“Aww!”Hanum tersandung properti yang menghalangi jalan. Sebenarnya yang Hanum lewati itu bukan jalan luas, melainkan tempat seperti gudang yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat syuting. Areanya cukup berdebu dan setiap kali Hanum menginjakan kakinya, pasti akan menimbulkan kepulan debu yang berterbrangan.Logika Hanum mengatakan bahwa jika Ariana tidak terlihat di set pemotretan, maka satu-satunya tempat yang menjadi tujuan adalah ruangan make up Ariana. Berhubung Hanum tidak hapal dan tidak tahu letak ruangannya, jadilah dia acak berjalan. Dia berniat akan bertanya pada seseorang jika dia bertemu salah satu kru pemotretan nanti.PLAKK!Hanum tidak percaya dengan apa yang barusan ia lihat dan dengar. Dia terus berdiri di tempatnya saat ini dan tidak bisa berkata-kata.“Sudah berapa kali aku bilang kalau kalung itu sangat penting. Kenapa hilang?” teriak Ariana pada salah satu asisten yang bertugas mendampingi Ariana.Barusan ia menampar wajah salah satu asistennya. Arian
“Natapnya biasa aja kali,” protes Hanum saat melihat Riyan tak kunjung menyudahi ekspesi kagetnya serta mulutnya yang masih ternganga lebar.“Ini serius?” Riyan masih tidak percaya. Pasalnya, image yang dibangun perusahaan selama ini adalah Ariana yang sangat anggun dan murah senyum serta baik hati.“Serius! Coba aja tuh lihat sendiri.”“Mana?” Yang Riyan lihat adalah sosok Ariana yang sedang duduk dengan nyaman sambil bersedekap.“Ariana lagi duduk?” tanya Riyan lagi.“Bukan! Coba lihat ekspresinya.”“Tidak kelihatan. Mataku kan minus.”Hanum menepuk dahinya cukup keras hingga meninggalkan bekas merah, “Ya Tuhan. Pantesan.”“Ayo samperin,” ajak Riyan yang kini mulai berdiri dan bersiap untuk menghampiri Ariana. Tapi sebelum sempat melangkah, kakinya tertahan oleh suara keras yang ia dengar dari arah Ariana.“Belum ketemu juga? Gimana sih? Pokoknya harus dicari sampai ketemu!” tanya Ariana dengan nada tinggi.“Lapor Ariana, semua set dan staff sudah selesai menyiapkan keperluan pemotr
Tapi bukan Hanum namanya jika dia menyerah begitu saja. Dia kembali mencoba membujuk Ariana.“Dengarkan kami dulu, Kak-““Saya bilang pergi! Dengar tidak, sih?”“Saya akan membantu Kak Ariana untuk mencari kalungnya!” ucap Hanum cepat dalam sekali hembusan napas.“Kalung?”Hanum menganggukan kepalanya seperti ayam yang sedang mematuki makanannya.“Kau mendengar perkataanku tadi?”Hanum kembali menganggukan kepalanya tidak sadar bahwa pertanyaannya adalah sebuah jebakan. Ariana bangkit dan perlahan berjalan ke arah Hanum. Sedangkan Hanum hanya berdiri di tempatnya tidak tahu apa yang akan Ariana lakukan.Ariana mendekat ke arah Hanum dan membisikan kata, “Rahasiakan kejadian barusan. Atau kamu akan mendapat masalah jika menyebarkannya. Apa kamu juga ikut melihatnya?” Kini Ariana beralih ke Riyan. Riyan juga menganggukan kepalanya membenarkan perkataan Ariana.“Aku tidak takut dengan ancaman seperti ini. Jadi, daripada membuang-buang waktu untuk menyebarkan perlakuanku barusan. Mending
Plakk!Tidak pernah terlintas di pikiran Hanum bahwa dirinya akan menampar seorang pria asing yang baru ia temui di dalam lift. Tadi, dia bisa merasakan dengan jelas hembusan napas hangat seseorang yang berdiri di belakangnya. Dia juga bisa merasakan gesekan kulit lehernya dengan sesuatu dari pria itu yang tidak Hanum ketahui. Mungkin ujung hidungnya yang menempel pada kulit tengkuk Hanum. Entah, Hanum tidak bisa mendeskripsikan situasi yang sebenarnya.Ini berawal dari Hanum yang terburu-buru memasuki lift rumah sakit dan tetap mendesak masuk meski tempat sudah penuh sesak dengan alasan dia takut datang terlambat ke kantor. Wanita itu bahkan di sepanjang lift turun, dia masih mencoba membenahi dirinya serapih mungkin.“Permisi, Maaf!”Hanum yang tadinya berdiri di depan kini harus berada di belakang karena terdorong orang-orang yang juga baru masuk-keluar lift. Dan posisinya berubah menjadi tepat di depan
