YORKSHIRE
Jeremy sudah tidak ingat kapa terakhir dirinya melihat halam rumput keluarga Loghan. Rumah utama masih terlihat sama tidak banyak yang berubah sejak dirinya datang untuk menghadiri pemakaman sang kakek sepuluh tahun lalu. Bahkan pagar kudanya juga masih sama.
Sejak Jeremy dan James berumur belasan tahun mereka sudah tinggal di sekolah asrama elit di Washington dan hanya sesekali mengujungi sang kakek saat musim libur. Mereka akan menghabiskan masa libur dengan berkuda di tanah keluarga mereka yang luas dengan perbukitan hijau. Tanah yang sampai sekarang masih alami tak terjamah oleh moderenisasi. Seluruh tanah dan properti keluarga Loghan memang masih utuh terjaga. Semua itu adalah warisan turun temurun dari leluhur nenek moyang mereka yang pernah menjadi penguasa di perbatasan Utara Inggris.
"Oh, Tuanku sejak kapan Anda datang?" kaget salah seorang pengurus rumah begitu melihat Jeremy Loghan berdiri di ambang pintu.Jeremy juga sudah mengenal Mr. Papkins, pria yang sekarang pipinya sudah bergelambir keriput karena telah bekerja pada keluarga Loghan sejak mendiang kakeknya masih muda. Pria itu terlihat gugup ketika mempersilahkan masuk. "Apa Anda datang sendiri?" Jeremy mengabaikan pertanyaan Mr. Papkins dan malah segera balik bertanya."Di mana saudaraku?"
"Tuan muda James ada di kamarnya."
"Oh." Jeremy hampir lupa jika James lumpuh sejak kecelakan yang juga merenggut istrinya dan kabarnya sekarang juga sedang sekarat.
Jeremy berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke halaman belakang di mana terdapat kolam air mancur. Semuanya juga masih sama tidak ada yang berubah. Halaman hijau dan perbukitan rendah terbentang sejauh mata memandang yang juga masih merupakan tanah keluarga Loghan.
"Siapa itu?" tanya Jeremy begitu melihat wanita muda yang sedang berkuda dengan seorang gadis kecil.
"Itu keponakan Anda Tuanku, dan pengurusnya nona Gabriela Harlot."
"Seorang Harlot?" heran Jeremy.
"Keponakan Mr. Harlot, dulu Nona Geby adalah sekertaris tuan muda James sebelum mengalami kecelakan dan ikut pindah kemari untuk mengurus tuan muda serta putrinya."
"Mengesankan," sarkas Jeremy karena semula sempat ingin bersimpati dengan nasib malang saudaranya yang cacat dan kehilangan istri. Ternyata James malah menikmati hidup damai di rumah besar dengan halaman hijau bersama pengasuh mudanya yang cantik dan juga seorang Harlot. 'Benar-benar konspirasi yang luar biasa' pikir Jeremy.
"Mari, Tuan, saya akan menyuruh Beatris untuk menyiapkan kamar Anda."
"Kau tidak perlu repot aku hanya akan menemui James sebentar, tidak perlu menginap."
"Mr. Papkins!" triak seorang gadis kecil yang baru diturunkan dari pelanan kuda dan sedang berlari sambil meloncat-loncat menghampirinya.
Geby masih menyerahkan kudanya pada pengurus istal sementara Lily sudah berlari kembali ke dalam rumah seperti biasanya.
"Oh, kemarilah Nona kecil," pangil Mr. Papkins sambil mengulurkan tangannya. "Beri salam hormat untuk pamanmu."
Lily segera menuruti perintah Mr. Papkins seperti yang sering diajarkan Geby untuk memberi salam hormat kepada orang yang lebih tua meskipun gadis itu masih belum begitu paham dengan istilah paman yang sepertinya juga baru dia dengar hari ini.
"Aku mau puding?" kata gadis kecil itu pada Mr. Papkins setelah merasa telah menuruti perintahnya.
"Geby akan mengajakmu menemui Beatris di dapur." Mr. Papkins sedikit merunduk untuk bicara dengan nona kecilnya.
