“Lalu apa yang kau lakukan sekarang?”“Mengejar karir, apalagi?!” jawabnya enteng.“Ck .. naïf sekali! Padahal tadi malam ketemu sama istri orang!” monolog Azam dalam hati.Memang tidak salah jika dia sangat kesal kepada Rendi dan juga istrinya Kalana, tanpa sepengetahuan dirinya mereka bertemu. Azam jadi curiga, jikalau istrinya dan Rendi main belakang, secara mereka masih saling mencintai. Semua pikiran-pikiran buruk itu bercokol di kepalanya, Azam meremas tangannya sampai buku jarinya memutih.Setelah basa-basi yang cukup panjang, mereka akhirnya kembali bekerja seperti biasanya. Ketika bekerja, tak ada lagi percakapan atau guyonan yang memecah tawa, mereka focus dengan pekerjaan masing-masing. Entah memang focus atau pikirannya saja yang berkelana tak tentu arah.Jam kerja telah usai, Azam yang biasanya bersemangat untuk pulang kembali ke rumah, karena sudah tidak sabar bertemu Kalana. Kini, seperti enggan untuk pulang. Azam kemudian melipir ke sebuah chofee shop hanya untuk mengh
Di malam yang dingin, karena di luar sedang gerimis. Seorang wanita menimang sayang Putra kecilnya, tak peduli rasa sakit yang mendera bahunya karena semalam terjaga sambil menggendong sang buah hatinya sendiri tanpa bantuan siapapun. Padahal badannya sudah sangat lelah karena seharian masih melakukan aktifitas ibu rumah tangga seperti biasanya.Sang suami pergi entah kemana, padahal sedang tidak bekerja. Pekerjaannya hanya waktu siang saja.“Bobok ya, sayang. Ibu capek. Kita tidur bareng di kasur,” bujuknya.Anaknya yang tengah terlelap ia letakkan perlahan di ranjang miliknya. Tetapi baru saja ingin memejamkan mata sang anak terbangun dan langsung duduk melihat Ibunya. Ibunya yang tampak sangat lelah tersenyum, sayangnya, anak tersebut kembali menangis kencang minta di timang seperti tadi.Meski lelah melanda, dia tetap menimang kembali putra gembulnya, lingkaran hitam sudah menghiasi bawah matanya, wanita itu terus saja menguap akibat ngantuk yang begitu hebat menyerangnya.Tepat j
“Dek, kenapa aku gak di bangunin? Ini sudah jam 8 lewat 10 menit, sudah telat aku gara-gara kamu!” yanto datang ke kamar mandi sambil mengomel kepada Arumi yang sedang membilas pakaian kotor terakhir mereka.“Aku ‘kan sudah bangunin Mas Yanto tadi tetapi Mas Yanto tetap gak bangun juga,” bela Arumi.“Kamu ngebangunninnya kurang kuat! Ngebangunin orang kok kayak gak makan 2 hari, gak ada tenaga!”Arumi terdiam, apapun yang dia lakukan selalu saja salah. Pernah dia membangunkan suaminya dengan mengguncang badannya dengan cukup kuat, tetapi berakhir dengan bentakan. Padahal suaminya sendiri awalnya yang menyuruhnya membangunkannya begitu.Yanto memang tipe orang yang sulit dibangunkan ketika pagi hari, karena setiap malam selalu begadang hingga larut bersama temannya, alasannya selalu saja karena tidak bisa tidur, lalu memilih berkumpul dengan teman-temannya dan tak mau ambil pusing dengan keadaan istrinya yang lelah menjaga anaknya setiap harinya.Arumi hanya mampu diam ketika Yanto ter
“Dek, aku mau keluar dulu sebentar, sama Vino.” Ijinnya selepas adazan maghrib berkumadang.Arumi memangdang suaminya yang berdiri di sampingnya sesaat, lalu menghembuskan nafas berat.“Mau kemana, Mas?”Arumi sekedar bertanya, meski tahu jawabannya pasti sama.“Ngopi di warungnya Pak Sugeng,”“Ngopi di sini ‘kan bisa? Sambil jagain Faqih juga”“Jaga anak itu tugasnya seorang istri, suami itu capek kerja seharian. Lagian gak enak juga kalau nolak ajakan Vino, dia baik loh sama keluarga kita, sama Faqih juga!”Memang tidak bisa dipungkiri, Vino cukup baik kepada putranya—Faqih, kalau ke rumah mereka Vino tak pernah segan untuk memberi Faqih uang walau sekedar 20.000,sekedar untuk beli jajan dan cemilan Faqih. Kadang saat libur kerja, Yanto akan mengajak Faqih ke rumah temannya tersebut, dan pulangnya Faqih membawa jajan atau uang yang diberikan Vino.Tetapi apakah harus seperti ini? setiap malam sehabis maghrib atau isya’ keluar, pulangnya larut malam.kadang ketika Yanto sudah beristir
