Aku berjalan beriringan dengan Rama menyusuri jalanan menuju keluar area rumah sakit. Baru saja kami di buat terkejut oleh hasil analisis dokter terhadap dzat apa yang terkandung didalam minumanku kemarin. Menurut dokter, jus tersebut mengandung racun yang di sebut Strychnine. Dimana dzat ini merupakan racun yang bertindak cepat, belum ada pengobatan yang efektif untuk menyelamatkan korban dari gangguan racun ini. "Terimakasih banyak, Rama. Saya tidak tahu kalau kemaren tidak ada kamu, mungkin sekarang aku sudah mati." "Jangan bicara seperti itu. Itu artinya Tuhan masih menyayangi kamu. Bersyukurlah." "Kamu benar. Tuhan masih melindungiku melalui kamu." Setelah mengetahui kenyataan bahwa Mila menaruh racun kedalam minumanku, berarti ancaman Bilna sungguh bukan main-main. Ini pasti ada kaitannya dengan Bilna. Wanita itu memang nekat. "Sudah, jangan di bawa murung. Yuk hari ini kita refreshing menenangkan pikiran. jan hari ini kita cuti. Di bawa h
Aku terus menguping pembicaraan Bilna dan Galang. "Nanti kalau anakku ini dapat warisan, tentu saja Ayah sahnya ini juga dapat bagian kan?" "Itu sudah pasti. Tenang saja, ibuku orang baik. Pasti kamu di beri bagian yang banyak." "Ngomong-ngomong suamimu bodoh sekali ya. Kok bisa dia di manfaatkan dengan begitu mudah." "Makanya aku beruntung bisa menikah dengan dia. Apalagi ibunya, apapun yang saya mau pasti di turutin." Kurang ajar rupanya dia hanya ingin memanfaatkan aku dan ibu saja selama ini. Menyesal sekali terlanjur menikahi wanita biadab seperti Bilna. Wanita tidak tahu di untung. Aku masih berusaha bersabar. Menghadapi masalah rumit seperti ini memang butuh kesabaran yang tinggi. "Iya nanti juga aku ikut beruntung, hehee bisa menikmati harta manusia bodoh seperti mereka. Mengapa tidak kau bunuh saja mereka supaya lebih cepat mati. Agar tujuan lekas tercapai." "Sabar dulu sayang, semua butuh proses. Tenang saja, semua sedang dalam
"Ada apa, Habib.? Apa yang membawamu kemari malam-malam begini." Aliyah menyambutku dengan sambutan yang terlihat sama sekali tidak bersahabat. Aliyah Aliyah, seandainya kamu tahu aku masih sangat mencintai kamu. Mengapa kau tidak menyadarinya? "Aku kemari dengan tujuan yang penting Aliyah. Ada seseorang yang ingin berbuat jahat padamu kamu harus hati-hati dalam menjaga diri." "Hanya itu yang ingin kamu sampaikan?" "Iya benar Aliyah tolong kamu jangan menganggapku terlalu negatif karena aku sungguh berniat untuk menghindarkanmu dari bahaya yang mengintai." "Siapa yang berniat jahat padaku?" "Bilna. Wanita itu yang berniat jahat padamu kau harus hati-hati." "Bagaimana kau bisa tahu?" "Aku telah mendengar semuanya dengan telingaku sendiri. Aku mendengar semua rencana dan tujuan mereka. Aku punya rekamannya Aliyah. Baik akan segera ku kirimkan padamu." "Oke nanti akan aku dengarkan, tapi kamu sungguh-sungguh kan, Babib,? Tidak bohong?" "untuk apa aku memb
Kesehatan Ibu mulai membaik. Aku bersyukur pada Tuhan. Dengan hati yang berbunga-bunga, aku sendiri yang membawa ibu pulang kembali kerumah. "Habib, apa Bilna belum juga pulang? Kok Ibu tidak lihat dia?" Mulai lagi kan Ibu bertanya soal Bilna. Apa istimewanya wanita itu di mata ibu. Sampai membuat kasih sayang ibu begitu besar. "Apa dia mau melahirkan di rumah ibunya? Bulan depan lhoo prediksi kelahirannya. Jemput saja Bilna, Bib. Bilang sama dia di sini saja, di rumah kita. Ibu masih kuat kok untuk turun tangan langsung untuk mengurus kelahiran cucu ibu nanti." Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya pada ibu. Sedangkan kesehatan ibu belum pulih sepenuhnya. Kalau aku mengatakannya sekarang, kemungkinan akan membuat kesehatannya semakin buruk. Karena kondisi penyakit jantung yang semakin parah. "Bu, Habib mohon, ibu tidak usah berpikir terlalu jauh tentang Bilna. Ibu jangan khawatir, dia baik-baik saja kok." "Ibu takut kamu menyembunyikan sesuatu.
