Hantaran Diminta Kembali Rizal berjalan mendekati Lila. Gadis itu sekarang sedang duduk mencangkung di sofa sambil melamun. Pandangannya kosong menatap ke sembarang arah."Minumlah!" ucap Rizal pelan. Pria itu mengulurkan Secangkir coklat panas itu pada Lila.Lila menerima cangkir itu dan menggenggamnya begitu saja. Ia merasakan panas cangkir itu menghangatkan tangannya yang dingin. Pelan Lila menyesap minumannya. Rizal melihatnya lekat-lekat. "Kamu lapar?"tanya Rizal pelan, Lila hanya menggeleng. Sejurus mereka hanya diam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. "Maaf, aku tadi pergi karena ada urusan di cafe," cerita Rizal tanpa diminta. Diam-diam pria itu merasa sedikit bersalah, karena telah meninggalkan Lila sendirian di tempat itu. Apalagi Lila menjadi korban dari pria yang menjadi musuh Rizal. Hardi bahkan tak ada urusan dengan Lila."Ada razia narkoba di cafeku, kemungkinan ada yang melapor pada pihak kepolisian,"cerita Rizal sambil melirik Lila. Ia mencoba menar
Hantaran Diminta Kembali Lila memegang kartu atm itu bingung. Percuma ia memegang kartu debit jika ia tidak memegang uang tunai. Kalau dia masuk warung mi ayam, ia tidak bisa menggunakan kartu itu untuk membayar. Ia masih butuh uang tunai. "Kamu belum pernah punya kartu Atm?" Rizal bertanya bingung. Bagaimana mungkin di era serba digital ini Lila tidak punya atm. "Punya tabungan saja tidak ada," sahut Lila enteng."Lila, bagaimana aku bisa menikahi gadis sekudet kamu!" keluh Rizal kesal. "Ayo, kita jalan-jalan dulu, kita ke supermarket, belajar mengambil uang di mesin Atm," ajak Rizal cepat. Ia merasa harus cepat mengajari Lila bagaimana menggunakan kartu itu dengan benar.Rizal segera berdiri dari duduknya. Lila mengikuti berjalan di belakang Rizal. "Selamat pagi Nona!"Tiba-tiba saja ada yang menyapa dengan sopan ketika Lila muncul di depan pintu hotel. "Biasanya memanggil ibu!" sindir Lila sambil menatap Yuda. Yuda menatap Lila sekilas, kemudian menunduk lagi. Ia me
Hantaran Diminta Kembali Yuda mengemudikan mobil perlahan membelah jalanan ramai lancar itu. Rizal melirik Lila yang sedang sibuk memperhatikan suasana di balik jendela mobil. Ia harus menyesuaikan hawa dingin mobil, karena Lila lebih menikmati perjalanan dengan hembusan angin alami ketika naik ojek online, daripada AC mobil yang berbaur dengan aroma pewangi itu. "Sebaiknya saat pulang nanti kita bersikap wajar saja, ya!" ucap Rizal membuka pembicaraan. Ia melirik ke arah Yuda sekilas."Perasaan, ia sendiri yang selama ini bersikap tak wajar," batin Lila tanpa menoleh. "Kamu dengar, Lila?" tanya Rizal, karena Lila tak menjawab atau merespon ucapannya."Ya, Pak!" jawab Lila datar, tanpa menoleh. "Kamu jangan memanggilku 'bapak' lagi," sahut Rizal dengan nada menekan. "Tapi saya harus memanggil apa? Mas?"Tanya Lila sambil menoleh pada Rizal. "Terserah," Sahut Rizal enteng "Panggil 'Sayang' juga boleh!" Imbuh Rizal tenang. "Tapi bapak lebih tua dari saya," Ucap Lila bing
Hantaran Diminta Kembali Mereka sudah berkumpul di ruang melingkari meja makan besar itu. Bapak dan Ibu juga berada di sana. "Ayo, kita ambil makanan sambil menunggu Rizal," ucap Bu Anggraini sambil meraih piringnya. Lila melirik ke arah pintu kamar yang masih tertutup. Apa suaminya itu memang sengaja menghindari makan dan nonton televisi bersama hanya karena ada adik iparnya, Aiza."Ayo, Mbak Lila, makan yang banyak!" kata Aiza sambil meletakkan nasi dan lauk di piring Aiza. "Cukup, terima kasih, Mbak!"sahut Lila sambil tersenyum. Diam-diam Lila mengamati Aiza. Wanita dengan pembawaan tenang dan supel itu. Ia santai saja mengambilkan makanan untuk semua orang. Ia memang cantik meski ada yang lebih cantik. Tapi wanita itu sangat menarik dan tentu, ia sangat baik. Lihat sikapnya sebagai menantu keluarga kaya tapi ia bisa begitu akrab dengan Bapak dan Ibu Lila yang hanya sebagai pembantu di rumah besar itu."Ayo, Rizal. Kita nunggu kamu, lo!"seru Bu Anggraini melihat Riz
