Tsabi menunggu kepulangan suaminya yang tak kunjung muncul. Wanita itu mulai cemas lantaran Shaka tidak meninggalkan pesan apa pun. Ditambah ponselnya tertinggal, jadi tidak bisa saling memberi kabar. "Duh ... Mas Shaka ke mana sih, bikin orang cemas saja." Tsabi yang tidak tenang sampai mengabaikan rengekan Zayba. Wanita itu melamun di ruang tamu sembari menunggu kepulangan Shaka. "Apa aku telpon Khalif saja ya, mana tahu bisa bantu," ujar Tsabi tak bisa diam begitu saja. Namun, niatnya kembali bertentangan dengan naluri hatinya. Bagaimana nanti kalau ummi dan abi sampai tahu dan banyak tanya. Bukankah itu malah akan memperumit hubungan yang sudah diperjuangkan sejauh ini. Rengekan Zayba membuat Tsabi beranjak dari ruang tamu. Menghampiri putrinya yang sendirian di kamar. "Zayba, jangan rewel sayang, do'akan abi yang belum pulang. Semoga abi ingat Zayba ya di mana pun berada. Dia bisa pulang secepatnya," ucap Tsabi sembari menenangkan bayi mungilnya. Baby Zayba kembali diam sete
"Aku ke kamar mandi dulu Mas," ujar perempuan itu turun dari kasur. Sedang kurang mood, tapi bukankah keinginan suaminya tidak bisa ditolak. "Sayang, aku tunggu di kamar sebelah ya," kata Shaka beranjak. Mengikuti langkah Tsabi lalu ke kamar lebih dulu. Cukup lama pria itu menunggu, hingga sedikit tak sabar sampai menyusulnya. "Mas, ngapain di sini?" tanya Tsabi keluar dari kamar mandi mendapati Shaka menunggunya di depan pintu. "Nungguin kamu, mandi ya pantesan lama," kata Shaka melihat istrinya hanya dengan bathrobe saja. "Iya Mas, maaf membuatmu menunggu lama," kata Tsabi salah fokus. Dilihat suaminya sedemikian intens mendadak hatinya tak karuan. Shaka tidak mengatakan apa pun lagi. Langsung membungkuk mengangkat tubuh istrinya begitu saja. Spontan Tsabi memekik. Dia sampai menutup mulutnya sendiri karena merasa sedikit berlebihan. Pria itu langsung membawanya ke kamar sebelah. Kamar rahasia tempat untuk memadu kasih. "Wangi banget sayang, aku suka aromanya," kata Shaka mul
Shaka menemani Zayba sementara Tsabi membereskan sisa makan malam mereka. Keluarga kecil itu baru berkumpul lagi ke kamar setelah urusan ruang makan beres. Perempuan itu menyiapkan untuk besok. Sudah kembali mengajar lagi setelah tiga purnama cuti melahirkan. "Kamu tidur dulu nggak apa, ini sepertinya Zayba beneran ngajak begadang," kata Shaka pengertian. Mengingat istrinya juga sudah mulai sibuk besoknya. "Iya Mas, aku titip Zayba ya, dia nggak bobo-bobo, tadi melek jam segitu ya pasti betah sampai malam.""Nggak apa, biar aku yang jagain. Kamu istirahat gih, besok masuk biar segeran."Tsabi menurut, dia lekas menemui pembaringan. Menarik selimut mengistirahatkan tubuhnya. Sementara Shaka masih menemani Zayba yang masih melek sendirian. "Sayang, kamu mau nemenin papa kerja, heem ya, kok nggak ngantuk-ngantuk. Mau minum susu lagi?" kata Shaka sembari menyibukkan diri di depan laptop. Menyelesaikan desain yang diminta dari rekan Khalif. Rencananya akan segera dikirimkan setelah ter
Kerja sama yang bagus, baik Shaka, Zayba, dan juga Tsabi. Hari ini mereka benar-benar sibuk. Masih hari pertama dan semua berlanjut memutari hari berikutnya. Hingga beberapa hari berlalu, berjalan begitu saja. Mereka sudah mulai terbiasa dengan kesibukan itu. "Mas, kayaknya kita perlu orang buat bantu-bantu urusan rumah, sama jagain Zayba. Biar kamu fokus di toko aja. Kalau lagi ramai kan kerepotan," usul Tsabi sebelum tidur. Merasakan agak kewalahan juga setelah beberapa hari berlalu. Shaka merasa seperti itu, apalagi kalau pulang dari sekolahan istrinya sudah capek, masih harus sibuk di rumah dengan pekerjaan rumah tangga. Belum lagi mengurusi Zayba dan juga dirinya. "Iya nggak apa, aku ngikut kamu saja sayang," kata Shaka setelah berjalan beberapa hari dan terlihat bertambah kerepotan. Memang dirasa-rasa begitu. Suami paling tidak keurus pastinya. Kadang merindukan moment berdua saat waktu santai. Sekarang boro-boro, bertemu dengan bantal saja Tsabi hawanya ngantuk luar biasa.
