"Agnes!" pekikku dalam hati.Agnes hanya diam menatap kami berdua yang sudah menunggunya sedari tadi. Mantanku semakin cantik saja dengan balutan dress syar'i yang menutup seluruh tubuhnya. Walaupun memakai baju yang menurut penglihatan mata ini terlalu kebesaran dan hanya menampakkan wajah saja, tetapi masih terlihat aura kecantikannya.Anak kecil berusia tujuh tahun itu, selalu setia berdiri di sebelah Agnes. Tangannya tidak lepas memegang jari jemari sang mama. Gadis kecil tersebut adalah anak semata wayang kami, bernama Niken. Bidadari kecil yang sudah lama aku abaikan sekarang sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan manis seperti ibunya."Matamu melotot melihat mantan! Awas aja kalau kamu macam-macam, Mas." Tiba-tiba Vita mengancam. Memang dia hanya berbisik di telingaku seraya satu tangan menyikut perut ini. Tapi bisa kulihat raut wajahnya begitu menyimpan kemarahan yang amat besar."Jangan aneh-aneh kamu, Dek. Mana mungkin aku akan mencintai dia lagi. Rasaku untuknya s
Setelah selesai dan mendapatkan kesepakatan harga akhirnya Agnes dan Niken permisi pulang. Hatiku kebat-kebit tidak menentu. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan bertemu dengan Niken. Momen ini harus aku pergunakan sebaik mungkin. Tanpa berfikir panjang aku mengejar Niken dan sangat ingin memeluknya. Kerinduanku terhadap sang buah hati sangat menggebu-gebu.Bersama Vita, aku tidak bisa mempunyai anak karena istri mudaku tidak mau ada kehadiran anak dalam rumah tangga kami. Dia menganut budaya childfree. "Dek, kamu di sini dulu, ya? Mas mau ke toilet sebentar." pamitku dan langsung saja berdiri serta melangkahkan kaki menuju ke belakang cafe tanpa menunggu jawaban dari Vita.Kaki ini terus saja melangkah mencari keberadaan Agnes dan Niken.Mereka cepat sekali menghilang dari pandangan. Padahal tadi mereka masih berjalan bergandengan tangan menuju ke arah kasir. Apa mereka mau memesan makanan? Apa mungkin makanannya dibungkus. Coba cari saja dulu. Mana tau mereka sedang menunggu p
Pov Agnes."Agnes!" suara mantan suamiku terdengar begitu menyebalkan di telinga ini. Ingin rasanya aku bersembunyi dan tidak menjumpai lelaki itu lagi. Terlalu sakit bagai disayat-sayat sembilu atas apa yang sudah torehkan di hati ini. Jika kami berlari menjauh dari mas Rama tetapi rasanya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain petak umpet. "Ada apa kamu mencari-cari saya?" tanyaku."Mas kangen sama kalian, Nes. Bisa kah kita bicara sebentar saja?" ujar mas Rama dan dia berusaha berjalan sejajar dengan kami. Tanganku begitu kuat dipegang Niken seakan dia tidak ingin berpisah."Jangan suka mencari masalah. Saya gak mau jika istrimu berprasangka buruk terhadap saya. Jadi tolong menjauh dan jangan usik lagi hidup kami. Aku tidak mau berantem hanya karena memperebutkan satu orang lelaki macam kamu! Macam tidak ada lelaki lain saja di dunia ini!" hardikku seraya berjalan meninggalkan lelaki yang pernah merajai hati ini beberapa tahun yang lalu. Namun sekarang jangankan bertahta d
"Mas Rama!!" teriak istri mas Rama seraya terus berjalan menghampiri kami.Begitulah jika wanita yang tidak tahu malu. Tidak peduli dia sedang berada dimana. Seakan dialah manusia paling benar. Merasa paling suci. Padahal dia yang merebut suami orang tetapi dnegan tidak tau malunya berteriak aku yang merebut suaminya."Hei, berani sekali kamu menggoda suamiku." Dasar wanita tidak tahu malu. Dia sendiri pelakor tapi malah menuduh aku pelakor. Yang merebut suami dia itu siapa? Gak malu dan gak tahu malu. Malah dia bagaikan orang kebakaran jenggot."Sttt jangan keras-keras sayang. Malu dilihat orang." Mas Rama berusaha menenangkan istrinya, satu tangannya berusaha merangkul bahu sang istri tetapi segera ditepis sama wanita bar-bar tersebut. Cantik sih cantik tapi di mataku Vita ini wanita tidak punya akhlak apalagi tatakrama."Biar aja, Mas. Biar semua orang tahu kalau wanita jalang ini pelakor. Menggoda suami orang. Pura-pura jual mahal padahal gratis saja gak ada yang berminat." hina
