Sejauh mana pikiran manusia bisa menampung segala permasalahan hidup? Saat semua dirasa terlalu sulit dan sempit, mekanisme apa yang kemudian dilakukan oleh tubuh untuk melindungi diri sendiri? Acap kali, secara otomatis atau secara reflek, tubuh akan men-shut down diri sendiri.
Begitulah yang dilakukan oleh tubuh Lynea saat ini. Pikirannya sudah tak mampu lagi menampung senua kegilaan yang terjadi dalam hidupnya selama setengah tahun terakhir. Tanpa disadari, ia jatuh pingsan. Lebih baik begini, daripada ia harus terus melihat kengerian dari bangkai dua ekor anjing di meja kamar.
Bryant segera membopong tubuh kakaknya ke dalam kamar Enrico. Sesuai perintah sang suami. Alonzo memanggil beberapa pelayan untuk membuang bangkai itu sejauh mungkin. Membakarnya juga kalau perlu.
Bersama Felix dan Kapten Abrahm, ia menuruni tangga menuju gerbang terdepan. Asal usul datangnya kotak teror itu harus segera diselidiki. Dugaan adanya pengkhianat mulai mencuat kembali ke
Benarkah kita mengetahui seseorang luar dan dalam? Di saat ia terlihat begitu memikat dan sempurna luar dalam, apakah itu kenyataan? Atau sebenarnya semua hanya ilusi yang sengaja diciptakan untuk tujuan tertentu?Gabriel selalu menjadi penyelamat hati Lynea ketika retak, bahkan hancur berantakan. Dengan segala kelembutan serta ketulusan cintanya, ia datang seperti prince charming dalam dongeng-dongeng Disney.Layar ponsel Gabriel terlihat menghubungi Lynea dalam mode panggilan video. Ia ingin membuktikan apakah benar ucapan Elena bahwa kekasihnya itu sedang berada di ranjang sang suami.Lynea masih merebahkan diri di atas ranjang. Setelah meminum obat memang ia kerap mengantuk. Menurut Dokter Maria, merasa lemas dan ngantuk adalah wajar dialami oleh wanita yang sedang mengandung.Enrico telah keluar kamar. Tidak ada siapa-siapa lagi di situ. Sengaja memang semua pergi agar Lynea bisa istirahat dengan baik. Matanya mulai terpejam menikmati ketenangan. Nam
Alonzo kembali mendatangi rumah bordil tempat Jenna berada. Sebuah janji temu dengan mucikari yang dipanggil Daddy Holland telah disiapkan oleh Jenna. Sebuah kebebasan menanti wanita tersebut setelah hampir sepuluh tahun berkutat di dunia prostitusi.Bersama dengan Bryant, Hugo, dan Kevin, kepala urusan rumah tangga keluarga De Luca melangkah dengan gagah menuju ruang khusus di bagian belakang wisma. Di sana, seorang lelaki bertubuh tambun dikelilingi lima orang pengawal telah menanti.“Kamu Alonzo De Luca?” tanya Daddy Holland ketika Alonzo duduk di hadapannya.“Hanya Alonzo, saja. Saya tidak layak menyandang nama besar De Luca,” jawab Alonzo tenang menunjukkan wibawa yang luar biasa.“Hmm, baiklah terserah saja. Jadi, apa tujuanmu ke sini? Benarkah untuk membeli Jenna? Berapa yang kamu sanggup bayar?” Daddy Holland menolak berbasa-basi.“Berapa harga darimu?”“€ 100.000!”
Benarkah jaman sekarang ponsel menjadi alat untuk bisa mengetahui kejujuran seseorang? Ada banyak hal yang dapat dibongkar dari keberadaan sebuah ponsel. Sejuta kebaikan dapat diberikan oleh benda mungil itu. Namun, sejuta keburukan dan kebohongan juga dapat dilakukan olehnya.Pertanyaan sekarang, mengapa Gabriel sulit sekali untuk dihubungi? Benarkah apa kata Jenna bahwa seorang laki-laki akan menggunakan alasan tidak ada sinyal bila ia tidak ingin diganggu? Bila memang benar sekalipun, kenapa bisa sampai tidak ingin diganggu?“Apa maksudmu?” tanya Lynea entah harus berekspresi seperti apa.“Maaf, Nyonya Lynea. Mungkin saya terlalu lancang,” sesal Jenna.“Tidak! Kamu tidak lancang. Justru kamu membuat saya penasaran dan ingin tahu lebih. Kamu tahu, bukan? Saya tidak ada pengalaman dengan laki-laki. Ayo, ceritakan!”“Maaf, Nyonya. Hanya saja … mungkin … ehm … Tuan Gabriel mungkin ada ya
Sebaik apa pun manusia berencana, akan selalu ada saat dimana semesta memutuskan tidak semua bisa berjalan sesuai keinginan. Bahkan untuk seseorang yang sudah sangat berpengalaman seperti Felix sekali pun, masih saja ada ruang untuk hal-hal terjadi di luar rencana rapi mereka.Berniat menjebak The Janitor agar keluar dari persembunyiannya, kini justru Enrico dan Lynea berada di ambang kematian. Dari balik kepulan asap dan puing-puing ledakan mobil Maybach miliknya, sosok The Janitor muncul.Ia memakai topeng ski dan kacamata hitam. Sebuah topi berwarna cokelat tua menutupi kepala. Di tangan kanan pistol glock sementara di tangan kiri berjenia colt. Keduanya mengarah pada kepala Enrico.Sama sekali tak pernah terlintas ia akan mati di tangan musuh dalam keadaan mengenaskan seperti ini. Sebagai seseorang yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis hitam, ia hanya bisa pasrah ketika pistol itu mengarah pada kepalanya. Satu hal yang menghancurkan hati adalah ketika
