengan memakai almamater berwarna hija
Bara langsung meraih tangan Nadia dan menariknya untuk berdiri. Nadia tersentak dan merasa tidak enak dengan dosennya."Bara!" lirih Nadia penuh dengan penekanan."Kenapa? Jadi kamu mau tetap di sini dengan dosen mu, ini?"Nadia ingin membentak Bara. Namun ia memperhatikan ke sekelilingnya. Hampir semua pengunjung restoran memperhatikan perdebatan mereka. Bagaimana tidak, Bara bukan pria sembarangan."Sekarang pulang! Dan untuk Anda, Bapak Ryan yang terhormat. Jangan pernah mencoba mendekati tunangan saya. Karena Nadia hanya milik saya!" tekan Bara menatap tajam Ryan."Sangat indah untuk terlewat kan!"
Nadia menahan dirinya mati-matian agar tidak memuntahkan makanan yang tidak ia suka dari kecil. Bara tersenyum mengelus kepala Nadia dengan sayang. Sembari mengawasi gadisnya.Nadia menggeleng kepalanya tidak kuat, tiba-tiba bayangan itu kembali muncul di benaknya."Bara, gak mau lagi, gak enak," rengek Nadia menatap sang kekasih."Kan belum habis, dikit lagi ya, Sayang?""Gak enak, huek.""Sini aku suapin," ujar Bara. Nadia seperti anak kecil menutup bibirnya dengan kedua tangannya."Satu sendok lagi," final Bara. Membuat Nadia mengangguk dan membuka mulutnya menerima suapan itu. Nadia
"Wah ada yang sudah baikan, nih," goda mama Bara, yang sekarang berkunjung ke rumah Nadia. Dan bertemu dengan pasangan tersebut yang baru pulang berlibur dari mansion."Iya, Ma," balas Bara. Nadia tampak malu duduk di samping Bara."Jadi gini, kami setuju untuk mengundurkan pernikahan kalian. Menunggu Nadia menyelesaikan studinya terdahulu, sesuai keinginan Nadia," jelas Aldi."Iya, Pa. Maaf ya Tante, Om. Nadia mau fokus dulu ke studi Nadia saat ini."Mereka mengangguk dan mengerti. Rani tahu, Nadia seperti ini karena belum yakin dengan hatinya. Apa lagi sikap Bara yang kurang tegas terhadap Celina, sahabat nya. Butuh rencana yang matang untuk melanjutkan sebuah janji suci pernikahan.
Tiara mengepalkan tangannya mendongak melihat nama perusahaan telah terganti. Bella semakin kesini, semakin berani dan melawan kepadanya. Pasti ini semua ada campur tangan Nadia, gadis yang selalu menentangnya itu. Menghasut mamanya agar membenci dirinya. Tiara dengan langkah angkuh berjalan ke dalam perusahaan. Namun sebelum ia melewati lobby perusahaan. Dua satpam menghalangi langkahnya, membuat Tiara mengerutkan dahinya bingung dengan semua ini. “Maaf, Nyonya. Anda dilarang masuk dan bertemu dengan, ibu Bella,” ujar mereka, membuat Tiara menatap tajam mereka berdua. Bahkan para karyawan yang berlalu lalang, menatap aneh ke arahnya dan sesekali berbisik di depannya. “Apa hak Bella melarang saya
"Bar! Katanya kan, mama yang akan nyariin aku dress-nya. Kok kamu, sih?" tanya Nadia menatap Bara yang sekarang tiba-tiba menjemputnya dari kantor sang mama untuk pergi ke butik.Bara masih diam enggan untuk menjawab pertanyaannya. Bara menyetir mobil mewahnya dengan kecepatan sedang. Ia menghela nafas dan menoleh ke arah kekasihnya."Biar aku yang pilih, agar gak terbuka. Seperti kemauan aku.""Kan aku yang pakai. Kenapa kamu yang milih?" sangkal Nadia merasa tidak dihargai."Aku tunanganmu.""Tapi aku ingin tampil seksi, Bar. Biar....""Biar semua tamu kepincut sama kamu dan kamu akan meninggalka
Sudah lima kali Nadia bolak-balik mengganti pakaian nya. Bara sangat menyebalkan dan posesif."Bar! Capek yang ini ajha," rengek Nadia. Bara memperhatikan nya dari atas sampai bawah kaki Nadia, yang menutupi lutut gadis itu dan akhirnya mengangguk.Nadia menghembuskan nafas lesu. Sudah dua jam mereka memilih membuat Nadia kecapean. Kakinya kram karena kelamaan berdiri.Nadia keluar dari kamar ganti. Dress-nya akan di bungkus nanti oleh ibu Della. Nadia menghampiri Bara yang sekarang bersama seseorang. Sejak kapan dosennya ada di sana?"Pak Ryan!" cicit Nadia takut menyapanya."Iya, Nadia. Kalian di sini juga?"
Semua anggota keluarga konglomerat menghadiri pesta yang diadakan oleh perusahaan Bella group. Terlihat mobil mewah berhenti di hadapan mereka semua. Dengan penampilan elegan dan dirangkul oleh sang tunangan, Nadia berjalan bersama Bara di karpet merah menuju atas panggung. Begitupun dengan kedua orang tua mereka yang mengikuti dari belakang.Suara pujian dan bisik-bisik terdengar dari para tamu yang hadir malam ini, karena melihat penampilan dua keluarga konglomerat tersebut, sangat memukai malam ini. Bahkan para reporter dan fotografer berlomba-lomba meliput dan mengambil gambar sebanyak-banyaknya.“Lihatlah! Mereka sangat serasi.”“Beruntungnya menjadi pasangan seorang Barata Mahendra.”“Dia pria yang sangat setia. Lihatlah! S
"Nenek! bikin Dimas malu di hadapan tante Bella. Sebenarnya Nenek mau apa, ah?!" bentak Dimas menatap tajam Tiara."Ini juga demi masa depan kamu, Dimas. Nenek sedang berusaha agar kamu menjadi pimpinan utama di sana. Bukan hanya menjadi manager keuangan seperti sekarang ini. Gajinya tidak seberapa dan direndahkan oleh semua orang.""Dimas! Gak akan suka merampas kedudukan seseorang. Siapa yang merendahkan, Dimas? Tidak ada! Hanya Nenek yang terlalu serakah.""Dimas!" peringkat Amara."Mama mau belain, Nenek? Ingat Ma! Kita bukan siapa-siapa di rumah ini. Nenek juga sudah dikasih semua property, almarhum kakek, kan? Terus sekarang Nenek mau menguasai perusahaan itu? Dimas gak habis pikir sama, Nenek."