Arumi ikut membantu di hajatan tetangganya, kebanyakan tetangga dekat yang ikut bantu memasak di sana.“He’em, rumahnya kayak kandang kambing, mainan di mana-mana gak di bersihkan, kalau pagi anaknya masih kotor belepotan gitu! Jangankan dimandikan, orang Ibunya saja bangunnya selalu siang!”Sundari kembali menyindir Arumi di depan orang banyak.Sakit hati? Tentu saja! Mau membela diri pun percuma, malah ujung-ujungnya nanti ribut di rumah orang.Apakah di desa suami kalian ada orang seperti Sundari? Pertanyaan ini untuk kalian yang ikut tinggal di rumah suami atau mertua setelah nikah.Arumi mencoba menulikan telinganya, meski ingin sekali dia mencakar dan merobek mulut wanita tersebut, tetapi sebisanya ia tahan.Kenapa di dunia ini banyak orang yang malah sibuk dan suka ngurusin hidup orang lain, mengomentari yang terlihat tanpa tahu proses yang sebenarnya, sekarang aku ingin bertanya. Manusia seperti itu halalkah untuk di santet atau di bunuh?Arumi pergi menjauh, agar hatinya tak
“Ini nih Ibunya, bukannya jaga anaknya malah asik-asikan ngegosip sama gadis-gadis yang belum nikah di kamar.” Ujar Sundari sinis.Arumi tak menghiraukannya, dia langsung mengambil alih Faqih dari gendongan Ayahnya.“Apa anda sedang menyindir diri sendiri Buk Sundari?” Tanya Dila tiba-tiba.Dila memang gadis yang berani dan tidak diam saja ketika ditindas orang lain, dia akan berani melawan kalau dirinya memang benar.Dila dan yang lain menyusul keluar saat Arumi berlari meninggalkan kamar mereka.“Apasih?”“Lebih baik anda diam, jangan membuat panas suasanya yang memang sudah panas!” tangan Dila di cekal oleh Ibunya agar diam.Arumi sibuk menenangkan Faqih yang terus saja menangis, pelipisnya berdarah, entah terjatuh dari mana.“Seharusnya kau jaga Faqih, Dek!” Yanto menyalahkan Arumi.Arumi mendongak, dia mengepal tangannya sampai buku jarinya memutih. Arumi geram karena disalahkan oleh Yanto, padahal jelas-jelas Faqih di sampingnya dari tadi.“Aku ‘kan nyuruh Mas buat ngawasin Faqi
“Uang dapur sama keperluannya itu beda, seperti Ayah yang memberikan uang jajan kepada Ibumu. Uang jajan bukan berarti uang untuk keperluan dapur, ya!”“Uang jajan, khusus untuknya. Terserah mau dielikan apapun. Karena memang haknya, mau di buat perawatan, mau di belikan skincare atau parfum dan makeup. Istri disbanding-bandingklan dengan wanita lain, atau bertanya kenapa gak secantik yang dulu? Mau cantik gimana uang jajan aja gak pernah di kasih” canda Pak Leek Samsul untuk mencairkan suasa yang tadi terlalu kaku.“Nah, kalau uang nafkah atau uang dapur, itu kewajiban. Masak mau menyenangkan istri saja pehitungan? Menyenangkan keluarga gak mikir-mikir. Padahal setelah menikah yang merawat kita saat sakit dan setiap harinya adalah istri, seharusnya istri yang diutamakan bukan orang lain!” ucapnya menutup nasihat-nasihat bijaknya malam itu.***Yanto kembali ke rumahnya dengan bersungut-sungut, rupanya semua nasihat Pak Lek Samsul masuk ketelinga kanan kemudian di keluarkan lagi melal
‘Sebenatr lagi masanya, bukankah setiap pertemuan pasti ada namanya perpisahan? Seharusnya kalian para manusia berterima kasih kepadaku, karena aku menunjukkan sifat buruk orang terdekat kalian! Agar kalian bisa memilih mana yang terbaik buat kalian sendiri, aku menunjukkannya kepada kalian, agar kalian bisa terbebas dari hubungan bersama orang yang salah!’Dasim menyuarakan pendapat yang menurutnya benar, Dasim melihat manusia berlalu lalang dari alamnya sendiri, alam yang ‘tak bisa di lihat oleh mata telanjang manusia, alam yang tidak bisa digapai dengan mudah dan penuh teka-teki di dalamnya. Alam ananta, ya sebut saja begitu!“Tuhanku, Engkau menyuruh nenek moyang kami untuk bersujud kepada Adam, saat dia diciptakan. Tetapi apa yang anak cucu Adam perbuat kepada bumi yang Engkau ciptakan? Mereka merusaknya! Dan Engkau masih berbaik hati menjamin mereka Syurga bagi kaum Nabi terakhir? Akan ku buat mereka melakukan apa yang Engkau benci dan yang Engkau larang! Akan kami sesatkan ana