"Geby!" Lily langsung berpaling pada Geby yang baru datang menyusul sambil berjalan melepas sarung tangan dan sepertinya Geby juga baru tahu jika sedang ada tamu.
Geby tersenyum karena sudah mengenali Jeremy Loghan dari lukisan besarnya yang terpajang di dekat perapian ruang baca. Lukisannya dipajang bersebelahan dengan sang kakek dan James. Meski kesannya agak berbeda ketika melihat langsung, tapi Geby senang karena akhirnya bisa benar-benar bertemu dengan seorang Jeremy Loghan.
Berbeda dengan James yang selalu terlihat ramah, menurut Geby, Jeremy memiliki tatapan yang lebih tajam dan terkesan dingin untuk didekati walapaun tetap saja dia juga tampan layaknya seorang Loghan. Sepertinya Jeremy juga lebih tinggi dari James jika sama-sama berdiri tegak. Secara keseluruhan lebih banyak Sir William Loghan pada dirinya dibanding James yang lebih mirip sang ibu jika Geby membangdingkan mereka dari lukisan yang banyak terpajang di dinding.
Jeremy juga sedang memperhatikan wanita muda itu walaupun tidak membalas keramahannya sama sekali. Jeremy hampir mengetahui semua anak-anak Mr. Harlot tapi memang baru kali ini dia tahu jika Mr. Harlot juga memiliki keponakan perempuan. Walaupun sudah saling tahu tapi Mr. Papkins tetap memperkenalkan mereka. Geby mengulurkan tangan layaknya seorang Amerika.
"Senang bertemu dengan Anda, Nona Harlot," hanya itu yang diucapkan Jeremy tanpa menghiraukan uluran tangan Geby.
Geby segera menarik kembali tangannya dengan tetap tersenyum dan menghargainya sebagai tuan muda yang layak untuk lebih dihormati meskipun jaman sudah sangat moderen dan dirinya adalah seorang Amerika yang tidak mengenal sistem monarki.
Setelah berkenalan, Geby segera permisi untuk mengajak Lily pergi karena tidak ingin mengganggu urusan seorang Jeremy Loghan.
"Aku mau puding," ucap gadis kecil itu ketika Geby mengajaknya berjalan.
"Kita temui Beatris di dapur apa dia masih menyimpan puding untukmu."
Diam-diam Jeremy juga masih memperhatikan sampai kedua orang itu pergi dan ruangan kembali hening karena hanya ada dirinya dan Mr. Papkins.
"Aku mau bertemu James!"
{Cerita ini adalah karya asli dari penulis 'jemyadam' jika menemukan karya ini di manapun dengan nama penulis lain tolong bantuanya untuk melaporkan ke penulis melalui Instagrm 'jemyadam8' / F*B jemyadam. Dukungan pembaca sangat berarti bagai kami untuk terus bisa berkarya} Aku perlu menyisipkan pesan ini secara acak untuk menghindari pencurian karya yang pernah terjadi sebelumnya. Ceritaku dicuri besar-besaran dan dijual dengan nama penulis lain.