“Apa yang tadi coba kamu lakukan? Mengendus-endus seseorang seperti pria mesum. Haha … itu bukan karaktermu sekali, Abian!”“Berhenti tertawa atau aku beli rumah sakit ini,” ketus Abian. Suasana hatinya sedang tidak enak. Memang siapa yang mau dituduh seperti orang mesum, tapi sialnya, tingkah dirinya tadi memang mirip orang mesum. Jadi, siapa yang harus disalahkan? Tolong salahkan saja penyakit yang diderita Abian.“Tadi aku perhatikan kamu menguap?” tanya Daniel masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Bukan perkara Abian yang ditampar orang, melainkan seorang Abian Lion Damanta yang menguap? Siapa yang tidak senang? Sebagai seorang dokter spesialis, ketika ada kemungkinan pasiennya sembuh, itu adalah sebuah kebahagiaan dan berkah tentu saja.Abian Lion Damanta. Pria yang baru menginjak umur 29 tahun ini, seperti namanya yang masih ada kaitanya dengan Singa, Si Raja Hutan
“ID nya hilang apa ketinggalan?” tanya Riyan.“Sssttt! Jangan keras-keras, nanti kalo kedengaran senior terus aku dimarahin gimana?” bisik Hanum sambil mencondongkan kepalanya ke arah Riyan. Meja mereka kebetulan bersebelahan, jadi mudah bagi Hanum untuk melancarkan aksinya.“Jadi, hilang apa ketinggalan?” bisik Riyan mengikuti perintah Hanum.“Tidak tahu!” jawab Hanum masih dengan nada rendahnya. Ekspresi kebingungan jelas tercetak di wajahnya.“Kok bisa tidak tahu?” cecar Riyan.“Kalian berdua sedang mendiskusikan apa?” tanya Azila, staff senior dari tim 3.Meskipun mereka berbisik, namun kenyataanya percakapan mereka masih bisa di dengar oleh seluruh orang yang ada di ruangan ini. Ruangan ini awalnya hening, sehening ibarat saat jarum jatuh pun bisa terdengar, apalagi suara bisik-bisik
Pipi Hanum masih bersemu merah saat dia keluar dari lift dan berjalan menuju bagian oprasional. Dia masuk dan menuturkan apa yang sudah diperintahkan sebelumnya.“Permisi, saya Hanum dari tim 3 marketing. Saya ingin melaporkan bahwa salah satu komputer rusak dan butuh untuk diganti secepatnya.”“Atas nama siapa komputernya?” tanya wanita berkacamata dengan tampang angkuh dan diperkirakan umurnya sekitar pertengahan tiga puluhan.“Atas nama Titan.”“Oke, nanti akan diantar oleh staff. Ada lagi?” tanya wanita itu tak sabar.“Saya mau meminta kartu identitas sementara.”Wanita itu menurunkan setengah kaca matanya, lalu mendongak dan menatap Hanum seolah Hanum ini adalah benalu yang harus segera disingkirkan detik itu juga. Sorot matanya juga seolah mengatakan bahwa dia membenci manusia-manusia ceroboh s
“Kamu!”Hanum terkejut saat melihat laki-laki yang ia tampar di lift rumah sakit tiba-tiba bisa ada di depannya dengan tampilan yang berubah seperti ini. Sosok tinggi yang dibalut dengan pakaian resmi. Memakai jas hitam yang terlihat sangat cocok dengan temperamennya yang terlihat dingin. Rambutnya pun tersisir rapih ke belakang, jelas sangat kontras dengan laki-laki yang menggunakan jaket kulit dan celana ketat hitam terlihat bad boy yang Hanum temui pagi ini.“Direktur, maafkan kam-“ Titan menggantung ucapannya saat melihat Hanum dan bosnya berdiri berhadapan di ambang pintu. Niatnya ingin meminta maaf karena sudah membuat orang dengan posisi tertinggi dalam perusahaan malah menunggu para karyawannya, tapi dia urungkan saat melihat Hanum. Dia menghela napas lega. Akhirnya salah satu anggotanya terlihat, tidak terlalu memalukan bagi tim 3 marketing dan imej mereka mungkin akan sedikit lebih unggul daripada t