Nara terkejut bukan main karena Kaisar mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk menciumnya. Noh kan? Sekalinya mesum tetap aja mesum. Atau jangan-jangan, pria mabuk tadi cuma akal-akalan Kaisar aja biar dia bisa tampil sebagai pahlawan dengan menyelamatkan Nara?Menyadari hal itu, sekuat tenaga Nara mendorong dada Kaisar menjauh darinya hingga ciuman itu terlepas. Dia bahkan tak pernah berciuman dengan Rega, sedang Kaisar sudah beberapa mengambil ciumannya. Dasar penjahat! Tapi, Kaisar tidak semudah itu melepasnya. Dia melumat kembali bibir Nara yang kenyal dan manis, menggigit bagian bawahnya hingga mau tak mau Nara membuka mulutnya. Lidahnya dengan cepat menerobos masuk dan mengabsen barisan gigi Nara rapi dan kecil-kecil. Tangan Kaisar juga tak tinggal diam. Kini tangan itu meraba-raba bukit kembar Nara yang pas dengan ukuran telapak tangannya. Meremasnya kuat hingga Nara mendesah tertahan. Astaga! Rasa apa ini? Kenapa rasanya seperti ini? Nara yang sama sekali tak pernah b
“Gue kangen sama lo, Ra.” Rega tak bisa menahan diri untuk tak menemui Nara ke rumahnya. Semenjak Nara bekerja, Rega sadar betul kalau waktu mereka bersama berkurang drastis. Apalagi belakangan Nara menunjukkan gelagat aneh, pacarnya itu mulai berbohong padanya. “Ayo masuk, di luar dingin.” Tidak seperti yang Rega harapkan, Nara tak bilang kalau dia juga kangen pada Rega. Pemuda itu agak kecewa dibuatnya. Apa cuma dia yang kangen sama pacar sendiri? Nara memimpin Rega masuk ke rumah. Nenek Ratih yang kebetulan keluar kamar terkejut melihat Rega ada di rumahnya. “Loh, ada Nak Rega? Kapan datang?” Nenek Ratih memandang Nara dan Rega bergantian. Wanita tua itu juga heran kenapa Rega terlihat berbeda dari biasanya, tapi memilih tidak mau mempermasalahkan. “Baru aja kok, Nek.” “Nek, Rega boleh nginap di sini, kan? Nanti pulangnya kemalaman, kasihan Rega kalau harus pulang. Lo nggak bawa mobil, kan, Ga?” tanya Nara yang dibalas anggukan oleh Rega. “Boleh-boleh aja, tapi tidurnya
Nara sudah siap ke kampus, memakai kemeja rapi, menyandang tas, satu buku cetak besar di peluk ke dada, tapi alih-alih berangkat dia malah duduk di kursi kecil di samping sofa. Ya. Nara asyik memperhatikan Rega yang masih tertidur pulas. Padahal sudah pukul 7 lewat 15 menit, tapi dianya masih pulas dengan kain yang menyelimuti hingga dagu. Wajah saat tidur Rega sangat kalem dan menggemaskan seperti bayi. Mana tega Nara membangunkannya. Malah dengan telapak tangannya, Nara menghalangi cahaya masuk lewat gorden agar tak mengenai kelopak mata Rega. “Loh, belum pada berangkat?” tanya Nenek Ratih tiba-tiba membuat Nara menoleh dengan picingan tajam dan menempel telunjuk di bibirnya. Seolah tak merasa bersalah, Nenek Ratih melanjutkan bicaranya. “Sudah jam berapa ini? Biasanya juga udah jalan?”Bola mata Nara makin melotot ke arah Neneknya tanda ia sangat marah. Nenek apaan sih? Udah dikodein masih aja ngomong. Gangguin Rega lagi tidur aja. Nara ngedumel dengan bibir yang diketap dan di
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah malam minggu lagi. Nara yang terlanjur janji dengan Luna akan menghadiri acara pembukaan butik, menyetujui untuk pergi dengan Rega. Yah, walaupun dia akan bertemu Kaisar di sana. Berharap saja pria itu tak berbuat yang macam-macam. Karena ini acara resmi, dan karena tidak ingin membuat Luna kecewa telah mengundangnya, Nara memilih memakai dress biar tampak feminim. Dress sepantaran paha berwarna krem dengan lengan panjang dan bagian bahu yang sedikit terbuka membuat ia terkesan seksi. ‘Duh, jangan sampai Kaisar tergoda deh. Ini juga pakai karena terpaksa.’ Nara bergumam sendiri seraya memperhatikan penampilannya di cermin full body. Menggoyang-goyangkan badannya ke kiri kanan hingga ujung dress-nya ikut bergoyang. ‘Cantik juga gue kayak gini,’ gumamnya lagi dengan sudut bibir terangkat naik. “Loh, udah cantik aja? Mau makan malam di rumah Rega lagi ya?” Nenek Ratih datang menyambangi cucunya karena pintu kamar memang tidak tertutup sem