Jeremy langsung menatap dingin pada saudaranya yang baru didorong keluar dengan kursi roda oleh seorang wanita. Di mana James Loghan yang dulu terkenal paling gagah ketika berdiri di atas singgasana keluarga Loghan. Karena yang Jeremy lihat sekarang hanyalah pria cacat menyedihkan, hanya bisa duduk di atas kursi roda dan sedang sekarat. Sebenarnya Jeremy bukannya tanpa hati untuk bersimpati pada nasib malang saudara laki-lakinya, tapi jika kembali melihat wanita muda yang sedang berdiri di samping James, seketika kemurahan hatinya yang cuma tinggal seujung jari itu pun ikut lenyap. "Terimakasih kau sudah mau pulang," sambut James lebih dulu. "Apa tidak bisa kita hanya bicara berdua?" sarkas Jeremy ketika melihat pada Gabriela Harlot yang menurutnya tak lebih dari produk konspirasi dari seorang Harlot yang cerdas. Jeremy tahu semua anak-anak Harlot adalah orang-orang yang sangat berpendidikan. Tidak ada seorang Harlot yang bodoh hingga mau menghabiskan waktu dengan pria cacat h
Geby baru akan mengambil kudanya dari istal ketika mendengar suara ringkihan kuda yang tidak biasa dari istal khusus. Buru-buru Geby memastikan dan tidak menyangkan bakal menemukan Jeremy Loghan berada di istal kuda. Pria kaya itu memang sama sekali tidak cocok untuk berada di istal kuda. Gaya dan pakaiannya terlalu mahal untuk dibawa berkeliaran di dekat tumpukan jerami.Sebenarnya tadi Jeremy ingin mencari kuda kakeknya, karena dulu istal khusus tersebut memang cuma di tempati oleh King kuda hitam kesayangan sang kakek. Tapi sepertinya kuda itu memang sudah tidak ada dan sekarang ditempati kuda lain yang hampir mirip."Sebaiknya Anda hati-hati karena Prince agak sensitif dengan orang asing." Geby memperingatkan ketika melihat Jeremy hendak menyentuh kepala kuda tersebut."Sepertinya Anda ada di mana saja, Nona Harlot?" sarkas Jeremy yang masih sama sekali tidak menghargai keramahannya.Kali ini pria tersebut sudah berpaling dan menghadap pada Geby yang sudah siap dengan pakaian berku
Mr. Papkins melihat Geby kembali dari istal tapi tidak membawa kuda. Geby langsung masuk ke kamarnya dan tidak keluar lagi sampai beberapa lama. Sebenarnya Mr. Papkins juga khawatir tapi rasanya tidak etis untuk ikut campur. Geby berdiri di depan cermin melihat dirinya sendiri yang masih sangat marah tapi tidak bisa asal memaki pada pria seperti Jeremy Loghan walaupun pria itu sudah sangat berani menciumnya. Kenyataanya mereka berdua sama-sama orang dewasa yang berpendidikan dan tidak selayaknya bertengkar seperti tadi. Sangat memalukan untuk sekedar dipikirkan apalagi dibahas. Geby cuma kembali berkumur-kumur kemudian mengambil tisu untuk membersihkan bibirnya entah untuk apa karena sebenarnya juga tidak berguna kecuali hanya untuk sedikit menghibur kekesalannya sendiri sebelum berani keluar dari kamar untuk mencari James. "Di mana James?" tanya Gaby pada Mr. Papkins. "Tuan muda James masih berada di ruang kerjanya bersama Mr. Rich. Mr.Rich adalah notaris kepercayaan James yang k
Kondisi James terus menurun dengan cepat, Geby mulai khawatir jika James tidak akan sanggup melalui akhir tahun ini. James sudah tidak bisa lagi duduk di kursi roda, dia hanya bisa berbaring di atas ranjang dan sudah sama sekali tidak bisa bergerak. Kadang dia ingat untuk memanggil Geby kadang juga sudah lupa dengan namanya. Terakhir James hanya menyebutnya 'kau cantik' kemudian Geby mengangguk dan menciumnya.Geby tidak pernah menyangkan jika dirinya akan dilupakan oleh James dengan cara seperti ini, cara yang tidak bisa dia benci dan rasanya ternyata jauh lebih berat dari dilupakan kekasih karena pengkhianatan. Hal itu membuat Geby semakin sadar jika cinta, kebencian, kebahagiaan, dan kesedihan batasnya sangat tipis. Karena begitu ingatan memudar semua itu sudah tidak akan ada artinya lagi.Lantas untuk apa manusia masih suka mempertahankan kebencian jika sebenarnya tiap tarikan napas mereka jauh lebih berharga untuk sama-sama bahagia. Berapapun sisa waktu yang dimilik James, tiap det