Sepanjang perjalanan, Tasbi terus bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya dia mau dibawa ke mana. Suaminya sungguh misterius sekali. Dia terdiam mengamati jalanan, sesekali menoleh ke arah pak suami yang fokus mengemudi. Sementara Zayba anteng dalam pangkuan. Karena tak kunjung mendapat jawaban yang katanya surprise itu. Tsabi tak lagi bertanya, dia mengikuti ke mana suaminya akan membawa dirinya. Walau dalam hati penasaran luar biasa.Mobil itu berhenti tepat di depan sebuah restoran bergaya Eropa. Tsabi turun setelah Shaka membukakan pintu untuknya. Tak lupa menggendong Zayba yang sedari tadi dalam pangkuan."Mas, kita mau menghadiri jamuan makan malam siapa?" tanya Tsabi begitu turun.Lagi-lagi Shaka tak menjawabnya, dia tersenyum pelan seraya menuntun istrinya. Sementara tangan lainnya sibuk mendorong troli di mana baby Zayba tengah lelap di sana. Mereka mendekati meja yang begitu indah. Nampak dekorasi romantis tersaji di depan mata.Tsabi masih agak bingung, tetapi ia mengikuti i
"Serius atau ngeprank nih, nggak percaya," kata Shaka masih berharap istrinya hanya tengah menguji kesabaran. "Dua rius Mas, pantesan perut aku dari tadi nggak nyaman," jawab Tsabi sungguh hati. Seketika langsung membuat Shaka patah hati. "Padahal udah gini sayang, aku gimana?" keluh pria itu lagi merasakan ada yang tidak nyaman di bawah sana. "Gimana apanya?" tanya Tsabi pura-pura tidak paham saja. "Aku, ini sayang, beneran deh. Kamu bikin gemes, mau ya?" pinta pria itu penuh harap. Istrinya mau mengerti keadannya yang sudah mupeng sedari tadi. "Hihihi ... terus aku harus gimana Mas, please ... ngomong yang jelas," kata Tsabi jelas menggodanya. "Ish ... kok gemes sih. Ya tanggung jawab, masa disuruh tegak begini sampai pagi. Seminggu, no no no, yank ayo ah bisa.""Bisa apa?" tanya Tsabi lagi membuat Shaka makin gemas. Spontan menarik tangannya hingga Tsabi terjerembab ke dalam pelukannya. "Tanggung jawab istriku sayang, yang cantik sholehah dan pengertian. Masih banyak jalan m
"Kita susul umma ya," gumam Shaka pada bayinya. Dia tidak bisa diam begitu saja di rumah sedang istrinya belum pulang. Mana di luar hujan dan sebentar lagi gelap. Tentu saja sebagai seorang suami tidak tenang dihadapkan dengan situasi seperti ini. Pria itu langsung bersiap-siap setelah menunaikan sholat maghrib lebih dulu. Dia takut terjadi sesuatu di jalan sedang Tsabi butuh bantuan yang tak terduga. Barang kali motornya bermasalah mungkin, atau apa pun sedang dia berhalangan menghubungi suaminya. Pria itu mencoba menghibur diri sendiri. Agar tetap berprasangka baik dengan keadaan istrinya. Karena Tsabi pasti akan selalu menghubungi dirinya memberi kabar. Dia mempunyai Zayba, jadi tidak mungkin tidak pulang dalam keadaan apa pun. Shaka sudah bersiap-siap menghangatkan tubuh Zayba agar nyaman ikut keluar. Dia akan menempatkan bayinya di jok belakang dengan kasur khusus yang nyaman. "Adek tenang ya di sini, kita cari umma," kata pria itu bersiap menyalakan mesin mobilnya. Hatinya s
Shaka langsung mengechek sesuai mandat. Ternyata benar ponsel istrinya terdampar di sana. Syukurlah tidak ilang, walau sempat heboh. "Mas gimana? Ada kan?" tanya Tsabi menyusul seraya menimang Zayba. "Nggak ada sayang, kayaknya beneran ilang deh," sahut Shaka masih mencari di sana. "Hah, serius nggak ada. Ya Allah ... berarti beneran ilang," kata Tsabi sendu. "Ini bukan sayang?" tanya Shaka sengaja menggodanya. Tidak tega akhirnya langsung mengeluarkan ponsel istrinya yang tadi sudah diamankan. Sengaja ngeprank. "Ketemu? Kok tadi bilang nggak ada. Dih ... Mas sengaja ya, ngeselin banget, orang lagi panik malah dikerjain. Raja tega!" Tsabi merengut seraya mengomel. Masuk ke rumah begitu saja dengan wajah bete. Walaupun tidak benar-benar dari hati. Ia merasa lega begitu benda pipih kesayangannya itu ketemu. "Waduh ... merajuk nih kayaknya," gumam Shaka menyusul ke dalam. Langsung menghubungkan ponsel istrinya yang memang kehabisan saya. "Sayang, sorry, becanda dikit. Udah ketemu