Ingatan Lynea tertuju pada kalimat dari Jenna. Bisa saja ada wanita lain dalam hidup Gabriel selain dirinya. Kini, sebuah ponsel berdering dan entah kenapa sang dokter menunjukkan sikap berbeda. Selama ini, Gabriel santai saja menerima telepon dari siapa pun di hadapan Lynea. Mengapa kali ini ia ingin menerima telepon di tempat lain? Bahkan sampai hendak meninggalkan ruangan. “Kenapa kamu mau keluar? Kenapa tidak menerima panggilan telepon itu di sini saja?” Lynea mengerutkan alisnya. “Tidak apa-apa. Hanya saja, khawatir suaraku terlalu besar nanti mengganggu ketenangan. Sudah aku silent saja sekarang,” jawab Gabriel mengeluarkan ponsel dan menjadikan mode diam. “Ponselmu baru?” Lynea melihat tajam pada benda di genggaman Gabriel. “Iya, ini baru karena yang lama bermasalah.” “Bermasalah kenapa?” “Susah mendapat sinyal.” Lynea terdiam. Jadi ini penyebab kekasihnya sulit dihubungi ketika sedang berada di desa kemarin.
Jenna tidak tahu harus berbuat apa. Ia menuruti saja permintaan Lynea dan mengatakan pada perawat bahwa majikannya itu ingin pulang paksa. Kondisi Lynea yang masih lemas karena kehilangan banyak darah saat keguguran siang tadi, ditambah gegar otak ringan sebenarnya telah menjadi alasan kuat kenapa ia harus bermalam di rumah sakit. Kejadian memilukan dengan Gabriel membuatnya mual untuk berada di sini lebih lama lagi. Ia ingin pulang dan menenangkan diri di kamarnya. Selain itu, Lynea juga tidak mau apabila Gabriel kembali menemuinya. Dengan berada di Istana De Luca, tentu ia akan jauh dari kekasihnya itu. Hatinya berantakan. Kehilangan anak dan juga kehilangan kekasih pada hari yang bersamaan. Ya, baginya peristiwa ini sama saja ia telah kehilangan Gabriel. Kepercayaan adalah sesuatu yang sangat rapuh seperti cermin. Ketika ia pecah dan disatukan kembali, bekas serpihannya akan selalu terlihat. Dilanda kebingungan, Jenna akhirnya menelepon Bryant dan Alonzo.
Wajah Alonzo semakin tertekuk layaknya kertas kusut. Kabar kepergian Lynea menjadikan sorenya semakin kelabu. Belum hilang rasa sedih akibat kehilangan bayi di dalam kandungan Nyonya Besar De Luca, kini sang Nyonya Besar itu sendiri hendak pergi meninggalkan semua. Ia menatap nanar pada ruang terapi yang khusus dibuat untuk kesembuhan Enrico. Pertama, ia membayangkan sesuatu yang “ajaib” akan terjadi di sini. Permasalahan Lynea dengan Gabriel bisa jadi berkah terselubung bagi Enrico. Namun, lagi-lagi harapan tinggalah harapan, kutuknya dalam hati. Kadang Alonzo berpikir, apakah Kakek Fransiscuss sedang menghukum mereka semua karena mempermainkan janji suci pernikahan? Sementara itu, sudah satu minggu lebih Lynea berada di kabin. Udara segar dan suasana tenang berdampak positif untuk penyembuhan. Malam ini, ia sedang bersiap untuk memberi tahu Enrico bahwa dalam tiga atau empat hari ke depan, ia akan mulai pergi mencari tempat tinggal baru. Di rekening
Udara pegunungan begitu menusuk, terutama saat menjelang musim dingin yang akan datang dalam beberapa hari ke depan. Menurut ramalan cuaca, salju akan mulai turun paling tidak satu minggu dari sekarang. Selimut tebal serta penghangat ruangan seakan belum cukup untuk memberikan rasa nyaman yang dibutuhkan. Lynea terbangun akibat menggigil kedinginan. Tanpa disadari, Enrico telah mengambil seluruh selimut untuk dirinya sendiri. Lalu aku harus mencari selimut dimana? Ya, Tuhan! Ini masih jam dua pagi! Pekik Lynea dalam hati. Tak ada pilihan selain mendekat lebih pada suaminya. “Enrico, bangunlah!” “Ada apa?” Kaget dan panik, Enrico langsung duduk dan memandang sekitar. “Mana pistolku? Ada musuh? Alonzo! Alonzo!” teriaknya seperti mengigau. “Sssh! Sssh! Tidak ada musuh! Kamu aman! Ini aku, Lynea!” jari telunjuk Lynea diletakkan pada bibir suaminya yang menoleh ke kanan dan ke kiri beberapa kali sampai akhirnya benar-benar tersadar.