Pagi-pagi sekali Reni sudah nangkring di depan rumah. Ia sengaja bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapannya sendiri. Ia ingin memasak nasi goreng pedas sesuai dengan pesanan Rendi kemarin. Lelaki itu bilang, nasi goreng pedas tempo hari yang Reni berikan rasanya enak. Karena tersanjung, akhirnya ia memasaknya.
"Nungguin Mas Rendi ya, Non?" seru Mang Ujang yang baru selesai mencuci mobil Mamanya karena semalam pulang kehujanan.
Reni mengangguk. "Iya nih, Mang. Mau berangkat magang. Mamang udah sarapan belum?"
"Cuma tadi makan gorengan sama minum kopi aja, Non. Sarapannya mah masih nanti jam sembilan!"
"Reni habis bikin nasi goreng pedes kalo mamang suka. Nanti minta ke Si Mbok aja. Tadi udah Reni sisihin kok!"
Mata Mang Ujang berbinar-binar. Ia merasa senang disisihkan masakan seperti itu, bukan diberi makanan sisa seperti di majikannya dulu. "Beneran, Non?"
<Fina masuk ke dalam ruangan kerja Arjuna setelah jam istirahat selesai. Arjuna sedang sibuk memilah-milah desain yang diajukan oleh tim desain. "Pak, ini file yang Bapak minta. Oh iya, untuk presentasi minggu depan, saya sudah mengumpulkan beberapa bahan dan sudah membeli desain baru untuk presentasi." jelas Fina setelah ia duduk di depan Arjuna. Arjuna memeriksa file dokumen yang dibawa oleh Fina dengan seksama. Hal itu tidak luput dari perhatian Fina. Ia mengagumi wajah tampan Arjuna yang sedang fokus. Kerutan samar di dahinya juga tak luput dari perhatiannya. "Oke. Ini udah lengkap. Suruh Rinda merekapnya, ya!" Arjuna mendongak dan menyerahkannya pada Fina. Sementara perempuan itu masih asyik memandangi wajah tampan bosnya. "Fin!" Arjuna menepuk punggung tangan sekretarisnya membuat perempuan itu terlonjak kaget. "Eh? Iya, Pak!" "Ngelamunin a
Gerimis masih turun rintik-rintik saat Rendi dan Reni keluar dari galeri milik Aldo. Pekerjaan keduanya selesai, bertepatan dengan hujan yang mulai mereda. "Mau pake mantel?" tawar Rendi. Reni goyang pelan. "Cuma gerimis. Nggak bakalan sakit!" "Ya kan tadi habis kerja keras. Terus sekarang kegerimisan. Takutnya sakit, nanti aku yang dimarahin Mamamu."
Arjuna membuang napasnya kasar. Sudah berkali-kali ia berusaha menghubungi Reni, tetapi tak ada satupun panggilannya yang dijawab. Arjuna sudah mengiriminya pesan siang tadi, agar Reni menghubunginya setelah pulang magang. Ternyata nihil. Akhirnya, Arjuna mencari kontak seseorang di ponselnya dan segera memulai sambungan. "Halo, Bro? Tumben nih telpon. Ada apa?" seru Aldo lebih dulu setelah mengangkat panggilan. "Mahasiswa kalo magang di tempat lo pulangnya jam berapa?" "Jam lima biasanya udah pulang. Kenapa?" "Oke. Cuma nanya doang. Thanks ya!" Arjuna langsung memutuskan sambungan tanpa menunggu jawaban dari Aldo terlebih dahulu. 'Berarti sekarang Reni udah pulang? Tetapi kenapa dia nggak angkat telponku? Kemana dia?' batin Arjuna berkecamuk. Ia sempat ingin menelepon ke rumah Reni, tetapi ia merasa hal itu bukanlah hal yan
Reni masuk ke dalam kamarnya. Ia segera menghempaskan tubuhnya ke kasur. Hari ini cukup melelahkan buatnya. Namun, ia juga sangat bahagia hari ini. Ternyata begini rasanya bekerja dengan hati. Menyenangkan, batinnya. Perlakuan tak terduga Rendi tadi benar-benar membuatnya terkejut, sekaligus tersanjung. Ia tidak pernah melihat ada seorang lelaki, di masa seperti ini bisa sesopan Rendi. Dulu, ketika ia masih sering nongkrong di semester awal, teman laki-lakinya tak pernah sampai harus memohon maaf pada kedua orang tuanya hanya karena Reni terlambat pulang. "Kamu emang beda, Ren!" gumam Reni seraya tersenyum simpul. Ia segera meraih ponselnya. Ada puluhan panggilan tak terjawab dan pesan belum terbaca dari Arjuna. Reni langsung terduduk dan membacanya. "Astagaaa! Kok aku bisa nggak tau sih kalo Arjuna telpon!" Reni merutuki kebodohannya. Ia segera mengetikan pesan balasan. &
