"Kamu sudah mulai kurang ajar, ya! Pergi kau dari sini. Aku sudah gak berniat lagi terhadapmu, Nes. Silahkan keluar kalau mau mengambil jalanmu sendiri." Teriak Mas Rama dengan wajah merah padam karena sudah dikuasai oleh emosi. Mas Rama telah berani mengusir aku. Heran ya ... yang salah dia karena sudah lancang mengambil uang aku tetapi malah dia pula yang marah-marah."Gak usah kamu usir aku, Mas. Aku akan keluar sendiri dari rumah ini. Mas pikir aku betah tinggal disini?" Segera saja aku berlalu ke kamar untuk mengambil barang yang akan aku bawa ke rumah baru.Sekilas aku lihat ibu mertua senyum-senyum. Mungkin beliau lagi bahagia karena sudah berhasil membuat aku diusir oleh Mas Rama. Tidak masalah. Kita lihat saja nanti, apa mereka akan lebih bahagia tanpa kehadiranku disampingnya?'Dan ingat ya Mas. Akan ku buat perhitungan dengan kamu dan keluargamu. Aku seorang istri yang kamu zholimi. Semoga saja kalian mendapat balasan setimpal atas perbuatan yang telah kalian perbuat terhad
"Silahkan masuk, Bu Agnes. Rumahnya sudah saya bersihkan. Tinggal susun barangnya aja," ujar petugas kebersihan ramah. Beliau bersama sang istrinya dengan sukarela membersihkan rumah yang akan kami tempati."Waduh ... kenapa Bapak bersihkan. Saya jadi gak enak jadinya," ujarku seraya masuk ke dalam rumah sambil meletakkan tas yang berisikan baju kami berdua."Gak apa-apa, Bu. Dibikin santai saja." timpal Bu Ijah istri dari petugas kebersihan seraya meletakkan gelas berisikan teh hangat diatas tikar yang sudah digelar sebelum kami sampai tadi."Diminum, Bu. Dibelakang ada ceret dan udah saya isikan air juga. Nanti kalau ada waktu baru ibu bisa beli dispenser. Sebelum Ibu beli dispenser ambil saja air dirumah." Pak Ahmad dan istrinya sangat baik terhadap kami berdua."Dan didapur juga ada makanan seadanya buat ibu dan Niken. Sudah saya simpan dibawah tudung saji, ya, Bu. Saya mohon Ibu jangan tersinggung. Saya lakukan ini karena saya takut ibu gak sempat beli makanan," ucap Bu Ijah.Aku
"Nak, kawani Mama belanja ke pasar, ya? Mama mau membeli tempat tidur dan lemari," ujarku mengalihkan pembicaraan."Boleh juga, Ma," ujar anakku dengan wajah sendu seakan tidak bersemangat."Nanti Niken minta beliin apa, Nak? Mama lagi banyak uang nih. Baru dapat uang sertifikasi," ujarku menghibur. Sebenarnya uang hanya cukup sampai beberapa hari kedepan tetapi melihat anakku sedih begitu, ingin rasanya kuberikan apa saja yang aku punya yang penting anakku kembali ceria lagi."Gak usah, Ma. Takutnya nanti kita gak makan karena kehabisan uang,""Gak habis, Nak. Ayo, kita jalan-jalan sekalian belanja." Aku berusaha tersenyum didepan Niken seraya menunjukkan isi dompetku yang penuh sesak. Padahal karena uang receh sehingga nampak banyak."Ayo!" Ujar Niken antusias.Setelah mengganti baju akhirnya kami berangkat ke pasar dengan naik becak yang sudah dipesan oleh pak Ahmad.Seketika wajah Niken kembali ceria. Dia bercerita panjang lebar."Besok kalau Niken mau ke sekolah enak ya, Ma. Deka
Sepulang dari pasar, aku begitu terkejut melihat Mas Rama sudah berada di halaman rumah dan berbincang-bincang dengan pak Ahmad. Entah angin apa yang telah membawanya kemari."Assalamualaikum." Sapaku tetapi tidak dengan Niken dia langsung berlalu saja dari hadapan papanya seakan tidak pernah mengenali sama sekali."Wa alaikum salam. Niken gak kenal lagi sama Papa ya, Nak?" Tanya Mas Rama yang sedang berdiri di halaman rumah dan menatap nanar kepada anak gadis semata wayang kami."Saya tinggal dulu, Pak Rama." Pak Ahmad permisi pulang karena orang yang ditunggu Mas Rama sudah datang."Oh ya ya, Pak. Terima kasih teh manis dan gorenganya." Ucap Mas Rama sumringah. Iyalah Mas Rama bahagia karena sudah mendapat teh manis dan gorengan gratis. Kalau beli mana mau dia membelinya. Suamiku kan makhluk paling pelit sedunia. Jangankan untuk orang lain untuk dirinya sendiri aja pelitnya minta ampun.Setelah kepergian Pak Ahmad, nampaknya Mas Rama ingin mengajak Niken berbicara. Mungkin dia sudah
