“Pak Tomo?” Gian mengenali pria yang berdiri tak jauh darinya. Namanya Utomo Manggalaputra namun sering dipanggil pak Tomo oleh siapapun. Beliau adalah pria pemilik salah satu kios besar sembako di pasar induk. Gian kadang ikut menjadi kuli angkut di kios Beliau dulunya.Melepaskan belitan tangan Evita pada lengannya, Gian berjalan ke Utomo yang sepertinya sedang dalam situasi yang kurang menyenangkan karena ada beberapa pria tinggi besar mengelilingi Beliau.“Sudah aku bilang, aku akan bayar kalau barangnya sudah aku terima, tapi kalian terus saja ngotot! Tolong kirim dulu barangnya.” Suara Utomo terdengar seperti orang mengalah. Wajar, karena dia dikelilingi lima orang sekaligus di depan sebuah lahan kosong ketika hendak masuk ke mobilnya.“Kita sudah punya perjanjian sebelumnya kalau Anda akan bayar dulu sebelum kami mengirimnya! Bagaimana sih, Anda?! Ini namanya Anda menyeleweng dari perjanjian! Bisa saja saya tuntut!” Salah satu dari kelima pria itu menghardik dengan suara keras.
Setelah sekian waktu mempertimbangkannya, Gian menjawab, “Dulu aku pernah bekerja jadi kuli angkut di pasar induk. Di sanalah aku bertemu pak Tomo yang merupakan salah satu bos kios sembako besar di pasar. Aku sering membantu di kiosnya.”Mata Evita membelalak mendengar jawaban Gian. Itu sungguh sebuah jawaban apa adanya dan sangat berisiko diucapkan di depan gadis semacam dia yang menjunjung nilai elit dari sesuatu hal.Tapi, karena Evita kini sudah dibutakan dengan perasaan dia pada Gian, dia mengenyahkan pemikiran remeh apapun mengenai jawaban Gian dan bertanya, “Kenapa … kenapa kamu sampai harus jadi kuli angkut, Gian?”“Untuk mengganti tas-tas kalian yang rusak gara-gara tikus peliharaanku.” Gian menjawab sambil tersenyum masam.Tatapan Evita segera saja melembut dan dia memeluk erat lengan Gian sambil mengerang iba, “Awwhh … ternyata dulu itu caramu mengganti tas-tas kami. Awww … aku sungguh minta maaf mengenai waktu itu. Tapi, yah, itu salah tikusmu yang terlalu nakal. Di mana
Gian terkejut ketika listriknya berbalik menyengat dia saat jarinya bertemu dengan cairan pribadi milik Sonia yang merembes ke celana dalam.“Unghh … ada apa, Gian?” Sonia menatap sayu ke Gian dengan napas masih berkejaran akibat baru saja melakukan pelepasan tanpa bisa dicegah yang mengakibatkan bagian selatannya basah kuyup.“A—anu, tidak apa-apa.” Kali ini, Gian yang kehilangan mood dan menyarankan mereka pulang saja.Meski enggan, Sonia mengangguk saja. Padahal dia sedang menikmati semua sentuhan Gian, tapi kalau dia tidak patuh, dia takut diputus.Sebelum turun dari mobil Gian, Sonia bertanya, “Gian, besok boleh kencan lagi?”“Semoga saja, yah!” Gian mengelus pipi Sonia dan memberikan kecupan singkat di bibir gadis itu.Sonia senang mendengarnya dan turun dengan hati gembira.…Di kamarnya, Gian kembali merenung, rupanya dia tak boleh bersentuhan dengan cairan yang berasal dari bagian intim seseorang atau dia akan mendapatkan sengatan cukup tajam dari listriknya sendiri.Gian men
Gian menatap semua anak buah Utomo di depannya yang terlihat menatap sengit ke dia.“Kau ini, hanya bocah SMA, kan?” Pria 1 mendelik ke Gian.“Ya, memang. Lalu kenapa?” Gian menjawab santai. Apa salahnya kalau dia masih duduk di bangku SMA?“Kau ingin membawahi kami, huh?” Pria 2 ikut bicara, nadanya sama ketus dan marah seperti si pria 1.Gian menyeringai sambil terkekeh singkat, menjawab, “Memangnya salah? Lagi pula, itu perintah pak Tomo sendiri, kan?” Bukan dia yang menginginkan jabatan ini melainkan Utomo yang menawarkannya.“Kau pikir kami ini apa? Singkong rebus?” Pria 3 tak kalah galak ketika bicara ditambah mata melotot seperti buto ijo.Gian mengulum senyumnya sebelum berkata, “Um, tidak, sih! Kupikir kalian kol siomai, terlihat besar saja tapi sebenarnya lembek.” Rasanya dia ingin bermain-main sedikit dengan mereka.“Apa!” Belasan orang besar dan kekar itu meraung tak terima dengan ucapan Gian. Anak SMA bertubuh kecil berani menghina mereka sebagai kol siomai?Satu demi sat
