Kerja sama yang bagus, baik Shaka, Zayba, dan juga Tsabi. Hari ini mereka benar-benar sibuk. Masih hari pertama dan semua berlanjut memutari hari berikutnya. Hingga beberapa hari berlalu, berjalan begitu saja. Mereka sudah mulai terbiasa dengan kesibukan itu. "Mas, kayaknya kita perlu orang buat bantu-bantu urusan rumah, sama jagain Zayba. Biar kamu fokus di toko aja. Kalau lagi ramai kan kerepotan," usul Tsabi sebelum tidur. Merasakan agak kewalahan juga setelah beberapa hari berlalu. Shaka merasa seperti itu, apalagi kalau pulang dari sekolahan istrinya sudah capek, masih harus sibuk di rumah dengan pekerjaan rumah tangga. Belum lagi mengurusi Zayba dan juga dirinya. "Iya nggak apa, aku ngikut kamu saja sayang," kata Shaka setelah berjalan beberapa hari dan terlihat bertambah kerepotan. Memang dirasa-rasa begitu. Suami paling tidak keurus pastinya. Kadang merindukan moment berdua saat waktu santai. Sekarang boro-boro, bertemu dengan bantal saja Tsabi hawanya ngantuk luar biasa.
Sepanjang perjalanan, Tasbi terus bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya dia mau dibawa ke mana. Suaminya sungguh misterius sekali. Dia terdiam mengamati jalanan, sesekali menoleh ke arah pak suami yang fokus mengemudi. Sementara Zayba anteng dalam pangkuan. Karena tak kunjung mendapat jawaban yang katanya surprise itu. Tsabi tak lagi bertanya, dia mengikuti ke mana suaminya akan membawa dirinya. Walau dalam hati penasaran luar biasa.Mobil itu berhenti tepat di depan sebuah restoran bergaya Eropa. Tsabi turun setelah Shaka membukakan pintu untuknya. Tak lupa menggendong Zayba yang sedari tadi dalam pangkuan."Mas, kita mau menghadiri jamuan makan malam siapa?" tanya Tsabi begitu turun.Lagi-lagi Shaka tak menjawabnya, dia tersenyum pelan seraya menuntun istrinya. Sementara tangan lainnya sibuk mendorong troli di mana baby Zayba tengah lelap di sana. Mereka mendekati meja yang begitu indah. Nampak dekorasi romantis tersaji di depan mata.Tsabi masih agak bingung, tetapi ia mengikuti i
"Serius atau ngeprank nih, nggak percaya," kata Shaka masih berharap istrinya hanya tengah menguji kesabaran. "Dua rius Mas, pantesan perut aku dari tadi nggak nyaman," jawab Tsabi sungguh hati. Seketika langsung membuat Shaka patah hati. "Padahal udah gini sayang, aku gimana?" keluh pria itu lagi merasakan ada yang tidak nyaman di bawah sana. "Gimana apanya?" tanya Tsabi pura-pura tidak paham saja. "Aku, ini sayang, beneran deh. Kamu bikin gemes, mau ya?" pinta pria itu penuh harap. Istrinya mau mengerti keadannya yang sudah mupeng sedari tadi. "Hihihi ... terus aku harus gimana Mas, please ... ngomong yang jelas," kata Tsabi jelas menggodanya. "Ish ... kok gemes sih. Ya tanggung jawab, masa disuruh tegak begini sampai pagi. Seminggu, no no no, yank ayo ah bisa.""Bisa apa?" tanya Tsabi lagi membuat Shaka makin gemas. Spontan menarik tangannya hingga Tsabi terjerembab ke dalam pelukannya. "Tanggung jawab istriku sayang, yang cantik sholehah dan pengertian. Masih banyak jalan m
"Kita susul umma ya," gumam Shaka pada bayinya. Dia tidak bisa diam begitu saja di rumah sedang istrinya belum pulang. Mana di luar hujan dan sebentar lagi gelap. Tentu saja sebagai seorang suami tidak tenang dihadapkan dengan situasi seperti ini. Pria itu langsung bersiap-siap setelah menunaikan sholat maghrib lebih dulu. Dia takut terjadi sesuatu di jalan sedang Tsabi butuh bantuan yang tak terduga. Barang kali motornya bermasalah mungkin, atau apa pun sedang dia berhalangan menghubungi suaminya. Pria itu mencoba menghibur diri sendiri. Agar tetap berprasangka baik dengan keadaan istrinya. Karena Tsabi pasti akan selalu menghubungi dirinya memberi kabar. Dia mempunyai Zayba, jadi tidak mungkin tidak pulang dalam keadaan apa pun. Shaka sudah bersiap-siap menghangatkan tubuh Zayba agar nyaman ikut keluar. Dia akan menempatkan bayinya di jok belakang dengan kasur khusus yang nyaman. "Adek tenang ya di sini, kita cari umma," kata pria itu bersiap menyalakan mesin mobilnya. Hatinya s