"Oh iya. Kenalin dong selingkuhan kamu sama aku." Setelah menyakiti dan mengkhianati masih berani juga lelaki berkaos biru itu menjumpai kami lagi. "Apa maksudmu, Dek?" "Saranku ya? Mas! Lebih baik kamu itu nikahin aja dia dan ceraikan aku. Dia itu nampaknya cocok jadi istri dan menantu ibu, dibandingkan aku hanya perempuan desa yang tidak ada kerennya sedikitpun. Wanita yang hanya bisa dikuras uangnya saja. Tetapi malu untuk diajak bertemu kawan atau kerabat." Sindir aku. "Kamu apa-apaan sih." Lelaki yang masih berstatus suamiku itu tetap tidak mengakui kesalahannya. Lelaki sok suci dan tidak tahu malu. "Mas, Aku ini bukan wanita yang bisa menghabiskan uang untuk beli skincare dan baju-baju mahal. Lagian bagaimana mau keren jika uang dari hasil aku bekerja habis buat membiayai keluarga suamiku. Ups!" Aku berpura-pura keceplosan dengan menutup mulutku dengan telapan tangan. "Selingkuhan apa sih, kamu jangan menuduh Mas macam-macam. Mas itu gak pernah selingkuh. Atau kamu itu seng
"Kamu mau kemana, Dek?" Tanya Mas Rama saat aku keluar, hendak menunggu taksi online yang sudah aku pesan sejak tadi diwaktu kami masih di dalam kamar."Mas gak perlu tau kemana kami mau pergi. Mas urus saja selingkuhan dan adik Mas yang lebih membutuhkan perhatian. Saya ini hanya orang lain jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujarku seraya berjalan menuju ke pinggir jalan untuk menunggu jemputan. Ingin rasanya segera menghilang saja dari hadapan Mas Rama. Lelakiku hanya datang saat dia butuh saja. Jika tidak, bayangannya saja tidak nampak dari hadapanku."Yang Mas nanya lain, kenapa malah jawabnya lain, Dek? Bikin naik darah aja kamu. Jangan buat kesabaran suamimu ini habis." Dengan kesal Mas Rama menonjok dinding ruang tamu sekejap aku melihat beliau menggigit kepalan tangannya. Mungkin Mas Rama sedang menahan rasa sakit. Biasalah, lelaki yang hanya berlindung diketiak mamaknya, sekarang sok jagoan. Baru segitu saja sudah kesakitan."Udahlah, Mas. Tolong jangan ganggu kami lag
"Ma, kita mau kemana, sih? Masak Mama main rahasia-rahasiaan sama anak sendiri." Tanya Niken saat kami sudah berada dalam taxi online yang akau pesan untuk berangkat ke rumah Haji Bakri. Beliau adalah seorang kontraktor yang sudah sangat berpengalaman dalam bidangnya. "Kita mau ke rumah Haji Bakri, Nak. Kamu masih ingat 'kan? Bapak-bapak yang pernah ke rumah nenek saat kakek meninggal?" Tanyaku pada Niken dan nampak anak itu sedang berfikir keras mengingat-ingat rupa orang yanag melayat waktu itu. "Oh ya ... ya. Niken ingat, Ma," ucap anakku sambil mengetuk-ngetuk dagunya seolah-olah sedang berfikir keras. Aku tersenyum sendiri melihat tingkah anak semata wayang kami. "Terus mau ngapain kita ke sana? Kan lebaran masih lama, Ma." Tanya Niken dengan polosnya. Ingin rasanya aku tertawa melihat kepolosan gadis kecilku. "Ya elah. Nak ... Nak. Masak mau silaturrahmi harus nunggu lebaran sih? Ada-ada aja anak Mama sekarang ya!" Tukasku seraya membelai lembut pucuk kepala gadis kecil penyu
"Jawab dulu pertanyaanku. Kenapa kamu hanya berdua dengan anakmu, Nes? Kok seperti orang baru diusir saja. Suamimu mana?" tanya Raka dengan mata mendelik."Apa kemana-mana harus pergi sama suami? Aku ini wanita mandiri, Raka. Semua bisa aku kerjain sendiri tanpa bantuan suami atau siapapun. Apa ada yang salah jika aku pergi kemana-mana tanpa suami?" Aku balik bertanya."Iya salah lah, Nes. Kamu kan sudah berumah tangga. Masak suamimu membiarkan kamu berdua saja sama anak kecil pulang kampung. Bukan gak jauh dari tempat asal suamimu kesini. Butuh delapan jam 'kan?""Aku aja biasa aja kalau mau kemana-mana sendirian, Raka. Kamu aja yang terlalu berlebihan," jawabku santai."Bukan berlebihan, Nes. Bagaimanapun aku masih sayang sama kamu. Jadi aku gak mau kamu kenapa-kenapa." Degh ... tiba-tiba jantungku seakan berhenti berdetak. Disatu sisi ada bunga-bunga bahagia mendengar pengakuan Raka tapi disisi lain aku merasa sedih karena bagaimanapun kami tidak akan bisa hidup bersama."Apaan sih