Gian tidak ingin perintahnya ditolak. Maka, dia segera menyetrum kaki Zohan tanpa peduli kakak keduanya baru saja bangun tidur.“Arrghh! Iya, Gian! Iya!” Zohan menjerit kesakitan. Dia yakin kulit kakinya pasti sudah kemerahan.“Jangan malas-malas! Dulu kau juga sering seenaknya membangunkan aku, memukuli aku kalau aku tidak cepat bangun untuk melakukan perintahmu!” Gian memukulkan tangannya ke punggung dan lengan Zohan.Anak kedua itu menjerit-jerit memohon ampun dan bergegas bangun meski dia sangat enggan karena semalam dia mengerjakan tugas hingga jam 3 pagi dan jadwal kuliah pun nanti siang. Siapa sangka pagi begini dia sudah harus menerima kemarahan Gian.Zohan bergegas lari ke dapur diikuti Carlen yang baru saja selesai mandi dan sudah berpakaian kerja.Melinda menyesal tidak memaksakan diri tadi pagi untuk membuat sarapan sehingga kini kedua anak kesayangannya harus menanggung semuanya. Oleh karena itu, menahan sakit, dia turut membantu Carlen dan Zohan di dapur.Gian duduk juma
Gian belum sempat bertanya mengenai ucapan salah satu bawahannya, Erman, karena dia langsung mendapatkan jawaban secara tidak langsung.“Hei, kalian! Ini hari kami, bukan hari kalian! Kenapa malah menyerobot seenaknya?” Ucapan bawahan Gian inilah yang akhirnya membuat dia paham apa yang sebenarnya terjadi.“Memangnya kenapa, sih?” Orang yang dihardik itu menoleh ke Erman. “Yang penting aku bawa uang untuk beli ini!” Dia tak suka dengan nada suara Erman.“Apa kau mau kalau jatah harimu aku rebut juga?” Ipung, bawahan Gian lainnya, ikut bersuara.“Ya sudah, ambil saja jatahku besok hari.” Orang itu membalas dengan raut muka masam sambil kibaskan tangan seolah tak mau ambil pusing dengan bawahan Gian.“Bangsat nian kau, ya!” Ipung emosi.“Eh, kau malah kurang ajar begitu?” Orang itu ikut naik pitam. Namun keduanya segera dipegangi masing-masing kelompoknya agar tidak berkelahi.“Hei, Bang, jangan malah kau ladeni mereka!” Acan, salah satu bawahan Gian, berbicara pada pekerja rice mill ya
Seperti yang diperkirakan, Gian menjadi anak buah kesayangan Utomo meski baru bekerja selama satu bulan. Itu karena kinerja Gian sangat efektif dan tidak bertele-tele dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan para preman dan orang menyusahkan lainnya.Cukup dengan kekuatan telekinesisnya, maka semua persoalan bisa cepat diselesaikan.Sama seperti hari ini, ketika truk sembako Utomo hendak mengirim barang ke kota lain, ke toko anak sulung Utomo, truk itu sempat hendak dibajak oleh bajing loncat saat melintasi jalanan hutan antar provinsi.Untung saja Utomo jeli dan meminta Gian ikut truk itu.Benar saja, hanya perlu waktu sekejap ketika Gian membereskan para bajing loncat ganas di daerah tersebut.Bisa dipastikan, kawanan bajing loncat itu akan berani lagi berurusan dengan truk Utomo.“Gian, akan aku beri kamu bonus karena menyelamatkan trukku.” Utomo sangat puas setelah mengetahui truknya selamat, tidak seperti sebelum-sebelumnya.Senyum Gian melebar ketika dia menerima berge
Gian masih tercenung akan ucapan dari Elang. Dia duduk diam di tepi kasurnya dan membiarkan tikus putih si mentor lelap dengan nyaman di atas bantal kecil khusus.Terus saja ucapan Elang berputar di benak Gian hingga kemudian dia sudah memiliki keputusan.Pada esok harinya, ketika dia datang ke Utomo, hendak mengatakan niatnya untuk mengundurkan diri dari sana, Utomo justru berkata penuh antusias pada Gian.“Gian! Ha ha ha! Aku harus katakan bahwa penjualanku meningkat dengan baik semenjak kamu bekerja di sini!” Setelah itu, Utomo langsung memberikan beberapa bundle uang warna merah yang masih baru kepada Gian.Setelah dihitung, jumlahnya sebesar Rp5.000.000. Tidak ingin salah paham, Gian bertanya, “Apakah ini gajiku bulan ini, Pak?”“Oh, itu bonus untukmu, Gian. Gajimu tetap akan aku berikan seperti biasa!” Utomo berkata demikian.Segera, niat Gian mengundurkan diri pun lenyap sembari dia memasukkan uang tadi ke dalam tas kecilnya.Sepertinya, Utomo harus diberikan sedikit perpanjang