Tadi malam Reni benar-benar tidak bisa tidur. Bukan karena menunggu balasan dari Arjuna. Ia malah tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang akan terjadi pagi ini. Ya, pagi ini Rendi akan sarapan bersama Mama Papanya. Padahal, mereka baru saja bertemu. Sepertinya kedua orang tua Reni benar-benar tersanjung dengan sikap jentelmen yang Rendi tampilkan semalam. Sebelum subuh Reni sudah tidak bisa diam di dalam kamarnya. Ada saja yang ia lakukan, meskipun hanya sekedar menata kamarnya ataupun membersihkan apapun yang berserakan. Sepertinya kali ini debu tak ada satupun yang menempel di kamar bernuansa sage green tersebut. Reni terus menyisir rambutnya, padahal sudah hampir setengah jam. Rasa gugupnya benar-benar membuat kinerja otaknya melambat. Ia sampai bingung apa yang harus ia lakukan. Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu membuatnya terkejut. "Masuk!" Ketika pintu terbuka, ternyata Mamanya. "Kenapa harus ketuk pintu,
Rendi menunduk ketika Reni dan Mamanya bergabung di meja makan. Ia memang sering main-main ke rumah teman-temannya dan diajak makan bersama seperti ini. Tapi makan bersama dengan keluarga Reni? Tentu itu lain hal. "Tante kira tadi Reni masih tidur, ternyata sudah dandan cantik Nak Rendi!" goda Santi pada putrinya. "Ih, Mamaaa!" serunya tertahan. Ia paling tidak suka ketika Mamanya sudah mempermalukan dirinya di depan temanny begini. "Sudah sudah! Lebih baik kita makan saja!" sergah Lesmana yang sudah tampak lapar. "Kamu ada alergi makanan, Rendi?" tanya Santi ketika mengambilkan nasi untuk suaminya. "Anak kosan mah, nggak mungkin ada alerginya, Tante. Kalau sampai alergi ya, rugi dong!" seloroh Rendi membuat seluruh anggota keluarga Reni tertawa. "Untunglah! Tante takut kalau punya alergi sama salah satu masakan Tante. Kan nantinya jadi nggak kemakan." Rendi meringis, menampilkan deretan giginya yang memiliki satu gingsul.
Selepas dari kantor Arjuna, Sandra sempat mencari sarapan di sekitar wilayah kantor Arjuna. Meskipun kesal karena dibentak-bentak oleh lelaki itu, tetapi Sandra senang karena semalam Arjuna menginap di apartemennya. "Gue harus ngapain lagi ya biar Arjuna mau nginep di apartemen gue lagi? Kan lumayan bisa melukin dia lagi!" gumam Sandra gemas. Ia kembali mengingat kejadian semalam. Sandra baru saja selesai mencuci piring dan membereskan dapurnya. Ketika akan ke ruang tamu, di sana kosong tak ada siapapun. Ia pikir Arjuna langsung pulang karena mungkin sudah terlalu lelah. Betapa terkejutnya Sandra ketika ia masuk ke dalam kamarnya, lelaki yang ia cari sudah tertidur dengan pulas di sana. Melihat Arjuna yang kelelahan, Sandra tidak berani untuk membangunkan. Ia memilih untuk membiarkan lelaki itu terbangun dengan sendirinya. Toh, dulu Arjuna juga sering tidur di sini. Sandra menatap wajah Arjuna lekat-lekat. Napasnya yang teratur memperlihatkan bahwa lelaki itu nyama
Hari ini, Arjuna akan melakukan presentasi di depan klien barunya yang ia dapatkan dari Sandra. Dari semalam ia tidak bisa tidur dengan tenang karena harus berlatih presentasi dengan baik dan meyakinkan kali ini. Sudah seminggu ia tidak bertemu dengan Reni. Ia hanya sesekali bertukar pesan karena keduanya sama-sama memiliki kesibukan. Arjuna berjanji bahwa malam nanti ia akan mengajak Reni makan malam apabila proyeknya ini berhasil. "Gimana, Fin? Semuanya sudah siap?" tanya Arjuna setelah keluar dari ruangannya. Semua keperluan untuk presentasi disiapkan oleh Fina. Kemarin Fina menyerahkan hard copy file presentasi pada Arjuna untuk ia pelajari. Kemarin sore juga Fina memastikan bahwa tidak ada satupun yang terlewat. "Sudah, Pak. Saya dan Rinda saja yang akan ikut bapak untuk presentasi karena tim lain sedang fokus mengawasi proyek lain hari ini." Arjuna mengangguk. "Nggak masalah. Sekarang kita berangkat ya?" Fina dan Rinda mengangguk. Arjuna berjalan lebi