Pov Vita."Siapa itu Raka, Dek? Mas lihat kamu seperti mencari perhatian di depan dia. Sampai menjelasi secara detail bahwa kamu itu wanita baik-baik. Emang ada hubungan apa antar kamu dan Raka?" Tanya mas Rama saat kami sudah berada di dalam mobil. Kami segera pulang setelah Agnes membatalkan penjualan asetnya kepada kami, karena masalah sepele tersebut. Dan yang lebih menyebalkan lagi mas Rama mulai curiga jika aku dan mas Raka pernah menjalin hubungan yang serius. Bukan ... bukan hubungan sih sebenarnya. Tepatnya aku saja yang mencintai dan menyayangi Raka. Perasaan ini tidak bisa kututupi. Aku terlalu mencintai Raka. Apa pun akan ku lakukan untuk mendapatkan cintanya. Sampai-sampai istri dan anaknya Raka berhasil aku singkirkan. Mereka meninggal karena kecelakaan yang aku buat. Aku sengaja merusak rem mobil yang digunakan oleh istrinya Raka. Saat itu istri Raka hendak berlibur ke rumah orang tuanya di desa. Kebetulan jalan menuju ke desa tersebut penuh dengan tanjakan serta tur
Tok ... tok ... tok."Assalamualaikum." Terdengar suara pintu utama di ketuk oleh seseorang dan aku sangat mengenal suara itu. Siapa lagi kalau bukan wanita yang telah melahirkan suamiku ke dunia ini."Wa alaikum salam." jawabku seraya berjalan ke arah pintu utama dan membukanya untuk dua wanita yang sangat disayangi oleh suamiku."Silahkan masuk. Bu, Sin. Mas Rama lagi di kamar dan pintunya dikunci. Entah apa salah aku sehingga mas Rama sangat membenci aku saat ini." Aku berusaha menjelaskan duduk persoalan. Mertua dan Sinta berjalan menuju kursi tamu dan mendudukkan tubuhnya di sana."Ada masalah apa sih kalian berdua? Berantem saja pun Ibu lihat. Masalah kalian berdua gak ada habis-habisnya." tanya ibu mertua."Mas Rama kayak anak kecil, Bu.""Vit, Ibu haus. Bisa ambilkan ibu minuman dingin? Diluar cuaca panas banget." Aku hanya mengangguk dan berjalan ke dapur, membuka kulkas dan mengambil satu botol minuman dingin beserta gelasnya. Setelah sampai di ruang tamu aku letakkan gekas
Pov Rama"Ibu, kapan datang? Kok Rama gak tau Ibu disini? Sudah makan?" Aku berjalan mendekati wanita yang telah melahirkan aku ke dunia ini. Meraih tangannya dan mencium dengam takzim."Ibu barusan saja sampai, Nak. Ibu sudah makan tadi di rumah. Kamu sendiri apa sudah makan?" Aku menjawab dengan hanya mengangguk saja dan setelah itu aku juga ikut duduk bersebelahan dengan ibu."Rama, katanya kamu sudah rujuk sama wanita udik itu ya?" Pertanyaan ibu membuat aku terkejut dan mata ini menoleh ke arah Vita. Sungguh pandai dia mengarang cerita. Kenapa baru sekarang aku menyadari jika istri ku ini bukan wanita baik-baik. Licik dan tidak tahu diri. Berbuat kesalahan tapi tidak pernah mau intropeksi diri."Mas kok diam saja? Apa benar yang dikatakan ibu barusan, Mas." Sekarang Sinta ikut meneror aku dengan berjuta pertanyaan yang membuat aku pusing untuk menjawabnya. Bagaimana aku bisa menjawab sementara yang mereka tanyakan itu tidak benar sama sekali."Rama kamu kok diam, Nak. Berarti ben
"Masuk ya, sayang?" ujarku lembut seraya menarik lembut wanitaku untuk masuk ke kamar.Vita mengikuti saja ajakanku untuk masuk ke kamar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.Ia berbaring di ranjang dengan menghadap ke arah dinding."Adek masih marah sama Mas?" Tanyaku. Aku ikut berbaring disebelah Vita seraya memeluknya dari belakang."Hmm ..." sahutnya singkat.Aku pun mulai mengelus perut Vita dengan lembut. Perlahan kuberikan sentuhan-sentuhan halus di tubuhnya. Semakin lama hasratku semakin bergejolak. Hasratku meminta lebih dari itu."Sayang ..." panggilku penuh kelembutan seraya menyentuh wajah cantik Vita."Ada apa, Mas?" tanya Vita dengan suara yang lembut mendayu-dayu. Mendengar suaranya saja membuat jantungku ingin lepas rasanya.Ingin rasanya aku tuntaskan segera hasratku yang sudah lama tidak terpenuhi. Vita sering menolak ajakan untuk bermesraan dengan alasan yang menurut aku sangat tidak masuk akal."Mas, rindu." ujarku seraya mengecup pucuk kepalanya.Tiba-tiba Vita ban