Geby baru kembali melihat Jeremy Loghan ketika makan malam. Geby yang baru bergabung memilih duduk di samping sang paman dan berhadapan dengan sepupunya Tobias yang duduk bersebelahan dengan Mr. Rich. Jeremy Loghan duduk di ujung meja sebagai tuan rumah. Meja persegi panjang dengan sepuluh pasang kursi itu malam ini diisi oleh lima orang dengan suasana yang masih hening dan sunyi dalam suasana duka. Geby hanya melihat sebentar pada Jeremy Loghan, cuma untuk sekedar memastikan jika pria itu masih utuh setelah menunggangi Prince seperti siang tadi. Meski hanya sepersekian detik Geby yakin Jeremy sempat menangkap sepasang manik matanya sebelum kemudian melanjutkan obrolanya dengan Mr. Rich."Kami akan kembali besok." Mr. Harlot bicara pada keponakannya dan Geby hanya mengangguk."Terimakasih Paman sudah bersedia datang.""Kami juga mencintai James," jawab sang paman.Kali ini Tobias Harlot yang meraih tangan Geby dari seberang meja. "Jaga dirimu baik-baik, Geby."Walaupun sudah tidak ada
Pagi-pagi Geby sudah bangun karena paman dan sepupunya akan pulang pagi ini."Jaga kesehatanmu, Geby," pesan sang paman ketika Geby memeluknya.Geby juga memeluk sepupunya dan membiarkan Tobias balas memeluknya dengan mantap seperti biasanya."Aku akan pulang saat nanti kau menikah." Gaby mendongak pada sepupunya yang tiga bulan lalu sudah bertunangan tapi Geby tidak bisa pulang karena kondisi James yang terus menurun."Kau juga harus mulai memikirkan masa depanmu sendiri!"Geby cuma mengangguk lesu tapi tetap tersenyum pada sepupunya. Di antara ketiga sepupunya Geby memang paling dekat dengan Tobias."Ayo,Gaby ku, kau wanita yang hebat!" Tobias Harlot menepuk punggung Geby agar kembali bersemangat seperti Geby yang mereka kenal dulu.Setelah mereka berdua pergi Geby segera mencari Lily ke kamarnya."Geby!" gadis kecil itu langsung berlari dan melompat ke pelukannya. "Aku kira mereka juga akan membawamu.""Oh, tidak sayang. Aku tidak akan ke mana-mana, aku akan selalu bersamamu.""Aku
Stelah James meninggal, bencana yang lain kembali datang. Jeremy Loghan akan membawa Lily bersamanya. Rasanya Geby benar-benar tidak sanggup untuk sekedar membayangkan hal itu. Lily masih sangat kecil dan Geby yakin Jeremy hanya akan menelantarkan Lily tanpa kasih sayang.Kesedihan mereka semua atas kepergian James masih belum usai dan sekarang semua orang di rumah keluarga Loghan juga ikut kembali bersedih dengan rencana Jeremy yang akan membawa Lily karena Jeremy juga tidak akan pernah mau tinggal di Yorkshire hanya untuk mengawasi keponakannya. Tidak ada yang berani menentang seorang Jeremy Loghan yang telah membuat sebuah keputusan apapun itu."Mr. Papkins mengatakan jika Anda mencari saya?" kata Geby setelah mengetuk daun pintu yang sudah setengah terbuka."Masuk dan tutup pintunya."Geby melihat Jeremy Loghan sedang duduk di kursi milik James, kursi bersandaran tinggi dengan lapisan kulit yang disamak lembut itu terlihat sangat hidup ketika Jeremy Loghan yang duduk di sana. Tempa
Semua orang mengucapkan selamat untuk pernikahan Geby dan Jeremy yang tetap terlihat sangat manis meskipun setelah duka yang menimpa keluarga Loghan. Sepertinya juga cuma seorang Jeremy Loghan yang berani mengelar pernikahan hanya berselang beberapa minggu dari kepergian kakak laki-lakinya. Walaupun dianggap tabu tapi tidak ada yang berani menghentikan kemauannya. Tidak sedikit rumor yang mulai beredar mengenai pernikahan mendadak mereka yang diragukan. Apa lagi semua orang yang berada di rumah keluarga Loghan juga tahu jika Geby sangat mencintai James, bagi mereka semua Geby adalah milik James. Tapi sepertinya Jeremy juga aktor yang brilian, dia tega mencium Geby di depan semua orang hingga membuat kepala Geby pening, bahkan dia belum berhenti sampai para tamu berhenti bertepuk tangan dan ikut merinding.Mereka tahu seorang Jeremy Loghan memang mampu mendapatkan wanita manapun, termasuk wanita yang masih mencintai kakak laki-lakinya. Dia muda, tampan, dan tentunya sangat kaya raya. Ju