Hantaran Diminta Kembali Lila dengan ragu memasuki kamarnya. Seketika ia termangu melihat kamar besar dengan ranjang besar dan jendela kamar yang lebar. Ada meja rias, dan sebuah sofa bed dan meja nakas kecil di sebelahnya. Sudah ada layar televisi dan sebuah kulkas kecil di kamar. Ada sebuah pintu lagi di kamar itu, terdengar suara gemericik air dari sana. Rupanya itu kamar mandi dan sepertinya Rizal sedang berada di sana.Lila segera mencari tas miliknya, ia tak menemukan tas miliknya yang dibawa masuk oleh Rizal tadi.Lila segera meletakkan paperbag dari Aiza di atas ranjang. Ia kini sibuk mengamati ruangan mencari tasnya. Lila membuka rak nakas itu. Kosong, tak ada barang di sana. "Sedang apa kamu?" tanya Rizal ketika melihat Lila sibuk membuka rak kayu itu. "Mas melihat tasku?" tanya Lila sambil berdiri, membalikkan badan menghadap Rizal. Pria itu masih berdiri di depan pintu kamar mandi, tubuhnya hanya terbungkus handuk berwarna putih itu. Rizal sepertinya hobi s
Hantaran Diminta Kembali"Mbak Lila, bukain pintu, ya!"seru seseorang membuat Lila lega.Wajah Lila seketika berubah, matanya berbinar dan ia segera berjalan cepat mendekati pintu depan. Lila mengintip dari celah kaca jendela. Zain dan Yuda sudah berdiri di sana. Lila seperti baru saja didatangi pahlawan penyelamat. Lila segera membuka pintu. Lila tersenyum mendapati sosok tinggi dan tampan itu. Zain sedang berdiri mengutak atik ponselnya. Adik iparnya itu laksana mentari yang melengkapi pagi hari cerah itu. Zain tampak begitu cemerlang. "Sadar Nona, ia adik iparmu!" bisik Yuda membuat Lila seketika menoleh dan menatap Yuda ketus. "Mbak belum siap?" tanya Zain heran, ia melihat kakak iparnya yang masih memakai baju rumah itu. "Tapi aku sudah mandi, kok," sahut Lila cepat. "Bajunya maksudnya, Non, kok pakai babydoll?" sela Yuda tanpa permisi. "Ini bukan babydoll, ini one set namanya, lagi tren," jelas Lila ketus. "Saya juga tahu!" sahut Yuda sambil mengangkat dagu. Lila bu
Hantaran Diminta Kembali "Bapak siapa?" Seru petugas itu marah. Rizal seenaknya masuk ruangan tertutup tanpa permisi dan langsung masuk dengan pongahnya.Lila menoleh, menatap dengan wajah terkejut, tiba-tiba ia merasa sedikit bersemangat. "Saya Rizal, suami ibu Lila," jawab Rizal dengan tenang. Zain menggelengkan kepala melihat tingkah kakaknya itu. "Saya juga memenuhi panggilan bapak penyidik sebagai saksi," lanjut Rizal seraya mengambil sebuah kursi dan duduk di samping Lila. Ia duduk dengan santai, sementara petugas tampak kesal melihatnya. "Tapi giliran anda nanti, di tempat terpisah, Pak," sergah petugas itu dengan tegas."Apa bedanya? Toh kami kami tetap akan ditanyai perihal yang sama," sahut Rizal seenaknya. Polisi itu diam, meski kesal ia tidak akan berdebat dengan pria seperti Rizal. Petugas itu tahu popularitas Rizal sebagai businesman di kota itu. Pekerjaan dan prestasinya, juga tangan dinginnya menangani berbagai bisnis sambilan yang ia jalankan. Rizal cukup berp
Hantaran Diminta Kembali Selvi menghempaskan tubuh di kursi itu. Matanya menatap kesal ke arah dua orang yang sedang berjalan bergandengan tangan itu. "Dasar lebay!" umpat Selvi sambil menatap Rizal marah.Ia tahu pria itu hanya ingin membuatnya cemburu dan sakit hati dengan menggandeng Lila. Selvi yakin, Rizal tidak mencintai wanita itu. Selvi tahu benar bagaimana tipe wanita idaman Rizal. Rizal menyukai wanita seperti dirinya. Wanita yang memiliki daya tarik luar biasa dan sanggup membuat pria takluk pada pesonanya. Sedangkan Lila? Apa yang dilihat Rizal dari gadis yang berpanampilan sok alim itu? Semua orang kini duduk mengelilingi meja besar itu. Selvi menatap Rizal yang berjalan bergandengan tangan dengan Lila. Ia menatap penuh kebencian pada Lila tapi ia tak bisa menaruh perasaan itu pada Rizal. Selvi memalingkan wajah saat pasangan Lila dan Rizal hendak duduk di depannya. Rizal melepas genggamannya dan menarik sebuah kursi untuk diduduki Lila Rizal eskpresif menu