DeLuna Boutique sudah ramai oleh tamu undangan. Luna yang tampil cantik dengan gaun panjang terbelah hingga bagian paha dan dada berbentuk huruf V terlihat menyapa satu persatu kenalannya. Semuanya mengucapkan selamat untuk Luna. Wanita itu tertawa senang meski dalam hatinya pedih, karena yang diharapkan sama sekali tak peduli pada pencapaiannya. Kaisar. Suaminya itu malah sibuk dengan ponselnya, alih-alih menemani Luna berkeliling.Luna memicing tajam ke arah Kaisar yang sama sekali tak menengok padanya. Wanita itu dengan membawa senyum terpaksa menyambangi satu persatu tamu yang masih berdatangan, hingga mobil keluarganya juga terlihat masuk area parkiran. “Ma, Pa, makasih ya udah mau datang.” sambut Luna pada mama dan papa angkatnya yang kemudian jadi mama dan papa mertuanya. “Selamat ya, sayang. Kamu hebat. Kami bangga.” ucap Mama Dahlia memeluk Luna lalu mencium pipi kiri kanan. “Rega sebentar lagi juga sampai, dia jemput Nara dulu.” Papa Gunawan ikut bersuara, satu tangan m
YES! Kaisar mengepal erat buku tangannya dengan senyum miring yang mengembang saat mata jelinya menangkap kalau Nara sudah pergi ke belakang karena dress nya ketumpahan air. “Mas, perintahnya sudah saya laksanakan ya.” ucap pelayan wanita sambil menunduk ke arah Kaisar. “Iya, gue tau kok. Kerja bagus ya. Ingat, jangan bilang siapa-siapa. Kalau sampai bocor, gue pastiin lo pelakunya.”“I—iya Mas. Saya paham.” Pelayan wanita itu pun beredar dari hadapan Kaisar. Seperti peringatan Kaisar barusan, tidak boleh ada yang tahu kalau dia sengaja menumpahkan minuman ke dress Nara atas perintah Kaisar. Kaisar pun dengan tidak sabaran namun berhati-hati mengekori Nara ke kamar mandi. Nara pun tampaknya tak menyadari kalau dia sedang diikuti, hingga tangannya dicekal oleh Kaisar dari belakang dan otomatis dia berputar haluan menghadap pria itu. Mata Nara seperti mau melompat dari kedudukannya begitu juga dengan jantungnya. “Lo? Ngapain ngikutin gue ke mari?” Alih-alih menjawab, Kaisar malah
Di luar di antara orang ramai sedang menikmati hidangan, Rega tampak bolak-balik mengecek jam tangan. Pasalnya, Nara belum juga pulang dari belakang, sudah hampir 20 menit berlalu. Hanya mencuci dress yang ketumpahan tidak perlu selama itu, kan? “Nara mana sih? Apa gue susul aja?” Rega bertanya dengan dirinya sendiri, kemudian keningnya terlihat berkerut. “Nggak usah aja deh. Apa kata orang kalau ada yang melihat gue di depan toilet cewek?” putusnya kemudian. Hal serupa juga terjadi pada Luna. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling demi mencari keberadaan suaminya, tapi tak kunjung ketemu. “Di mana sih dia? Bahkan dihari penting begini dia tak mau mendampingi aku sampai akhir. Dasar! Suami gila. Awas saja kalau sampai dia pergi menemui pacar barunya itu.” ***Aldo, karyawan pria satu-satunya yang dipekerjakan Luna kebetulan sedang mengecek sesuatu di belakang ketika tiba-tiba mendengar suara srat-sret seperti suara gesekan sepatu di loron
“Yang tadi itu, bukankah suaminya Luna? Siapa namanya? Kaisar? Kenapa dia keluar dari toilet bersama seorang wanita?” Rupanya Aldo tidak langsung pergi setelah tidak mendengar bunyi srat-sret di lorong menuju toilet tadi, dia sengaja bersembunyi untuk melihat siapa yang kemudian keluar dari sana. Dan siapa yang dia temukan? Kaisar bersama seorang wanita muda. Apa dia berselingkuh dari Luna? Apa Luna sudah tahu? Apa itu sebabnya Luna terlihat tidak baik belakang ini? Lalu, begitu Aldo keluar, ia mendapati penampakan aneh dan membingungkan. Wanita muda yang tadi bersama Kaisar malah menghampiri seorang pemuda yang baru dikenalnya adalah adik ipar Luna, lebih tepatnya adik kandung Kaisar. Jadi, maksudnya, Kaisar bermain api dengan pacar adiknya sendiri? Ah, apa-apaan ini? Aldo sendiri jadi bingung. Haruskah aku beritahu Luna siapa selingkuhan suaminya? “Aldo, kamu juga belum pulang?” Suara Luna mengagetkan Aldo sekaligus menyadarkannya kalau hari sudah semakin larut. Tamu undangan