"Bu Aliyah, di luar ada seseorang yang ingin bertemu sama Ibu katanya penting.!" Seorang bawahanku memberitahu. "Siapa dia apakah dia orang penting?" "Sepertinya tidak, soalnya saya belum pernah melihat dia datang kemari." "Suruh dia masuk ke ruanganku!" "Baik bu.!" Tidak beberapa lama kemudian seorang bawahan tadi datang bersama seorang wanita yang membuatku heran. Ada masalah apa lagi dia. "Permisi, ini dia orang ingin bertemu sama ibu." "Ya baik terima kasih bisa tinggalkan kami?" Wanita yang mengantarkannya tadi bergegas keluar. Sekarang tinggal aku bersama wanita ini. "Bilna?" "Iya aku Bilna ingin menemuimu.." "Ada apa lagi datang padaku. Bukankah kita tidak ada urusan apa-apa lagi." "Aku ingin membuat perhitungan sama mbak." Astaga itu Ya Tuhan apa lagi yang dimaksudnya. Perhitungan apa yang mau diperbuat denganku. "Baik katakan perhitungan apa?" "Mbak terlalu jahat, karena Mbak, Habib tega menceraikan aku." Kali ini aku b
Mbak Aliyah dan Habib sama sama kurang ajarnya, sama-sama tidak tahu diri. Mereka tega menyakitiku. Apalagi mas Habib tega menceraikanku hanya karena masalah kecil ini. Bukankah dia tahu kalau dia mandul? Kan tidak ada salahnya bila dia menghidupi anak yang ada di kandunganku. Ini kok malah marah-marah. Habis begitu, masih sempat-sempatnya dia mengingat-ingatkan nama mbak Aliyah. Apa istimewanya wanita itu. Aku jauh lebih cantik dan seksi bila di bandingkan dengannya. Aku tidak rela di ceraikan begitu saja oleh Habib. Aku tidak rela. Kartu debit kemarin sudah dia ambil, sekarang mau menceraikanku pula. Padahal kartu debit kemaren kan punya ibunya. Kok dia yang repot-repot. Bodohnya aku, kenapa tidak ku tarik saja uang yang banyak dari kartu kemarin. Dia pikir aku akan diam begitu saja ketika dia memperlakukanku seperti ini. Tidak Habib. Aku akan membuat perhitungan dengannya. Laki-laki pelit. Aku harus mendatangi mertuaku langsung. Hanya dia harap
Kulihat Ibu semakin menderita di ruang ICU. Tampak nafas Ibu semakin tersendat-sendat. Rasa marah Ini kian memuncak terhadap bilna. Wanita itu biang dibalik semuanya. Karena dialah penyakit Ibuku menjadi semakin parah. Aku yang menunggu ibu di luar semakin panik. Kalau saja aku tidak memikirkan Ibu sedang berada di ruang ICU, Ingin rasanya kembali mendatangi rumah dua insan munafik Bilna dan ibunya. Mencekik leher keduanya dengan tanganku sendiri. Sekarang semua masalah menjadi semakin rumit. Keadaan perusahaan semakin surut. Keadaan Ibu semakin buruk. Dan keadaan rumah tanggaku yang tidak tahu-menahu. Ya Tuhan mengapa semua menjadi serumit ini. Apa salahku? Bukan, ini bukan salahku. Semua ini karena Bilna. Aku juga yang bodoh terlalu percaya padanya selama ini. Bahkan aku rela memberinya uang yang cukup banyak setiap minggu dan setiap bulannya. Untuk melampiaskan kemarahan yang bergemuruh di dalam dada. Kuambil gawai dan kucari-cari nomor kontaknya. Sek
"Maaf Pak coba Bapak perhatikan ini" Bawahanku menyerahkan setumpuk lembaran berkas. "Kalau bapak masih belum percaya, ini bisa Bapak lihat langsung aslinya di komputer saya. Semua datanya lengkap tanpa ada yang di sembunyi-sembunyi kan." Mataku menyusuri huruf demi huruf laporan keuangan perusahaan. Ya Tuhan apakah semua ini nyata? Aku sedang tidak bermimpi kan? Untuk meyakinkan penglihatan kutelusuri sekali lagi dengan ketelitian maksimum. Akhirnya kuputuskan bahwa aku tidak sedang salah lihat. "Bagaimana semua ini bisa terjadi? Miliaran uang perusahaan hilang? Kemana perginya. Kalau begini bagaimana kita bisa melanjutkan gerak maju perusahaan ke depannya.!" Aku tidak bisa berpikir secara jernih lagi. Dengan begini sudah bisa dipastikan perusahaan mengalami kebangkrutan yang nyata. "Ini semua karena kalian tidak becus menjalankan tugas masing-masing." Beberapa dari mereka malah geleng-geleng kepala. "Bapak tidak bisa menyalah