Shaka langsung mengechek sesuai mandat. Ternyata benar ponsel istrinya terdampar di sana. Syukurlah tidak ilang, walau sempat heboh. "Mas gimana? Ada kan?" tanya Tsabi menyusul seraya menimang Zayba. "Nggak ada sayang, kayaknya beneran ilang deh," sahut Shaka masih mencari di sana. "Hah, serius nggak ada. Ya Allah ... berarti beneran ilang," kata Tsabi sendu. "Ini bukan sayang?" tanya Shaka sengaja menggodanya. Tidak tega akhirnya langsung mengeluarkan ponsel istrinya yang tadi sudah diamankan. Sengaja ngeprank. "Ketemu? Kok tadi bilang nggak ada. Dih ... Mas sengaja ya, ngeselin banget, orang lagi panik malah dikerjain. Raja tega!" Tsabi merengut seraya mengomel. Masuk ke rumah begitu saja dengan wajah bete. Walaupun tidak benar-benar dari hati. Ia merasa lega begitu benda pipih kesayangannya itu ketemu. "Waduh ... merajuk nih kayaknya," gumam Shaka menyusul ke dalam. Langsung menghubungkan ponsel istrinya yang memang kehabisan saya. "Sayang, sorry, becanda dikit. Udah ketemu
"Terima kasih Nona, Anda piawai sekali," ucap Shaka terkekeh puas setelah mendapat sentuhan panas istrinya. Wanita itu semakin pintar saja menyenangkan suaminya. "Kamu sangat menyebalkan Tuan, lain kali biarkan aku istirahat lebih awal," jawab Tsabi tersenyum. "Baiklah, sebagai gantinya, aku akan memberikan pijatan gratis untukmu," katanya tenang. Balas tersenyum penuh arti. Wajahnya sumringah setelah mendapatkan suntikan vitamin malam. "Aku tidak percaya kamu amanah dalam hal ini. Berdosa kalau modus, apalagi sampai mendapat imbalan," kata Tsabi penuh kewaspadaan. Seketika Shaka tergelak, karena seringnya begitu, jadi Tsabi paham arahnya akan ke mana. "Hahaha. Aku sedikit terkesan. Terima kasih untuk ronde pertama. Jangan khawatir, aku tahu kamu pasti akan menolak untuk putaran kedua. Jadi, insya Allah kali ini pasti amanah, hanya memijat saja. Kamu capek kan?" ujarnya lembut. "Apakah bisa dipercaya?" tanya wanita itu ragu. Pasalnya, sudah berkali-kali tak sesuai ekspektasi. Ts
"Iya Mom, kapan sampai?" balas Tsabi ramah. Karakternya selalu lembut dan memenangkan, persis seperti ibunya. Walaupun sedikit barbar, Tsabi bisa menempatkan diri dengan tempat dan situasi yang tengah terjadi. "Tadi siang, kamu pulang sore terus? Kasunanan sekali Zayba ditinggal terus," katanya tak suka. Belum apa-apa mertuanya sudah protes. Tsabi terdiam, lelah seharian tidak baik rasanya langsung disambut hal begituan. Namun, ia harus maklum kalau urusan orang tua. Walau sering tidak berkenan dan kadang jelas menyinggung perasaannya. "Aku ke kamar dulu Mas," pamit Tsabi beranjak. Mengangguk ramah pada mertuanya, lalu masuk ke kamar. Di mana ada Zayba yang masih lelap. Rasanya rindu sekali dengan putrinya. "Maaf ya, belum sempat mengabarimu kalau mommy datang. Kamu pasti capek, mandi dulu sayang!" titah Shaka lembut. Pikirannya sedang tidak tenang sebenarnya, bagaimana caranya mengatakan kalau ibunya hendak ikut tinggal bersamanya. "Iya Mas, sebentar, aku agak pusing," jawab Tsa
"Iya Mom, mommy kan mau tinggal di sini jadi harus mengikuti aturan di rumah ini. Bukankah mengerjakan sholat itu sesuatu yang tidak sulit, kenapa wajah mommy terlihat keberatan.""Nanti mommy kerjakan di rumah, kamu duluan saja," sahut wanita itu tak langsung bergegas. "Iya Mom, perempuan memang sebaiknya mengerjakan di rumah. Shaka ke masjid dulu ya, assalamu'alaikum ...," ucap pria itu pamit. "Apa banget Shaka ini, sudah seperti Pak Ustadz saja yang tengah ceramah," gerutu Nyonya Jesy kesal melihat putranya yang sudah berubah seratus delapan puluh derajat itu. Perempuan itu tidak lekas beranjak, hanya menatap dengan malas. Membiarkan kain sholat itu teronggok di tempat semula tanpa tersentuh sedikit pun. Hatinya masih enggan beranjak dari tempat ternyamannya. Walaupun sebenarnya tidak nyaman sama sekali. Demi apa putranya yang dulu seorang penguasa kaya raya memilih tinggal di gubuk derita yang minum fasilitas mewah. Belum ada satu malam memutuskan tinggal di rumah itu saja Nyo